Langsung ke konten utama

Part 54; Solasta S2

 Lima belas tahun lalu ....

Pemandangan dibalik jendela yang awalnya hanya hamparan laut, rumah dengan pepohonan, dan ladang perlahan-lahan terganti oleh pemandangan lalu lintas kota yang tampak ramai dan padat. Meski musim panas dan suhu udara mulai meningkat tak membuat kota tersebut istirahat sejenak oleh aktivitas-aktivitas manusia, meski hanya sekian detik.

Entah sudah berapa jam berlalu tapi sepertinya sudah cukup lama perjalanan ini karena sampai sekarang, mereka tak kunjung sampai ditujuan. Membuat anak laki-laki yang sejak tadi memandang keluar jendela mobil akhirnya mengalihkan pandangannya dari jalanan kota pada pria yang duduk di sampingnya, tepat dikursi kemudi, "Ayah berapa lama lagi kita akan sampai?"

Pria yang dipanggil Ayah itu menoleh sebentar pada putranya sebelum menjawab, "Sebentar lagi sampai kok, tunggu sebentar ya?" Tapi sepertinya itu tak membuat anak laki-laki di sampingnya puas, lantas sang Ayah terkekeh pelan melanjutkan, "Sudah Ayah bilang kan Atsumu tunggu di penginapan aja sama ibu dan Osamu? Atsumu malah mau ikut ayah."

Miya Atsumu.

Anak laki-laki itu mengerucutkan bibirnya karena mendengar Ayahnya malah tertawa. "Tsumu kan mau ikut Ayah ...."

"Tapi ayah mau bertemu klien, Atsumu sayang." Ayah mengusap puncak kepala Atsumu yang masih mengerucutkan bibir. "Jangan cemberut, ya? Pulang dari sini, Atsumu mau pergi beli sesuatu?"

"Tsumu mau es krim!"

"Tentu sayang. Nanti kita beli ya?"

Matanya berbinar senang. "Tapi buat Samu juga ya ayah."

"Loh nanti es krimnya keburu cair sebelum sampai ke penginapan." Mendengar fakta itu membuat Atsumu kembali mengerucutkan bibirnya, lagi-lagi membuat Ayah tak bisa menahan tawanya. "Nanti kita beli es krim di dekat penginapan aja, ya? Oke?"

"Oke!"

Tak lama mobil yang dikendarai Ayah sampai di sebuah gedung pencakar langit yang tak Atsumu kenali. Matanya berbinar takjub melihat kokohnya gedung itu dari balik jendela—benar-benar besar sampai Atsumu tak bisa mengalihkan pandangannya dari gedung itu. Ketika sampai di depan pintu masuk, seorang pria menghampiri mereka sehingga Ayah menurunkan kaca mobil, berbicara yang entah apa kemudian Ayah kembali melajukan mobilnya menuju basement dimana tempat mobil terparkir.

Ketika mereka keluar dari mobil lagi-lagi seorang pria berbeda yang tak Atsumu kenali menghampiri mereka kemudian berbicara dengan Ayah. Hanya perbincangan singkat sebelum akhirnya Ayah menggendong Atsumu sambil berjalan mengikuti pria asing itu masuk ke dalam sebuah lift—meski awalnya Atsumu menolak karena ia sudah besar, tidak seharusnya digendong seperti ini. Tapi ayahnya hanya tertawa dan beralasan karena takut Atsumu kelelahan karena berjalan. Padahal Ayah takut jika Atsumu akan hilang dari pengawasannya sehingga lebih baik ia gendong saja sampai mereka tiba di tempat.

Dari basement mereka hanya perlu menaiki lift untuk sampai di lantai dasar. Tiba di sana, Atsumu dapat melihat banyak orang-orang berpakaian rapih dengan tanda pengenal yang tergantung di leher. Sepertinya orang-orang itu adalah pekerja di gedung ini? Karena setelan pakaian itu mirip seperti yang biasa Ayahnya pakai ketika pergi bekerja. Pria asing itu kemudian membawa mereka menuju lift di ujung lorong yang tampak sepi berbeda dengan lift yang tadi Atsumu lihat. Hanya mereka yang menaiki lift tersebut ditambah, untuk sampai di lantai atas perlu menggunakan kartu, bukan memencet tombol seperti yang biasa Atsumu lihat.

Ting!

Saat pintu terbuka, Atsumu melihat sebuah pintu besar beberapa langkah dari tempat mereka—dan hanya ada pintu tersebut di lantai ini. Kepala Atsumu bergerak ke sana kemari untuk melihat sekeliling untuk memastikan tapi benar hanya ada pintu itu saja. Pria asing itu menekan sebuah tombol di samping pintu, mengatakan jika Ayahnya sudah datang dan mempersilahkan mereka untuk masuk ke dalam ketika seseorang dibalik pintu menjawab.

Kenapa Om itu tidak ikut?

Ketika pintu terbuka Atsumu melihat sebuah ruangan besar yang sangat megah dengan seorang pria yang duduk kursi kerja di tengah ruangan. Melihat Ayahnya, pria itu segera berdiri menyambut kedatangan mereka, membuat Ayah menurunkan Atsumu dari gendongannya kemudian berjabat tangan sambil membalas sapaan pria itu.

"Selamat siang, Tuan Sakusa. Maaf kedatangan saya merepotkan anda."

Atsumu menatap pria tua yang dipanggil Tuan Sakusa oleh Ayahnya. Mungkin kah pria tua dengan setelan jas mahal ini adalah pemilik gedung ini sekaligus klien Ayahnya?

"Tidak apa, Miya-san. Kedatangan anda yang sangat saya tunggu-tunggu," jawab pria tua itu kemudian pandangannya beralih pada Atsumu.

Entah kenapa ditatap seperti itu membuat Atsumu bergidik kemudian berdiri merapat pada Ayahnya sambil memeluk tangan Ayahnya. "Maaf jika saya kemari sambil membawa anak saya, Tuan. Atsumu ingin ikut kemari."

"Tidak apa, Miya-san. Saya tidak keberatan."

Ayah memegang punggu Atsumu menyuruhnya untuk memperkenalkan diri. Atsumu berbicara pelan, "Selamat siang, namaku Miya Atsumu."

"Miya Atsumu, ya? Atsumu-kun? Berapa usiamu?" tanya pria itu sambil menundukkan pandangannya, tersenyum hangat pada Atsumu membuat perasaan takutnya mendadak hilang.

"Umurku tujuh tahun."

"Benar kah? Atsumu-kun sepertinya seumuran dengan cucuku." Pria itu mengelus puncak kepala Atsumu kemudian menegakkan tubuhnya kembali, "Silahkan duduk—"

Bruk!

Saat pria itu mempersilahkan mereka duduk terdengar suara barang jatuh di dalam ruangan itu. Mata Atsumu berpendar mencari sumber suara itu tapi tak terlihat barang jatuh atau apapun itu yang menciptakan suara nyaring seperti tadi.

"Ya ampun ... tunggu sebentar ya. Ah ya, silahkan duduk saja ya, Miya-san."

"Ah baik, Tuan."

Pria tua itu menghampiri sebuah pintu di samping mereka sambil bergumam sesuatu—tapi, belum sempat pria tua itu akan membuka pintu, pintu tersebut sudah dibuka dari dalam sehingga menampilkan sosok anak laki-laki seusia Atsumu membawa sebuah robot yang rusak di tangannya.

Melihat anak laki-laki itu sudah berada di sana, pria tua itu menghela napas, "Kiyoomi-kun, suara apa tadi? Kamu memecahkan sesuatu?"

"Robotku jatuh," jawab anak kecil itu menunjukkan robotnya yang rusak pada pria tua itu. Ayah membawa Atsumu untuk duduk di sofa sehingga Atsumu tak terlalu mendengar apa yang mereka bicarakan. Tapi, pandangan Atsumu tiba-tiba teralih pada anak laki-laki itu dan saat itulah ternyata anak laki-laki itu juga tengah memandang Atsumu.

Deg!

Ditatap seperti itu entah kenapa membuat jantung Atsumu berdetak kencang sampai ia tak sadar memutuskan pandangan mereka. Rasanya tak nyaman ditatap oleh tatapan dingin itu.

Pria tua itu meraih robot rusak milik anak laki-laki itu. "Kakek sedang ada tamu sekarang, apa kamu bisa menunggu di dalam, Kiyoomi-kun?" tanya pria itu dan dijawab anggukan oleh anak laki-laki itu. "Ah benar juga, Miya-san kenalkan, ini cucu saya, Sakusa Kiyoomi."

"Apakah dia putra dari Tuan Haru?"

"Benar, putra keduanya." Pria itu menggandeng anak laki-laki bernama Sakusa Kiyoomi untuk mendekati mereka. Ayah juga mengajak Atsumu untuk kembali berdiri sehingga Atsumu dan Kiyoomi kini saling berhadapan dengan kedua pandangan mereka yang tak saling lepas.

Deg!

Tatapan dingin itu ....

Kini berada tepat di hadapannya.

"Atsumu, ayo kenalkan diri," bisik Ayahnya.

Atsumu menatap Ayahnya terkejut, kenapa dia harus memperkenalkan diri pada anak dingin ini? Dia ingin protes, tetapi sebuah tangan yang tiba-tiba terulur padanya membuat Atsumu mengurungkan diri apalagi melihat uluran tangan siapa itu.

"Sakusa Kiyoomi."

Anak laki-laki itu menyebutkan namanya sambil mengulurkan tangan. Sebuah sopan santun namun tidak dengan tatapan dinginnya. Tapi, bukannya tidak sopan jika Atsumu mengabaikan itu? Untuk itu, dengan gugup ia membalas uluran tangan itu.

"Miya Atsumu."

Deg!

Saat kulit mereka bersentuhan Atsumu merasakan sesuatu seperti aliran listrik pada jantungnya sehingga ia refleks melepaskan tangannya sama seperti Kiyoomi yang juga cepat-cepat melepaskan jabatan tangan mereka.

Tunggu, apa?

"Ada apa Atsumu?" tanya Ayah begitu juga pria tua itu pada Kiyoomi yang kini memegang tangannya. Atsumu hanya menggeleng begitu juga dengan anak laki-laki itu. Bingung dengan apa yang terjadi, juga ... karena debaran jantungnya yang tiba-tiba sangat memburu.

"Kiyoomi-kun apa kamu bisa mengajak Atsumu main di ruanganmu?"

Main?

Atsumu menatap bergantian antara mereka karena terkejut tiba-tiba pria tua itu meminta Kiyoomi untuk mengajak Atsumu bermain. Anak laki-laki itu tak langsung menjawab dan malah melirik pada Atsumu, seolah melihat reaksi Atsumu kemudian mengiyakan permintaan kakeknya itu. Atsumu mau menolak tetapi Ayahnya menyambut ajakan itu dan menyuruh Atsumu untuk bermain dengan Kiyoomi. Tidak menyadari jika sebenarnya Atsumu enggan karena ... ia gugup.

Gugup harus bersama anak dingin ini.

Tapi ia kini mengikuti langkah anak laki-laki itu menuju ruangannya tadi. Meninggalkan Ayahnya di sana dengan pria tua itu.

Sebelum Atsumu benar-benar masuk ke dalam, ia mendengar percakapan Ayah dengan pria tua itu; Tuan Sakusa.

"Kiyoomi adalah cucu saya satu-satunya. Satu-satunya yang saya harapkan setelah kakaknya dibunuh."

*


*


*


*


*

Jika dibandingkan; Atsumu lebih mudah bergaul ketimbang Osamu. Atsumu lebih banyak bicara dan ceria ketimbang kembarannya. Ia sangat mudah beradaptasi dengan lingkungannya sehingga ia memiliki banyak teman; begitu pula ketika mereka liburan di Jepang saat ini. Atsumu langsung memiliki dua orang teman baru. Itulah kenapa, Ayah tak ragu untuk membawa Atsumu dalam situasi ini karena Atsumu pasti bisa berteman.

Tapi, entah kenapa sekarang semua sifat Atsumu seperti menghilang di hadapan anak dingin itu.

Jadi selama kurang lebih tiga puluh menit itu, mereka hanya diam sambil memainkan mainan masing-masing sampai pertemuan Ayahnya selesai. Kiyoomi maupun Atsumu tidak berbicara satu sama lain bahkan anak laki-laki itu tak sekalipun menatap padanya.

Tapi ... ketika ditanya pria tua itu, Kiyoomi menjawab, "Sangat menyenangkan." Dan itu membuat Atsumu mengangkat sebelah alisnya karena ... apa yang menyenangkan dari kegiatan mereka tadi?!

"Ayah ... Tsumu mau pipis," ucap Atsumu ketika mereka sudah pergi dari ruangan itu dan kini berada di lantai dasar. Rasa gugupnya sudah turun sampai perut dan sekarang ia ingin buang air kecil. Ayah tentu tertawa melihat mimik wajah Atsumu dan menyadari jika anaknya itu sedang gugup.

Mereka kemudian pergi ke toilet terdekat yang sepi, menurunkan Atsumu dari gendongannya untuk masuk ke dalam toilet sendiri. "Ayah tunggu di luar ya?"

"Oke Ayah!" Sebelum Atsumu masuk, ia berkata, "Ayah kita jadi beli es krim kan?"

"Tentu, nanti kita beli es krim ya?" jawab Ayah sambil tersenyum, mengelus puncak kepala Atsumu.

Eh?

Kenapa tangan Ayah gemetar?

Atsumu masuk ke dalam toilet menyelesaikan urusannya kemudian kembali pada Ayahnya. Namun, ketika Atsumu kembali, ia melihat Ayah berdiri membelakanginya bergumam sesuatu yang membuat Atsumu terdiam di tempatnya.


*


*


*


*


*

"Hei Samu, apa ... Rin-kun akan baik-baik saja?"

Osamu memandang kembarannya bingung karena tiba-tiba Atsumu malah bicara seperti itu. "Memangnya Rin kenapa sampai Tsumu mengkhawatirkan Rin?" tanya Osamu.

Tidak ada jawaban darinya.

"Tsumu ke—"

"Engga papa kok, aku cuman asal bicara," potong Atsumu. Menunjukkan senyumnya agar kembarannya itu tidak bertanya-tanya lagi tentang apa yang sedang Atsumu pikirkan dan menganggap semuanya hanya karena dirinya asal bicara.

Tapi ....

Atsumu berharap tidak ada sesuatu hal terjadi pada Rintarou.

Harapnya.

Namun ternyata, harapannya pupus ketika tragedi itu datang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Part 23; Solasta

  Suna Rintarou menghentikan mobil Chevrolet Camaro hitam miliknya tepat di depan sebuah gerbang mewah setinggi dua meter yang menjadi pintu masuk utama menuju ke kediaman Ushijima Wakatoshi; petinggi sekaligus pemilik Ushijima Group —dan juga papanya. Melihat siapa yang datang, dua orang pria yang bertugas menjaga gerbang langsung membukakan gerbang untuknya. Tak lupa membungkuk hormat untuk menyambut kedatangan sang tuan muda yang sudah lama tidak mengunjungi rumahnya. Melihatnya, Rintarou sedikit berdecih dalam hati karena dirinya tidak terlalu suka diperlakukan bak seorang pangeran—padahal faktanya; dirinya diperlakukan seperti seorang buangan . Diasingkan Bahkan tidak ada yang tahu siapa Suna Rintarou sebenarnya selain orang-orang tertentu yang sudah mendapatkan izin dari papanya untuk mengetahui siapa dirinya sebenarnya. Rintarou memarkirkan mobilnya di depan rumah setelah melewati air mancur besar yang berada di tengah-tengah halaman depan rumahnya. Dia dapat melihat beber

Part 128; Solasta

 Di tengah perjalanan mereka menuju apartemen Rintarou setelah membeli bahan makanan untuk satu minggu ke depan, Rintarou tiba-tiba mampir terlebih dahulu ke salah satu kedai kopi untuk membeli dua gelas kopi untuk mereka. Karena ia tidak tahu apakah Osamu menyukai kopi atau tidak, jadilah Rintarou akhirnya memilih vanilla latte untuk Osamu dan Americano untuk dirinya.     Setelah mengantri cukup lama, Rintarou kembali masuk ke dalam mobil dan memberikan segelas vanilla latte di tangannya pada Osamu. "Ini." Namun, Osamu tidak menerimanya dan malah menatap Rintarou kebingungan. "Buat lo, ambil." Sekali lagi Rintarou memberikan gelas itu pada Osamu dan akhirnya diterima oleh sang bodyguard.      "Terima kasih, Tuan Muda," ujarnya lalu memandang minuman itu di tangannya.      Awalnya Rintarou tidak menyadari itu karena ia sibuk meneguk americano miliknya sambil mengecek ponselnya yang menunjukkan pukul tujuh malam. Sampai ia kembali menoleh pada Osamu yang te

Part 40; Solasta

 Osamu berdiam diri di balik dinding yang terdapat di atas rooftop sebuah gedung bertingkat yang jaraknya berdekatan dengan Hotel Victorious berada. Mengamati acara pertemuan besar itu berlangsung dari atas gedung dengan menggunakan teleskop lipat di tangannya yang sengaja ia bawa di balik saku jubah hitam yang ia kenakan. Dari tempatnya berada, Osamu dapat melihat Wakatoshi sedang mengobrol dengan beberapa wanita bergaun mewah ditemani oleh Asahi di belakangnya yang bertugas mengawalnya di sana. Osamu lalu menggerakkan teleskopnya menuju ke arah lain untuk mengawasi di dalam ballroom itu yang dapat ia jangkau dari sana. Mencari sesuatu yang mencurigakan namun tidak ada yang ganjil di sana. Beberapa anggota tambahan dari divisi Sugawara sudah datang lima menit lalu dan langsung memulai tugasnya. Mengawasi di berbagai sudut yang memiliki kemungkinan adanya penyerangan tiba-tiba yang mungkin saja terjadi di sana dan beberapa tempat yang mudah untuk mengawasi keadaan di dalam hotel itu