"Hei kau baik-baik saja, Ryu?"
Bahu Ryuunosuke ditepuk dari belakang membuat ia mengerjab sehingga lamunannya buyar begitu saja. Rekan kerjanya itu menatap Ryuunosuke bingung karena baru kali ini ia melihat pria yang selalu fokus saat menjalankan misi malah kehilangan fokus seperti ini. Ryuunosuke cepat-cepat menjawab agar rekannya itu tidak banyak bertanya, "aku baik-baik saja kok, aku sempat mikirin kakakku. Kau tahu bukan, akhir-akhir ini ia sangat sibuk semenjak Tuan Kita datang."
"Itu pasti, tugas kakakmu itu sangat penting," jawabnya. "Apalagi ini tentang pendistribusian XSL."
Kening Ryuunosuke mengkerut mendengar nama asing di telinganya. Lantas ia bertanya, "XSL? Apa itu?"
"Kau tidak tau?" Rekannya itu mengerjab percaya. Ryuunosuke mengangguk polos membuat rekannya tertawa. "Padahal kakakmu salah satu yang diberi misi itu loh?"
"Sudah kubilang bukan? Kakakku tidak bisa dihubungi dan sangat sibuk semenjak misi itu dimulai, aku tidak sempat bertanya," jawabnya.
Ryuunosuke tidak mengada-ngada, terakhir ia bertemu dengan kakaknya adalah beberapa hari lalu ketika Ryuunosuke menghubungi kakaknya untuk membantunya menolong Osamu yang tiba-tiba pingsan. Meski Saeko tidak membantu banyak karena setelah itu, ia langsung berangkat lagi menjalankan misinya—tanpa sempat Ryuunosuke tanya; misi apa yang sedang kakaknya itu jalani.
"XSL itu adalah produk milik Keluarga Sakusa. Kau tahu bukan? Produk apa maksudku?" Tanda perlu disebut Ryuunosuke sudah tahu apa itu, sehingga ia hanya mengangguk. "Produk itu sangat populer di Jepang karena itu mereka mencoba mendistribusikannya di sini, melalui Tuan Semi."
Mendistribusikan produk seperti itu memang tidak aneh bagi mereka yang sudah hidup seperti ini. Bagi para mafia pembisnis seperti mereka, pekerjaan seperti itu adalah bisnis yang sebenarnya. Bisnis yang di tunjukkan di hadapan publik hanya pengalihan saja agar mereka terlihat bersih. Tapi, kadang kala pembisnis bersih sekalipun lama kelamaan akan terjun ke dalam bisnis kotor seperti ini.
Semi Eita adalah salah satunya.
Entah sejak kapan pria itu mulai bermain bisnis kotor seperti ini. Sepertinya, semenjak jaringan bisnisnya sudah meluas di port.
"Kalau kau penasaran, aku punya satu."
Rekannya itu memberikan sebuah botol kecil pada Ryuunosuke. Botol kaca berwarna cokelat dengan tutup berwarna putih yang terlihat butir-butir obat di dalamnya dari balik kaca itu. Ryuunosuke meraih botol obat itu dan membuka tutupnya untuk mengeluarkan isinya. Obat itu berjenis tablet berwarna kebiruan dan tidak berbau seperti obat pada umumnya. Ia jadi penasaran, "Kesenangan seperti apa yang didapat dari obat ini?"
"Yang aku dengar semacam ilusi," jawab pria itu. "Saat kau meminum obat ini, kau akan kesulitan membedakan realita dan imajinasi yang kepalamu ciptakan dan tentu saja memberikan efek tenang. Itu yang utama. Kemudian kau akan tertidur dan bermimpi sesuai dengan skenario yang kepalamu ciptakan."
Ryuunosuke kagum mendengarnya. Ia paham kenapa obat ini sangat populer karena target pasarnya sangat jelas sekali. Orang-orang yang sudah penat akan dunia dan ingin ketenangan sejenak atau orang-orang yang sudah tak sanggup hidup dalam realita yang menyedihkan dan mendambakan kebahagiaan sesuai imajinasi yang kepalanya pikirkan.
"Kau sudah pernah mencobanya?" tanya Ryuunosuke.
Rekannya itu menggeleng sambil tertawa. "Aku tidak sanggup menerima efeknya."
"Efek?"
"Ya, kau tahu semakin sering kau meminum ini tentunya akan sulit membedakan realita dan khayalanmu. Alhasil itu membuatmu gila."
Ryuunksuke mengangguk mengerti kemudian memberikan botol itu kembali pasa rekannya, "Kalau begitu silahkan kamu simpan saja, aku masih tidak butuh."
"Kau ini...." Mereka tertawa.
"Ngomong-ngomong aku tidak melihat Osamu akhir-akhir ini, kemana dia?"
Ryuunosuke menggeleng. "Aku tidak tahu."
"Loh? Bukannya kamu yang sering sekali bersama Osamu ya?"
Benar. Di antara semuanya Ryuunosuke lah yang paling dekat dengan Osamu. Tapi, semenjak Kita Shinsuke datang Osamu terus dijaga sangat ketat. Ditambah, setelah Semi Eita memperingati Ryuunosuke tentang kedekatannya dengan Osamu membuat pria itu juga seperti sedang dijauhkan dari Osamu. "Kau mungkin merasakannya kalau Osamu sedang dijaga ketat oleh Tuan Semi."
"Benar, aku merasakan itu," jawabnya. "Rekan kita ada yang bilang Osamu sering pergi dari gedung dan pergi entah kemana. Tubuhnya juga semakin kurus dan terlihat sangat lemas."
"Benar tubuh Osamu benar-benar terlihat kurus."
"Rekan kita yang pernah menjalankan misi dengan Osamu pernah melihat Osamu muntah dan pingsan."
Ryuunosuke membola mendengarnya. Jadi, Osamu sudah sering muntah dan pingsan?
"Dan lagi, Ryuunosuke," rekannya itu mendekat pada Ryuunosuke untuk berbisik. "Apa kau menyadari kalau prilaku Tuan Semi pada Osamu semakin aneh? Kita tahu kalau Osamu sangat spesial di mata Tuan Semi karena kemampuannya yang sangat luar biasa dulu, tapi sekarang aku mereka ada sesuatu antara Tuan Semi dan Osamu."
Ternyata bukan hanya dirinya saja yang menyadari. "Kamu benar, aku juga sempat berpikir seperti itu."
"Tapi kau tahu? Setiap Osamu pingsan, Tuan Semi selalu datang menemui Osamu dan menunggu pria itu sampai siuman," suara pria itu semakin mengecil untuk berbisik. "Aku dengar, salah satu rekan kita ada yang pernah melihat Tuan Semi mencium Osamu ketika Osamu pingsan dan belum sadarkan diri."
*
*
*
"Untuk sementara ini Osamu akan terus mengalami pingsan karena efek dari percobaan ini. Sepertinya efek ini akan berakhir ketika tubuh Osamu sedikit terbiasa dengan obatnya."
Semi Eita tak merespon penjelasan yang dokter berikan padanya. Tatapannya terus tertuju pada Osamu yang terbaring di atas tempat tidur karena lagi-lagi pria itu pingsan di tengah misinya. Matanya bergerak mematai setiap inci tubuh Osamu yang terlihat semakin kurus dan pucat. Mengingatkan Eita pada percobaan Osamu pertama kalinya beberapa tahun lalu yang akhirnya membuat Osamu hampir berhasil menjadi seorang Alpha.
Tapi, ketika Osamu hampir menjadi Alpha. Mereka malah mengacaukannya. Membuat Osamu kembali menjadi seorang omega yang sangat Eita benci.
"Kenapa dia harus terlahir menjadi seorang omega?" ucap Eita tiba-tiba tentu membuat sang dokter mengerutkan dahi. Tangan Eita terulur menyentuk pipi Osamu yang tembam saat ia bertemu dengan Osamu beberapa bulan lalu. Pipi itu kini semakin tirus karena berat badannya menurun hari ke hari. "Saat pertama kali melihatnya, aku pikir dia akan menjadi seorang alpha."
"Kenapa kau harus menjadi omega yang sangat aku benci, Osamu?"
Komentar
Posting Komentar