Melihat tidak ada balasan dari Osamu membuat Rintarou akhirnya memutuskan untuk pergi ke rumah papanya untuk bertemu dengannya. Memastikan jika pria itu baik-baik saja karena tiba-tiba—entah karena alasan apa—perasaan Rintarou mendadak gelisah tak karuan. Rasanya sangat asing ketika Rintarou merasakan jantungnya berdetak gelisah begitu memikirkan Osamu, dan pikiran buruk tiba-tiba berlomba-lomba terlintas di benaknya. Membayangkan jika sesuatu terjadi pada Osamu.
Apalagi, mengingat jika Osamu baru saja kembali dari pemeriksaannya hari ini. Apa mungkin lukanya kambuh lagi? Atau terjadi sesuatu padanya di rumah?
Selama perjalanan, pikiran Rintarou benar-benar kacau. Hampir membuatnya hilang akal menyebabkan ia hampir menabrak orang-orang yang menghalangi jalannya dengan mobil Chevrolet Camaro hitam yang ia kendarai. Karena hanya satu yang rintarou pikirkan; ia harus sampai ke rumah papanya secepatnya.
Begitu matanya melihat pagar tinggi menjulang di hadapannya. Rintarou bergegas menghentikan mobil Chevrolet Camaro hitamnya di depan pagar itu, menunggu sampai para penjaga membuka pagar itu untuknya agar ia bisa masuk ke dalam rumah besar itu.
Melihat siapa yang datang, tentu para penjaga terkejut. Pasalnya, mereka tidak mendapat kabar jika tuan muda akan datang hari ini. Mereka bergegas membuka pintu gerbang itu, membungkuk hormat pada Rintarou sambil melirik kecil mobil Chevrolet Camaro yang melintas di hadapan mereka sambil bertanya-tanya; ada keperluan apa Rintarou datang ke mari?
Setelah memarkir mobilnya secara asal, ia lalu berlari memasuki rumah itu, melewati semua para pelayan yang kebetulan berada di sana—tentu saja terkejut melihat kehadiran Rintarou di sana—lalu cepat-cepat membungkuk hormat pada Rintarou. Langkah kakinya membawa Rintarou entah kemana karena dirinya pun tidak hapal letak berbagai ruangan di rumah besar itu. Mau bertanya—rasanya Rintarou tidak tahu harus bertanya pada siapa apalagi dia tidak menemukan keberadaan Daichi atau Asahi di rumah itu.
"What the hell—kamar Osamu di mana sih?" tanyanya pada dirinya sendiri lalu belari ke arah lain untuk menaiki tangga ke lantai atas. Dan saat itu lah, begitu Rintarou memijakkan kakinya di lantai dua itu, ia bertemu dengan Shirabu Kenjiro. Yang dia kenal sebagai sekretaris papanya yang sudah lama bekerja untuk beliau.
"Berhenti di sana, Tuan Muda," ujar Kenjiro membuat Rintarou yang berada dua meter darinya terdiam seketika. "Maaf, tapi saya tidak bisa membiarkan anda masuk ke dalam."
Mendengar larangan itu membuat Rintarou mengerutkan keningnya. Apa itu? Kenapa Kenjiro tidak mengizinkannya masuk ke dalam rumah?
"Maksud—"
"Saya tidak bisa mengizinkan Tuan Muda menemui Osamu sekarang."
Ucapan Kenjiro yang memotong pertanyaan Rintarou membuat pria itu terkejut. Tunggu! Kenapa Kenjiro tahu jika alasan Rintarou ke mari karena ingin bertemu dengan Osamu? Padahal, ia sendiri tidak memberitahu siapa-siapa jika dia akan datang ke mari—apalagi melihat reaksi para pekerja di rumah ini yang terkejut melihat dirinya di sana.
Tapi ini ... bagaimana bisa Kenjiro tahu?
"Gue ... ke sini bukan buat nemuin Osamu," ujar Rintarou berbohong, sedikit terbata karena memikirkan kalimat apa yang harus ia lontarkan untuk menjawab ucapan Kenjiro.
Tapi sepertinya, Kenjiro tidak sebodoh itu. Rintarou lupa jika dia sedang berhadapan dengan sekretaris papanya yang sudah terbiasa membaca gerak-gerik lawan bicaranya yang sedang berbohong. "Anda ke mari ingin menemui Osamu. Karena tidak mungkin anda ke mari karena perintah Tuan Besar atau memang ingin ke mari. Tapi maaf Tuan Muda. Anda tidak bisa menemuinya untuk sekarang."
"Fine! Gue ke sini emang mau lihat Osamu, tapi kenapa gue ngga bisa nemuin Osamu?"
"Ini perintah dari Tuan Besar, Tuan Muda."
Rintarou terdiam sejenak. Lagi-lagi terkejut mendengar ucapan Kenjiro yang kali ini mengatakan jika papanya yang melarang Rintarou bertemu dengan Osamu. "Apa? Papa yang larang?"
"Iya, Tuan Muda."
"Kenapa? Kenapa papa larang ke nemuin Osamu? Terus—kenapa papa tau kalau gue ke sini mau nemuin Osamu?"
Kenjiro tidak menjawab. Dia tidak mungkin memberitahu Rintarou alasan kenapa Wakatoshi tidak mengizinkan anaknya bertemu dengan Osamu. Mereka masih tidak tahu apa penyebab Osamu bisa pingsan seperti ini, entah karena efek percobaan yang Osamu jalani, atau karena hal lain sampai Hirugami datang untuk mengecek keadaan Osamu. Mereka tidak ingin mengambil resiko jika Rintarou yang notabene adalah seorang true alpha membuat kondisi Osamu makin parah jika pria itu berada di dekatnya. Kenjiro tahu itu alasan Wakatoshi memerintahkannya untuk melarang Rintarou menemui Osamu. Karena sampai saat ini, mereka tidak tahu apa penyebab feromon omega Osamu sampai bangkit lagi.
Melihat Kenjiro yang tak kunjung menjawab tentu membuat Rintarou kesal. "Oi! Jawab gue! Kenapa papa larang gue nemuin Osamu?!" Ia meremas kedua pundak Kenjiro membuat pria beta itu meringis karena merasakan rasa sakit di kedua pundak dan hawa mencekam di sekitarnya. Saat Kenjiro melihat wajah Rintarou, matanya membola melihat iris mata pria itu berubah menjadi kuning safir dan kedua gigi taringnya terbentuk. Tubuh Kenjiro seketika bergetar ketakutan, merasakan dominansi yang kuat dari pria alpha itu. "Akh—"
"Katakan, di mana Osamu?!"
"Osamu—"
"Rintarou."
Mendengar sebuah suara memanggil nama Rintarou membuat jantungnya berdetak, dan tubuhnya mendadak sesak sehingga cengkraman tangannya pada pundak Kenjiro terlepas. Tubuh Rintarou seketika jatuh ke lantai namun tetap berusaha ia tahan dengan kedua tangannya agar ia tak sepenuhnya jatuh karena mendengar suara alpha milik papanya yang berusaha menekan alpha miliknya. Iris kuning safirnya berubah kembali seperti semula begitu juga dengan gigi taringnya. Napas Rintarou nampak memburu karena tubuhnya yang dikendalikan oleh inner-wolf miliknya kembali pada kesadarannya.
Melihat Wakatoshi di sana, tentu Kenjiro dan beberapa pengawal yang berada di sana langsung membungkuk hormat padanya. "Selamat datang, Tuan Besar."
Wakatoshi mengangguk singkat lalu melangkah lebih dekat bersama dua pengawal di belakangnya dan Hirugami yang juga datang bersamaan. Tanpa banyak bicara lagi, Wakatoshi langsung memerintah Kenjiro, "Kenjiro, antarkan Hirugami ke kamar Osamu."
"Baik, Tuan."
Hirugami melirik bergantian antara ayah dan anak itu sebelum akhirnya mengikuti langkah Kenjiro menuju kamar Osamu yang terletak cukup jauh dari tempat mereka berada. Saat Hirugami melewati Rintarou, tubuhnya mendadak tegang sepersekian detik karena mencium feromon kuat yang berasal dari pria itu.
Rintarou tidak bisa berbicara karena feromon papanya menekan gerak tubuhnya. "Kalian semua tinggalkan ruangan ini!" perintah Wakatoshi pada seluruh pengawal yang berada di sana.
"Baik, Tuan Besar."
Tidak perlu waktu lama, ruangan itu kini hanya tersisa mereka berdua. Wakatoshi kembali melangkah mendekati Rintarou, "Kamu boleh berdiri, Rintarou." Setelah mengatakan itu, feromon yang menekannya tiba-tiba menghilang dan Rintarou perlahan bangun untuk berdiri saling berhadapan dengan sosok ayahnya.
Namun, wajah Rintarou masih menunjukkan emosinya pada sang ayah. Sejujurnya, dia paling tidak suka jika papanya sampai menggunakan feromon untuk menekan dirinya. Itu sangat menjengkelkan baginya. "Papa ngga usah sampai menekanku dengan feromon, Papa!"
"Kalau tidak begitu, kamu akan melukai Kenjiro, Rintarou."
"Aku cuman minta dia bicara!"
"Kamu mengeluarkan inner-wolf-mu, Rintarou. Itu menekan semua orang di sini."
Rintarou terdiam, apa? Dia mengeluarkan inner-wolf-nya? Kapan?
"Sepertinya benar dugaan Papa, kamu masih belum bisa mengendalikan inner-wolf dalam tubuhmu."
Rintarou tahu jika true alpha memiliki inner-wolf yang bisa aktif, berbeda dengan sub alpha. Tapi kebangkitan inner-wolf setiap true alpha berbeda-beda dan ia tidak tahu kapan miliknya akan bangkit.
"Apa ... apa maksudnya—"
"Rintarou, kamu sudah membangkitkan inner-wolf."
"Apa—"
"Itu sudah cukup menjadi alasan kenapa Papa melarangmu untuk menemui Osamu."
Rintarou menatap Wakatoshi. "Hanya karena itu? Itu tidak masuk akal."
"Itu sudah masuk akal kenapa Papa melarang kamu menemui Osamu."
"Tidak! Osamu itu alpha, tidak mungkin dia terpengaruh terlalu besar karena inner-wolf aku bangkit."
Wakatoshi terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab dengan tenang, "Itu keputusanku. Silahkan kembali ke apartemenmu, Rintarou." Ia lalu melangkah pergi dari sana melewati Rintarou yang mengepalkan tangannya menahan emosi yang memuncak.
"Kenapa ...." Rintarou menggertakkan giginya, berbalik menatap punggung papanya yang berjalan menjauh. "Kenapa Osamu, Pa!"
Langkah Wakatoshi terhenti, ia berbalik kembali untuk menatap anaknya. Rintarou menarik napasnya, pertanyaan yang terus melintas di kepalanya kembali meminta Rintarou untuk menanyakan ini pada Papanya. Karena tak bisa dibendung kembali, Rintarou akhirnya mengatakannya, "Apa ... apa hubungan Papa sama Osamu? Kenapa Papa sampai sebegininya memperlakukan Osamu?"
Wakatoshi tak menunjukkan ekspresi apa pun pada wajahnya—termaksud rasa terkejutnya karena Rintarou menanyakan tentang hubungan dirinya dengan Osamu. "Apa Osamu itu anak Papa? Apa dia saudaraku?" tanya Rintarou. "Atau jangan bilang ... Osamu ... Osamu kekasih—"
"Osamu bukan siapa-siapa, Rintarou," potong Wakatoshi. "Dia tidak memiliki hubungan apa-apa dengan kita. Dia bukan saudaramu juga bukan pengganti mamamu."
"Kalau bukan, lalu kenapa ... kenapa Papa memperlakukan Osamu seperti ini?" Rintarou masih tidak cukup puas dengan jawaban papanya meskipun perasaannya cukup lega mengetahui jika Osamu bukanlah seseorang yang ia pikirkan selama ini. "Papa tidak pernah memperlakukan seseorang seperti ini apalagi jika itu tidak ada hubungannya dengan Papa."
"Osamu memang tidak ada ikatan darah dengan kita, tapi ...." Wakatoshi menghampiri Rintarou. Iris hitamnya menatap tepat pada iris Rintarou yang selalu mengingatkannya dengan sosok wanita yang masih ia cintai sampai saat ini. Tangannya menepuk pelan puncak kepala Rintarou, membuat kenangan tentang sosok wanita itu terlintas kembali di benak Wakatoshi meskipun hanya sesaat. Ia menarik napas sebelum akhirnya melanjutkan, "Berkat Osamu, Papa bisa menyayangimu dan menganggapmu sebagai anak Papa, Rintarou."
Komentar
Posting Komentar