Tanaka Ryuunosuke berdiri di depan pintu kamar; menunggu pemilik kamar tersebut membukakan pintu setelah lima menit lalu ia ketuk sambil memanggil namanya berulang kali. Awalnya tidak ada jawaban; namun setelah ketukan kesepuluh suara pemilik kamar terdengar menyahut dari dalam. Meminta pria itu menunggu sebentar sampai pintu tersebut terbuka dan sosoknya berdiri di balik sana; menyapa, "Selamat malam, Tanaka-san. Maaf membuatmu menunggu."
"It's okay, Sam. Aku ngga nunggu lama banget kok." Ryuunosuke buru-buru berujar ketika melihat pria di hadapannya membungkuk. Gestur meminta maaf yang mungkin sudah biasa ia lakukan di Jepang sehingga terbawa sampai sekarang. "Ada yang kamu kerjakan di dalam, Osamu?"
Osamu.
Pria itu menegakkan tubuhnya sebelum menjawab, "Tidak kok, aku hanya sedang bersih-bersih." Osamu menggeser tubuhnya kemudian mempersilahkan Ryuunosuke masuk. "Silahkan masuk, Tanaka-san."
Bahkan, cara penyebutan nama pun berubah.
Osamu sepertinya benar-benar terbiasa dengan budaya di sana.
Ryuunosuke mengikuti langkah Osamu masuk ke dalam kamar miliknya yang memang berada satu lantai dengan Ryuunosuke. Sebagai pekerja Tuan Eita yang bertugas di unit rahasia, mereka diberi tempat tinggal seperti sebuah asrama yang gedungnya tak jauh dari port. Seperti markas tempat orang-orang seperti mereka yang menjadi kepercayaan Eita tinggal.
"Silahkan duduk, Tanaka-san." Osamu mempersilahkan Ryuunosuke duduk pada sofa. Pria beta itu duduk di sana sambil melihat sekeliling kamar Osamu yang rapih dan bersih seperti terakhir kali ia lihat saat mengunjungi Osamu. Berbeda dengan kamarnya dan sang kakak yang sungguh seperti tidak terawat karena malas bersih-bersih. Makanya kadang, jika malas kembali ke kamar, ia dan kakaknya akan menginap di kamar Osamu; dan tentu pria itu tak menolak sama sekali. Namun semenjak Osamu harus pergi ke Jepang, Ryuunosuke dan kakaknya tidak memiliki tempat persinggahan untuk berkumpul.
Karena, Ryuunosuke hanya dekat dengan Osamu atau mungkin hanya dia saja yang merasa begitu.
"Tadi kakakku ke sini lagi ya, Sam?" tanya Ryuunosuke.
"Iya, Tanaka senpai tadi kemari lalu pergi lagi karena dipanggil oleh unit satu," jawab Osamu duduk di samping Ryuunosuke pada sofa yang lain. "Kamu tidak dipanggil, Tanaka-san?"
Ryuunosuke menggeleng, "Aku malah baru tahu kakakku dipanggil oleh unit satu darimu." Ia lalu balik bertanya, "Kamu sendiri, Sam?"
Ada jeda di sana sebelum Osamu menjawab, "Tidak, hanya Tanaka senpai yang dipanggil."
"Tumben?"
Biasanya jika ada yang genting, Osamu orang pertama yang akan dipanggil, batin Ryuunosuke.
"Tuan Semi memintaku untuk beristirahat."
Eh?
Ryuunosuke membola terkejut mendengarnya. Apa itu tadi?
Apa telinganya tidak salah mendengar?
Ia tahu jika Osamu adalah kepercayaan paling spesial bagi Eita. Tapi Ryuunosuke tidak tahu jika akan sangat spesial seperti ini sampai sang tuan sendiri yang meminta untuk beristirahat.
Ryuunosuke tahu posisi Osamu. Saat pertama kali ia memijakkan kaki di sana dan menjadi kepercayaan Eita; Osamu sudah berada di sana. Ryuunosuke tahu jika Osamu sudah dari kecil tinggal dengan Eita. Eita bersama kakak tirinya membeli Osamu pada sebuah pelelangan manusia dan karena beberapa hal Eita yang merawat, mengajari, dan memberikan perlakuan khusus pada Osamu yang akhirnya menciptakan Osamu yang sekarang.
Makhluk penghancur milik Eita.
Karena berkat pria itu, Eita berada di posisinya sekarang.
Jujur, Ryuunosuke begitu mengagumi kehebatan Osamu.
Melihat tubuh kecil dengan wajah tanpa ekspresi itu berdiri di atas para mayat dan genangan darah; dengan sebilah pisah digenggaman tangannya.
Namun ....
Entah kenapa sekarang rasanya ada yang berbeda dengan Osamu.
"Osamu, may I ask you something?" Ryuunosuke tanpa sengaja berujar, membuat Osamu menatapnya dengan pandangan bertanya. "Eh—so—sorry bu—bukan sesuatu yang bagaimana kok."
"Ada apa, Tanaka-san?"
Pria beta itu terdiam sebentar untuk berpikir apakah ia harus bertanya atau tidak. Tapi, daripada ia terus bertanya-tanya lebih baik ia tanyakan langsung pada Osamu. "Ada sesuatu yang terjadi padamu, di Jepang, Sam?"
Mendengar pertanyaan Ryuunosuke, Osamu hanya bisa terdiam untuk menyembunyikan keterkejutannya. Kenapa pria beta itu bertanya? Apakah ... perubahan yang terjadi padanya selama di Jepang terlalu terlihat?
"Memang ada beberapa hal yang berubah darimu setelah kembali, Sam. Seperti caramu bicara atau bersikap," ucap Ryuunosuke. "Tapi, selain itu, ada yang membuatku bertanya-tanya." Osamu tidak merespons, menunggu pria itu menyelesaikan ucapannya. "Tubuhmu, berubah. Maksudku, aku rasa kamu mengurus? Apa di sana terlalu ketat sampai kamu tidak makan dengan baik? Lalu ... sikap Tuan Semi, seperti—"
"Ada beberapa hal yang terjadi di sana," potong Osamu membuat Ryuunosuke agak terkejut karena baru kali ini Osamu memotong pembicaraan orang lain. "Tapi itu bukan suatu hal yang dapat mengancam posisi Tuan Semi."
Ah ....
Tatapan Osamu.
Meski pria itu bicara seperti biasa tapi tatapan matanya seolah meminta Ryuunosuke untuk tidak keluar dari batasnya. Meski dirinya seorang beta, tapi kadang kala Ryuunosuke dapat merasakan intimidasi yang dilakukan seorang alpa.
Ryuunosuke tertawa sambil memegang belakang kepalanya untuk mencairkan suasana. "Benar juga, itu juga bukan hal yang harus aku khawatirkan." Ia bangkit dari duduknya. "Kalau begitu aku ... permisi? Sepertinya ada suatu hal yang harus—"
"Tanaka-san," potong Osamu lagi-lagi. Menahan pria beta itu yang akan pergi dari sana. "Bisakah kamu tinggal sebentar? Ada yang ingin aku tanyakan."
Ryuunosuke duduk kembali di tempatnya. "Ada yang mau ditanyakan? Apa itu?" tanyanya cukup penasaran karena melihat mimik wajah pria itu yang tampak serius.
"Selama aku di Jepang, kudengar Tanaka-san yang sering ditugaskan oleh Tuan Semi." Ryuunosuke mengangguk membenarkan. "Apa Tanaka-san pernah mendengar Tuan Semi menyebutkan nama ... Suna Rintarou pada seseorang atau ketika sendiri?"
"Suna Rintarou? Nama Jepang ya? Hmm ...."
Osamu melirik Ryuunosuke dengan cemas melihat pria itu tampak berpikir mengingat-ingat sebuah nama di ingatannya. Meski sebenarnya bertanya seperti ini pada Ryuunosuke sangat beresiko tetapi Osamu ingin tahu, apakah Eita terlibat dalam perencanaan pembunuhan yang dilakukan musuh tuan besar atau tidak. Selama dia di sini—meski sudah tak lagi bekerja dengan tuan besar; ia ingin menyelidiki ini secara pribadi.
Serta untuk tuan mudanya; Suna Rintarou.
"Ah maaf Osamu ... otakku ini sangat lemah mengingat nama, sepertinya perlu beberapa waktu."
Osamu hanya bisa tersenyum maklum. "Tidak apa, Tanaka-san. Namun jika anda mengingatnya, anda bisa bilang padaku."
"Tentu, Osamu." Ryuunosuke mengacungkan jempolnya tanda setuju. "Ngomong-ngomong, apa kamu tidak ingin mempunyai ponsel kembali? Apa ponselmu yang lama sudah rusak? Lalu kemana ponselmu yang baru? Apa Tuan Semi tidak mengizinkanmu memiliki ponsel?"
Pertanyaan beruntun dilontarkan Ryuunosuke.
Tok tok!
Baru Osamu akan menjawab pintu kamarnya diketuk disusul sebuah suara terdengar, "Osamu, kau ada di dalam?"
Deg!
Baik Osamu maupun Ryuunosuke terkejut mengenali suara itu.
Itu suara Eita.
Osamu buru-buru menghampiri pintu dan membukakannya. Begitu pintu terbuka, Ryuunosuke juga cepat-cepat berdiri dari duduknya dan membungkuk hormat seperti yang dilakukan Osamu juga.
"Hormat kami, Tuan Semi."
"Oh? Apakah itu Ryuunosuke?" tanya Eita menyadari jika di sana bukan hanya ada Osamu, tetapi salah satu pekerja kepercayaan juga. "Benar, hanya Saeko yang pergi, ya?"
"Benar, Tuan." Osamu menjawab masih dengan membungkukkan badannya. Berbeda dengan Ryuunosuke yang sudah menegakkan tubuhnya, menatap mereka yang masih berdiri di sana.
"Tegakkan tubuhmu, Osamu. Kamu terlalu lama membungkuk." Eita menepuk puncak kepala Osamu mengintruksi untuk menegakkan tubuhnya kembali sambil berjalan memasuki kamar Osamu, menghampiri Ryuunosuke. "Apa yang sedang kalian lakukan di sini?" tanyanya. "Apa ada suatu hal penting yang sedang kalian bicarakan?"
Ryuunosuke melirik Osamu yang berdiri di belakang Eita. Pria itu tampak cemas dari mimik wajahnya seolah takut jika Eita mendengar perbincangan mereka atau Ryuunosuke yang membocorkan itu. Sadar akan hal itu, Ryuunosuke cepat bicara, "Maaf Tuan, saya hanya datang berkunjung."
"Begitu kah?"
"Saya kemari untuk mencari Saeko karena sebelumnya dia bilang jika sedang mengunjungi kamar Osamu tapi ternyata Saeko sedang mendapatkan tugas," ujar Ryuunosuke berusaha meyakinkan Eita bahwa apa yang dia katakan benar. "Karena Osamu tidak memiliki ponsel, jadi saya kemari untuk memastikan."
"Begitu ya kupikir ada suatu hal yang sedang kalian bicarakan."
Ryuunosuke bernapas lega karena Eita sepertinya mempercayai ucapannya. Namun—
"Sepertinya kamu kesulitan menghubungi Osamu karena Osamu tidak memiliki ponsel ya, Ryuunosuke?"
Deg!
Oh Tuhan ... sepertinya Ryuunosuke tanpa sadar bicara hal itu pada Eita.
"I—iya, Tuan."
"Maaf ya, untuk sementara Osamu tidak diperbolehkan memiliki itu."
Ryuunosuke dapat merasakan hawa tak enak di sekitarnya meskipun bibir Tuannya sedang tersenyum tetapi tidak dengan dirinya. Sepertinya Eita tak menyukai itu. "Ma—maaf kan saya jika lancang, Tuan Semi."
"Tidak apa, Ryuunosuke." Eita memegang sebelah bahu Ryuunosuke membuat pria itu tersentak kecil karena terkejut. "Bukan hanya kamu yang kesulitan, akupun juga."
"Tapi, bukannya dengan begitu kita bisa bertemu langsung dengan Osamu, benar?"
Osamu menundukkan pandangannya ketika Eita menatap dirinya sambil meremas bahu Ryuunosuke. Mereka tak bicara dan hanya harap-harap cemas takut jika tindakan mereka selanjutnya membuat Eita melakukan sesuatu.
Maka; Ryuunosuke memilih untuk undur diri.
Saat Ryuunosuke akan menutup pintu, dia melihat Eita menoleh padanya dengan tatapan yang sulit diartikan sambil merangkul Osamu yang masih diam berdiri di sana.
Komentar
Posting Komentar