Langsung ke konten utama

Postingan

Part 54; Solasta S2

  Lima belas tahun lalu .... Pemandangan dibalik jendela yang awalnya hanya hamparan laut, rumah dengan pepohonan, dan ladang perlahan-lahan terganti oleh pemandangan lalu lintas kota yang tampak ramai dan padat. Meski musim panas dan suhu udara mulai meningkat tak membuat kota tersebut istirahat sejenak oleh aktivitas-aktivitas manusia, meski hanya sekian detik. Entah sudah berapa jam berlalu tapi sepertinya sudah cukup lama perjalanan ini karena sampai sekarang, mereka tak kunjung sampai ditujuan. Membuat anak laki-laki yang sejak tadi memandang keluar jendela mobil akhirnya mengalihkan pandangannya dari jalanan kota pada pria yang duduk di sampingnya, tepat dikursi kemudi, "Ayah berapa lama lagi kita akan sampai?" Pria yang dipanggil Ayah itu menoleh sebentar pada putranya sebelum menjawab, "Sebentar lagi sampai kok, tunggu sebentar ya?" Tapi sepertinya itu tak membuat anak laki-laki di sampingnya puas, lantas sang Ayah terkekeh pelan melanjutkan, "Sudah Aya
Postingan terbaru

Part 44; Solasta S2

 Tanaka Ryuunosuke berdiri di depan pintu kamar; menunggu pemilik kamar tersebut membukakan pintu setelah lima menit lalu ia ketuk sambil memanggil namanya berulang kali. Awalnya tidak ada jawaban; namun setelah ketukan kesepuluh suara pemilik kamar terdengar menyahut dari dalam. Meminta pria itu menunggu sebentar sampai pintu tersebut terbuka dan sosoknya berdiri di balik sana; menyapa, "Selamat malam, Tanaka-san. Maaf membuatmu menunggu." " It's okay, Sam. Aku ngga nunggu lama banget kok." Ryuunosuke buru-buru berujar ketika melihat pria di hadapannya membungkuk. Gestur meminta maaf yang mungkin sudah biasa ia lakukan di Jepang sehingga terbawa sampai sekarang. "Ada yang kamu kerjakan di dalam, Osamu?" Osamu. Pria itu menegakkan tubuhnya sebelum menjawab, "Tidak kok, aku hanya sedang bersih-bersih." Osamu menggeser tubuhnya kemudian mempersilahkan Ryuunosuke masuk. "Silahkan masuk, Tanaka-san." Bahkan, cara penyebutan nama pun ber

Part 41; Solasta S2

  Pria itu benar-benar menunggunya seperti apa yang ia katakan beberapa jam lalu. Melihat itu, tentu membuatnya terkejut sampai-sampai ia berdiri termangu ketika lift membawanya sampai di lantai dasar. Sang manajer yang berada di sampingnya menepuk pundak gadis itu kemudian berkata,  " Shimizu-san, anda baik-baik saja?" Suara sang manajer menyadarkan Kiyoko. Gadis alpha itu tersenyum kaku kemudian menjawab, "Aku baik-baik saja kok. Ah, aku duluan ya!" Kemudian berpamitan pada sang manajer sebelum menghampiri seorang pria yang duduk di salah satu sofa tunggu dekat resepsionis sambil memainkan ponselnya. Saat Kiyoko hampir tiba, pria itu menoleh membuat Kiyoko tak bisa untuk tidak menerbitkan senyum di bibirnya. "Ah—hai Rintarou-kun, maaf membuatmu menunggu lama." Rintarou menggeleng kemudian menyimpan ponselnya di saku. "Pekerjaanmu udah selesai?" tanyanya sambil bangkit dari duduknya. "Sudah kok, Rintarou-kun." "Kita pergi sekarang

Part 26; Solatas S2

 Sejujurnya Tetsurou sangat terkejut melihat sosok pria yang selama ini ia sukai menjadi seseorang yang ia lihat pertama kali ketika dia membuka matanya—meskipun ketika Tetsurou bangun rasa pening langsung menyerang kepalanya tetapi hal itu langsung teralihkan begitu melihat pria itu di sana. Duduk di samping dirinya yang terbaring di ranjang dengan handuk kecil yang ia remas untuk kemudian mengompres kepalanya. Melihat Tetsurou sudah bangun tentu membuat pria itu terkejut. Hampir membuatnya jatuh dari tempat duduk. "Ke—Kenma?" panggil Tetsurou pelan sedikit memastikan jika sosok yang dia lihat ini adalah Kozume Kenma. Bukan hanya khayalannya semata. Tetsurou ingat jika dirinya mabuk semalam. Ia khawatir jika dirinya masih mabuk sehingga muncul khayalan seperti ini. "Bagaimana keadaanmu?" tanya Kenma. "Lo ... Kenma, kan?" Bukannya menjawab pertanyaan Kenma, ia malah balik bertanya. Kenma hanya mengangguk sebagai jawaban meskipun bingung kenapa Tetsurou ber

Part 18; Solasta S2

 Suna Rintarou memandang langit-langit kamarnya yang gelap gulita karena saklar lampu yang sengaja ia matikan. Niatnya sejak sepuluh menit yang lalu adalah tidur, tetapi pria alpha itu sama sekali belum bisa tertidur. Padahal, matanya sudah berulang kali terpejam namun rasanya … untuk masuk ke dalam alam mimpi sangat lah menyulitkan. Alhasil, Rintarou hanya bisa berguling ke sana ke mari di atas kasur king size miliknya sambil memandang langit-langit kamar—tentu dengan pikirannya yang melayang ke mana-mana. Memikirkan pekerjaannya yang begitu banyak, papanya yang tidak bisa ia mengerti, gadis alpha bernama Shimizu Kiyoko yang kini menjadi calon pasangannya, dan …. Sebenarnya, Rintarou tidak ingin memikirkan hal itu juga. Tapi, ingatannya seperti memaksanya terus menerus mengingat kejadian-kejadian yang terjadi pada hidupnya satu tahun belakang ini. Ingatan yang akhirnya mengerucut pada seseorang . Seseorang yang begitu sangat ia cintai yang telah mengisi hatinya dan menciptakan kenang

Part 1; Solasta S2

 Jepang, musim semi 43 tahun lalu. Keadaan kota Tokyo terlihat sangat sibuk. Lebih sibuk dari sebulan lalu ketika salju menyelimuti kota itu. Orang-orang yang memakai pakaian musim dingin berlapis-lapis kini mulai sedikit lebih tipis dari satu bulan lalu—meskipun masih tetap tebal karena suhu udara masih cukup dingin untuk berpakian tipis. Musim semi. Musim yang begitu indah karena bunga-bunga mulai bermekaran. Menghiasi kota yang awalnya berwarna putih dan abu karena diselimuti salju yang kini lebih berwarna cerah. Salah satunya adalah bunga sakura yang menjadi ikonik negara tersebut. Kelopak bunga soft pink yang berterbangan ketika tertiup angin, menjadi salah satu yang ditunggu dan dinanti pada musim ini. Musim semi yang indah. Seindah marga gadis itu. "Hai!" Suara tak asing terdengar di depannya. Suara yang selalu ia dengar setiap hari dan tak pernah absen untuk selalu ia dengar. Suara yang selalu membuatnya terbangun dari lamunan terhadap hal-hal sekitarnya. Membuatnya

Part 495; Solasta

  "Rin ...." Rintarou mendengar suara seseorang memanggil namanya. Meski samar tetapi ia dapat mendengar suara itu yang terus memanggil namanya berulang kali. Gerakan bibirnya terlihat samar oleh penglihatan. Lagi dan lagi. Memanggil namanya berulang kali seolah membangunkannya dari tidur panjang. Suara itu semakin jelas terdengar begitupun dengan jangkauan penglihatannya yang tadinya hanya melihat gerak bibirnya saja. Kini menjangkau luas sampai ia dapat melihat sosok yang memanggil namanya berulang kali. "Rin ...." Seorang anak kecil. Rintarou dapat melihat sosok anak kecil laki-laki berusia sekitar tujuh tahun berdiri di hadapannya. Dengan latar senja sebuah pantai yang membentang lautan di belakang anak laki-laki itu. Ia tersenyum cerah, memandang Rintarou dengan helai rambutnya yang bergerak mengikuti arah angin yang berhembus di antara mereka. Siapa? Rintarou tak mengenal sosok itu tapi ia kenal suasana ini. Pantai dan lautan. Tempat tinggalnya selama ini sebe