Acara pertunangan tengah berlangsung ketika Suna Rintarou menginjakkan kakinya di aula besar pada salah satu hotel tenama milik keluarganya. Bersama seorang gadis di sampingnya—yang tengah mengapit lengannya—berjalan beriringan sampai-sampai banyak pasang mata tertuju pada mereka yang akhir-akhir ini memang menjadi topik hangat di dunia maya; perihal hubungan mereka saat ini. Melihat Rintarou datang bersama dengan Kiyoko pastinya akan membuat mereka masuk ke dalam topik perbincangan netizen lagi.
Tapi melihat kedatangan mereka yang dihitung terlambat ini mungkin akan mengundang perbincangan negatif juga.
Toh, bukan mau mereka datang terlambat. Ini karena jalanan kota yang mendadak macet sehingga mereka datang 15 menit setelah acara tukar cincin di laksanakan.
Kiyoko menatap sekeliling aula yang begitu ramai untuk mencari adiknya sambil sesekali membalas sapaan para tamu yang menyapa mereka. Begitu pula dengan Rintarou yang sepertinya sudah menjadi pusat perhatian para pembisnis yang beniat menjadikan acara ini menjadi kesempatan untuk mendekati sang putra pewaris Ushijima itu. Kapan lagi bukan mereka bisa bertemu dengan putra pewaris Ushijima dalam kesempatan gratis ini?
"Itu Ayah Ibuku," bisik Kiyoko pada Rintarou, gadis itu melambaikan tangannya sambil memanggil begitu melihat kedua orang tuanya yang tengah duduk di salah satu meja privat khusus keluarga sambil mencicipi beberapa hidangan makanan yang di sajikan. Melihat anak sulung mereka serta kekasihnya—Shimizu Kenzo serta istirnya Aiko langsung menyapa mereka, memeluk erat Kiyoko. "Maaf aku telat datang, dijalan macet banget, Bu."
"Engga papa kok, Kak. Kamu bisa dateng pun ibu udah seneng banget, apalagi sama Rintarou," ucap Aiko seraya membalas uluran tangan Rintarou kemudian mengelus punggung tangan calon menantunya itu, "Kamu pasti sibuk sekali ya Nak, terima kasih ya sudah meluangkan waktumu untuk datang kemari."
"Itu sudah keharusanku, Nyonya Shimizu. Acara Kiyoko adalah acaraku juga," jawab Rintarou berusaha mencairkan perasaan Aiko yang selalu merasa tak enak dengannya. Rintarou tersenyum sambil merangkul pinggang Kiyoko untuk mendekat padanya. "Selain itu, saya juga datang mewakili Ayah saya. Maaf karena Ayah saya tidak bisa hadir, Tuan."
Tindakan kecil itu tentu terlihat oleh Aiko sehingga raut kekhawatiran wanita itu menghilang digantikan dengan senyum leganya. Suaminya lekas menjawab, "Tidak apa, Nak Rintarou-kun. Tuan Ushijima adalah orang sibuk, saya bisa mengerti itu." Disusul tawa guraunya.
Mereka berbincang sebentar sebelum akhirnya Kiyoko memutuskan untuk berkeliling bersama Rintarou sambil menikmati beberapa hidangan yang disajikan di sana—mungkin juga bisa menemukan Adik Kiyoko dan Tunangannya di antara ribuan tamu yang datang karena kata Aiko mereka sedang berkeliling menyambut para tamu.
Rintarou mengambil segelas kecil puding coklat di atas meja kemudian memberikannya pada Kiyoko. "Adikku kemana ya? Padahal aku kan mau ketemu," ucap Kiyoko sambil menyendok puding di gelas. "Aku chat pun percuma karena dia pasti engga pegang HP."
"Sepertinya kamu lebih pengen ketemu adikmu ketimbang ayah ibumu," ucap Rintarou.
Kiyoko tertawa, "Habisnya ... aku jarang ketemu adikku. Dia jarang banget pulang ke Jepang. Bahkan kalau pulang pun diwaktu yang engga pas. Kadang pas aku lagi syuting di luar kota atau dia udah dimonopoli sama pacarnya."
"Adikmu tinggal di luar negeri?" tanya Rintarou.
Kiyoko mengangguk, "Iya, adikku mutusin buat kuliah di Amerika ...."
Amerika?
"Kami tinggal di Amerika."
Apa itu?
Rintarou merasa jantungnya berdegup kencang. Perasaannya mendadak berubah tak enak ketika sebuah ingatan terlintas di kepalanya. Ia menggeleng kecil sambil memegang sebelah kepalanya yang berdenyut.
"... begitu—Rintarou-kun? Kamu kenapa? Kepalamu pusing?" Kiyoko bertanya panik menyimpan gelas pudingnya di meja sambil memegang lengan Rintarou.
Rintarou menggeleng sambil berusaha terlihat baik-baik saja agar Kiyoki tidak khawatir. "Aku engga papa kok."
"Beneran? Kamu—"
"Selamat malam, Kiyoko-chan."
Rintarou dan Kiyoko menoleh begitu mendengar sebuah suara menyapa. Mereka melihat seorang pria paruh baya berdiri di hadapan mereka, tersenyum ramah sambil memegang segelas wine di sebelah tangan.
Pandangan pria paruh baya itu beralih pada Rintarou kemudian berkata, "juga selamat malam Tuan Muda Ushijima."
Deg.
Panggilan itu ... mengapa terdengar seperti disengaja?
"Kakek Hiroshi? Selamat malam." Kiyoko membalas sapaan itu dengan riang sambil memeluk singkat yang tentu dibalas dengan hangat oleh pria paruh baya itu. "Kakek apa kabar? Sudah lama Kiyoko engga ketemu Kakek loh"
Hiroshi?
"Sangat baik, bagaimana kabarmu Kiyoko-chan? Kakek dengar beberapa minggu lalu kamu syuting di Kyoto?"
"Iya! Syutingnya berjalan lancar, Kyoto juga sangat indah—ah aku sampai lupa, Rintarou-kun ini Kakek Hiroshi, dia kakeknya tunangan adikku." Kiyoko memperkenalkan pria paruh baya itu pada Rintarou.
Rintarou mengulurkan tangannya yang disambut oleh pria itu. Saat lengan mereka bersentuhan, entah kenapa, perasaan Rintarou mendadak tak nyaman. "Ini pertama kalinya kita bertemu, Nak. Tidak aneh jika kamu merasa kebingungan atau tidak nyaman dengan Kakek." Rintarou refleks melepaskan tangannya. Kaget karena pria paruh baya itu bisa membaca perasaannya saat ini. Tunggu... apa mungkin karena raut wajahnya? Mungkinkah raut wajahnya terbaca sangat jelas?
"Itu sangat tidak sopan jika saya merasa tidak nyaman dengan anda," ujar Rintarou berusaha terlihat sewajarnya.
Hiroshi tertawa, "Saya pikir setiap buah akan selalu jatuh tidak jauh dari pohonnya. Ternyata ada buah yang tidak begitu ya?"
Kening Rintarou mengkerut, bukan karena tidak mengerti apa maksudnya tetapi ia paham betul apa maksud ucapan pria itu. "Sayangnya buah yang ini tidak pernah jatuh. Hanya menunggu masak untuk dipetik."
"Menunggu masak untuk dipetik ya?" Hiroshi bergumam, menatap bergantian antara Kiyoko dan Rintarou di hadapannya. "Apakah memang sudah masak?"
Menyadari jika muncul hawa tak mengenakkan antara Hiroshi dan Rintarou, Kiyoko segera berdahem untuk meredakan suasana kemudian berujar, "Kakek apa Kakek melihat Atsumu-kun? Aku dan Rintarou-kun sedang mencarinya dari tadi cuman kami belum bertemu."
Atsumu?
"Ah ya, Kakek baru bertemu dengan mereka tadi, mari mari Kakek antar, mereka pasti masih di sana."
"Terima kasih Kakek, semoga ini tidak kerepotan Kakek."
"Mana mungkin merepotkan untuk Kiyoko-chan."
Kiyoko memegang lengan Hiroshi untuk mengikuti langkah pria paruh baya itu setelah memberi kode pada Rintarou mengikutinya dari belakang. Bukannya mengikuti Rintarou justru terdiam di tempatnya. Kepalanya kembali berdenyut dengan ingatan-ingatan acak yang mulai muncul di kepalanya sampai rasanya isi kepalanya penuh dengan suara-suara bising yang memekikkan.
"Kamu bisa memanggilku Tsumu."
"Hei Rin-kun!"
"Aku dengan Tetsu-kun, Samu dengan Rin-kun!"
"Ayo kita main voli!"
Sesak.
Kakinya melangkah entah kemana mencari ketenangan dirinya yang mendadak pening dan sesak. Napasnya memburu dengan pandangan yang semakin mengkabut. Rintarou berjalan keluar ballroom menuju balkon mencari udara segar dengan harap bisa menetralkan detak jantung dan menambah pasokan udara di paru-parunya yang kian menipis.
Rintarou meremat dadanya.
Ingatan apa ini? Mengapa rasanya ... ia tak asing dengan nama itu?
"Rin, apa kamu menyukai Samu?"
".... apa kamu menyukai Samu?"
" .... menyukai Samu?"
" .... Samu?"
"Lo suka sama Osamu?"
"Osamu?"
Pandangan Rintarou yang mengkabut tiba-tiba tampak jernih begitu melihat seseorang berdiri di hadapannya. Bersandar pada pagar pembatas balkon, membelakanginya.
Siluet yang tampak familiar baginya.
Yang begitu sangat ia rindukan.
"Osamu?" Suaranya tercekat. Sayup sayup memanggil nama itu namun sosok itu tak kunjung menoleh. Mungkin kah suaranya terlalu rendah? Mungkin kah ... ia harus menghampiri sosok itu?
Ia melangkah.
"Osamu...."
Tangannya terulur menarik lengan pria itu agar menghadap padanya.
"Osamu!"
Saat tangannya berhasil menggapai sosok itu, Rintarou segera membawa sosok itu ke dalam dekapannya.
*
*
*
*
Belum ada lima menit Atsumu menghirup udara segar setelah berjam-jam berada di dalam ballroom yang begitu ramai—setelah akhirnya ia berhasil keluar sejenak untuk mengistirahatkan dirinya setelah sesi bersosialisasi yang begitu memekakkan—tak disangka ia akan berada di dalam situasi seperti ini.
Saat tiba-tiba dirinya ditarik ke dalam dekapan seseorang yang sungguh ia tak tahu siapa yang berani memeluknya seperti ini. Namun bukannya langsung mendorong pria ini, Atsumu justu terdiam, karena sebelumnya ia mendengar sebuah nama yang pria ini ucapkan sebelum memeluknya.
"Osamu!"
"He—hei permisi Tuan—"
"Engga! Aku engga bakal lepasin kamu lagi, Sam."
Dekapan itu semakin erat.
"Tu—tuan sepertinya anda salah orang."
"I won't let you go away from me again."
"Tuan ma—"
"Hei you!" Sebuah suara tiba-tiba terdengar disusul dekapan itu yang terlepas karena pria yang memeluk Atsumu ditarik secara paksa, "Stay away from my fiancé!"
Buaght!
"Omi!"
Sakusa Kiyoomi, tunangannya tiba-tiba datang dan langsung meninju wajah pria asing itu hingga tersungkur ke lantai. Sebelum keributan tambah besar dan orang-orang di dalam ballroom mendengar Atsumu segera memisahkan mereka dan membawa Kiyoomi menjauh dari tubuh pria asing itu.
"Sayang stop! Sepertinya dia mabuk dan salah mengira aku kenalannya, dia hanya memelukku aku tidak apa-apa kok," ucap Atsumu menjelaskan secara singkat dan cepat. Ia memeluk Kiyoomi agar amara kekasihnya mereda. "Tenang sayang ... biar kita panggilkan security ya? Dia pasti salah satu tamu kita, bukan orang sembarangan."
Kiyoomi menghala napas setelah merasa amarahnya mereda. Pria itu menatap Atsumu di sampingnya memeriksa apakah ada yang terluka dari pria itu. "Dia tidak melakukan apa apa kan?"
Atsumu mengangguk, "Ya, untungnya kamu langsung datang."
Setelah memeriksa Atsumu sekali lagi, Kiyoomi langsung menekan tombol di saku jasnya. Tak lama berselang bodyguard datang untuk mengamankan pria asing itu yang kini sudah berusaha berdiri.
Deg.
Saat wajah pria itu terangkat, menatap Atsumu dan Kiyoomi entah kenapa ... Atsumu seperti tak asing dengan wajah itu.
Siapa dia?
Komentar
Posting Komentar