Jepang, musim semi 43 tahun lalu.
Keadaan kota Tokyo terlihat sangat sibuk. Lebih sibuk dari sebulan lalu ketika salju menyelimuti kota itu. Orang-orang yang memakai pakaian musim dingin berlapis-lapis kini mulai sedikit lebih tipis dari satu bulan lalu—meskipun masih tetap tebal karena suhu udara masih cukup dingin untuk berpakian tipis.
Musim semi.
Musim yang begitu indah karena bunga-bunga mulai bermekaran. Menghiasi kota yang awalnya berwarna putih dan abu karena diselimuti salju yang kini lebih berwarna cerah. Salah satunya adalah bunga sakura yang menjadi ikonik negara tersebut. Kelopak bunga soft pink yang berterbangan ketika tertiup angin, menjadi salah satu yang ditunggu dan dinanti pada musim ini.
Musim semi yang indah.
Seindah marga gadis itu.
"Hai!"
Suara tak asing terdengar di depannya. Suara yang selalu ia dengar setiap hari dan tak pernah absen untuk selalu ia dengar. Suara yang selalu membuatnya terbangun dari lamunan terhadap hal-hal sekitarnya. Membuatnya mengalihkan fokus sepenuhnya terhadap sosok itu; yang kini berdiri di seberang jalan, melambaikan tangannya dengan senyum hangat yang selalu membingkai di wajahnya.
Melihat itu, tentu membuatnya tersenyum dan membalas lambaian tangan itu.
Sosok gadis itu berdiri di antara kerumunan orang-orang di seberang jalan yang menunggu lampu penyebrangan menyala hijau. Tak lama, lampu menyala hijau dan orang-orang mulai berjalan menyeberangi jalan termasuk dirinya. Menghampiri sosok itu yang menunggu di tempatnya berdiri.
"Baru aja aku mau ke rumah kamu," ujar gadis itu ketika mereka sudah berdiri berhadapan dengan jarak beberapa langkah. "Ternyata kita ketemu di sini."
"Kebetulan berarti," jawabnya kemudian melanjutkan, "kamu kan engga perlu jauh-jauh ke rumahku buat berangkat bareng jadinya."
Tawanya terdengar, sungguh menyejukkan.
"Selain kelas pagi, kamu ada kelas jam berapa lagi?" tanyanya ketika mereka mulai melangkah bersisian menuju stasiun kereta yang jaraknya tak jauh dari tempat mereka bertemu tadi.
"Engga ada, cuman ini." Terdengar suara kekecewaan dari gadis itu membuatnya bertanya spontan, "Ada apa?"
"Aku pikir kamu ada kelas nanti siang, tadinya aku mau ajak makan siang bareng sekalian nemenin aku nunggu kelas siang," jawabannya dengan bibir sedikit mengerucut sedih karena rencananya gagal. "Aku nunggu sendiri deh ...."
Ia cukup senang mendengar jika gadis itu mengajaknya makan siang meskipun dengan dalih menemani gadis itu menunggu kelas siang. Melihat kesempatan itu, tidak mungkin ia sia-siakan begitu saja. Maka, iapun berkata, "Aku bisa kok temenin kamu."
"Serius?" Gadis itu menatapnya dengan mata membola binar. "Kamu mau temenin aku?" Ia mengangguk, menambah binar senang gadis itu karena ia tak jadi menunggu sendirian. Senyum gadis itu pun membingkai lebar, entah kenapa menghangatkan hatinya begitu melihat senyum itu.
Senyum indah yang selalu ia sukai dari gadis itu.
Senyum yang ingin selalu ia lihat dari gadis itu, sampai kapanpun.
"Makasih ya, Hiroshi!"
Ia menjawab, "Tentu, Haruka."
Semi Haruka.
Secantik musim semi tahun ini, lalu, dan yang akan datang.
Komentar
Posting Komentar