Langsung ke konten utama

Part 492; Solasta

 "Tuan Muda mengalami kecelakaan dihari yang sama saat kamu tidak sadarkan diri."

Tak ada yang dapat Osamu katakan setelah mendengar berita itu dari Asahi. Mendengar jika Rintarou tertabrak mobil setelah menyelamatkan anak kecil yang hampir tertabrak di jalan dan menyebabkan tulang rusuknya patah dan ia mendapat luka di kepalanya. Mampu membuat Osamu terpaku di tempatnya kala mendengar kabar itu. Ia tak menyangka ... jika selama dirinya pingsan; Rintarou mengalami hal seperti ini.

Padahal seharusnya Osamu menjaga Rintarou.

Tetapi ia malah membuat Rintarou seperti ini.

Pantas jika Wakatoshi memulangkannya kembali ke Amerika. Selama ini, Osamu sadar jika dirinya tak pernah bekerja dengan benar selama menjadi bodyguard pribadi Rintarou. Ia hanya membawa Rintarou ke dalam masalah dan bermain-main dengan pria itu selama ini.

Jika saja Osamu melakukannya dengan benar ....

Langkah Osamu terhenti di depan pintu ruang inap Rintarou bersama Asahi di belakangnya yang bertugas mengantar pria itu untuk menemui Rintarou. "Anda bisa menunggu di sini, Azumane-san."

"Ya, aku akan menunggu di sini."

Osamu mengangguk sekilas kemudian meraih knop pintu untuk masuk ke dalam ruangan itu. Tangannya sedikit gemetar begitupun dengan detak jantungnya. Tapi ... Osamu berusaha untuk baik-baik saja sampai penciumannya tersapa oleh aroma khas rumah sakit dan suara elektrokardiogram yang terdengar memenuhi ruangan begitu Osamu berhasil masuk ke dalam. Osamu dapat melihat sosok Rintarou terbaring di atas ranjang rumah sakit tepat di tengah ruangan dengan kepala terperban; tak sadarkan diri.

Kakinya melangkah mendekati sosok itu hingga ia tiba di samping Rintarou. Melihat sosok Rintarou yang tak sadarkan diri mampu membuat matanya bergetar dan berair. Rasa sesak akan penyesalan kembali menyerang batinnya. Tak bisa untuk menahan diri agar tangisnya tidak pecah saat itu juga.

Osamu tidak menyangka jika ia akan menemui Rintarou untuk terakhir kalinya dalam kondisi seperti ini. Dengan Rintarou yang terbaring tak sadarkan diri seperti ini. Jika ia ingat kembali terakhir kali mereka bicara dan sarapan bersama adalah tiga hari lalu.

Juga ... ciuman mereka saat itu, menjadi ciuman terakhir mereka.

Osamu ingin bicara pada Rintarou untuk terakhir kalinya; setidaknya Rintarou mengetahui apa yang Osamu rasakan sebelum Osamu benar-benar pergi darinya. Mengatakan betapa beruntungnya ia mengenal Rintarou selama ini; mengatakan betapa menyenangkan bersama Rintarou selama hampir satu tahun ini; dan mengatakan bahwa Osamu telah jatuh hati pada pria itu.

Selain itu, Osamu ingin meminta maaf karena tak bisa menjaga Rintarou dengan benar; tak bisa selalu membuat sarapan untuk Rintarou; tak bisa menepati janjinya untuk selalu bersama Rintarou; tak bisa menjaga dirinya; dan meminta maaf karena ia telah jatuh hati pada pria itu.

Osamu tak cukup kuat untuk bisa bertahan di sisi Rintarou. Untuk itu dirinya tak berguna lagi karena tak memiliki cukup kekuatan agar dapat berdiri di samping Rintarou untuk melindunginya.

Jika saja percobaan itu tidak gagal ....

Tidak.

Seandainya dari awal, dirinya adalah seorang alpha.

Osamu mungkin bisa terus berada di sisi Rintarou untuk melindunginya.

"Dengar, Osamu."

"Ngga ada yang akan ngusir lo, ngga akan ada yang ninggalin lo, buang lo, engga ada, Sam."

"Mau lo omega, alpha, beta, atau apapun, lo tetep Osamu yang gue kenal."

"Lo tetep layak buat ada di samping gue apapun status lo."

Tidak, Rintarou.

Tangan Osamu meremas dadanya yang terasa sesak karena ucapan Rintarou kembali terlintas di ingatannya. Air matanya perlahan jatuh dari pelupuk matanya karena tak bisa ia bendung lagi. Satu persatu, setiap kenangan atas hari-hari yang mereka jalani bersama mulai terlintas; seolah mengingatkan Osamu kembali pada masa itu; dimana masih ada hari esok untuk dirinya bangun dipagi hari untuk kembali melihat Rintarou.

Melihat sosok pria itu tersenyum padanya dengan wajah khas bangun tidur sambil mengucapkan selamat pagi padanya.

"Lo ... engga tahu, Sam? Di Amerika emangnya engga ada vanilla latte?"

"Astaga ... lo hidup di mana sih sebenernya?"

"This is vanilla latte, one of the coffee menus. I don't know if you like coffee or not, that's why I bought a slightly sweet one for you."

Vanilla latte adalah minuman pertama yang Rintarou kenalkan dan berikan padanya. Minuman yang telah menjadi favorit Osamu sampai saat ini karena mengingatkan dirinya saat Rintarou pertama kali menciumnya.

"Cup ... jangan nangis, I'm here, Osamu. Gue di sini. Gue pulang buat lo. Jadi jangan nangis lagi ya?"

Osamu memeluk tubuhnya sendiri sambil menahan isak tangisnya meski air matanya terus berjatuhan. Ia menyukai dekapan Rintarou karena pelukan yang Rintarou berikan padanya terasa nyaman dan hangat.

Osamu sangat merindukan itu.

"Jangan ngelamun sambil jalan, nanti bisa-bisa kening lo malah nyium tiang."

"Dari pada kening lo cium tiang, mending kening lo gue yang cium."

Candaan Rintarou yang kadang tak sadar pria itu ucapkan, tak akan bisa Osamu dengar lagi.

"Lo diemin gue, karena cemburu?"

"Apapun pikiran yang lagi lo pikirin sekarang, itu semua engga akan terjadi, oke? Karena gue, di sini, cuman sama lo, buat lo, ngga ada yang lain."

Osamu percaya itu.

Osamu sangat mempercayai itu.

"Waktu itu, lo pernah tanya what am I to you ke gue."

"You are very important to me and I don't want to lose you in my life."

"So please don't leave me ... because I don't want to lose you."

"Maaf Rintarou ...."

Osamu berucap lirih, isak tangisnya mulai menyatu dengan suaranya saling bersautan dengan alat rekam jantung yang berbunyi di dalam ruangan itu. Osamu meremas dadany makin sesak saat mengingat kenangan itu; ketika Rintarou memintanya untuk tetap berada di sisinya dan tidak pergi meninggalkannya.

"Maaf ... hiks ... aku tidak bisa ... tidak bisa menepati janjiku."

"Maafkan aku ...."

"Maaf ...."

Osamu menutup kedua matanya yang terus bercucuran air mata dengan kedua tangannya. Memedam isak tangisnya dan semua perasaan sesak di dalam dadanya. "Rintarou ... kuharap kamu cepat pulih." Tangannya menggenggam pelan lengan Rintarou yang terpasang selang infus. Wajahnya menunduk sehingga air matanya jatuh mengenai tangan Rintarou. "Kuharap ... Rintarou dapat memaafkanku."

"Kuharap ... kita bisa bertemu lagi."

"Kuharap ...."

Osamu mengelus sisi wajah Rintarou yang masih memejamkan matanya dengan tenang. Tak ada yang Osamu katakan lagi. Ia hanya memandang wajah Rintarou untuk terakhir kalinya sebanyak yang ia bisa.

Cup.

Osamu mencium kening Rintarou yang terbalut perban. Kemudian turun pada pipinya dan memeluk pelan Rintarou sambil berbisik di telinganya;

"Aku mencintaimu, Rin."

"Bacalah pesanku setelah kamu sadar, ya?" pintanya meski Rintarou tak mungkin mendengar itu.

Setelahnya, Osamu melepaskan genggaman tangannya dari tangan Rintarou kemudian melangkah pergi dari ruangan itu. Sebelum membuka pintu, Osamu kembali menatap ke arah Rintarou. Sekali lagi melihat pria itu sebelum akhirnya keluar ruangan itu setelah mengahapus jejak air mata di pipinya.

"Sudah selesai?"

Asahi berdiri dari duduknya begitu melihat Osamu keluar dari ruangan Rintarou. Pria itu mengangguk kemudian tersenyum kecil untuk menyiaratkan pada Asahi jika ia baik-baik saja.

"Ya, maaf menunggu lama."

"Tidak apa," jawab Asahi. "Ayo, kita kembali."

Ketika mereka pergi dari sana. Natsumi yang akan menuju ruang inap Rintarou terdiam melihat sosok yang ia kenali melintas melewatinya.

"Samu-chan?"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Part 23; Solasta

  Suna Rintarou menghentikan mobil Chevrolet Camaro hitam miliknya tepat di depan sebuah gerbang mewah setinggi dua meter yang menjadi pintu masuk utama menuju ke kediaman Ushijima Wakatoshi; petinggi sekaligus pemilik Ushijima Group —dan juga papanya. Melihat siapa yang datang, dua orang pria yang bertugas menjaga gerbang langsung membukakan gerbang untuknya. Tak lupa membungkuk hormat untuk menyambut kedatangan sang tuan muda yang sudah lama tidak mengunjungi rumahnya. Melihatnya, Rintarou sedikit berdecih dalam hati karena dirinya tidak terlalu suka diperlakukan bak seorang pangeran—padahal faktanya; dirinya diperlakukan seperti seorang buangan . Diasingkan Bahkan tidak ada yang tahu siapa Suna Rintarou sebenarnya selain orang-orang tertentu yang sudah mendapatkan izin dari papanya untuk mengetahui siapa dirinya sebenarnya. Rintarou memarkirkan mobilnya di depan rumah setelah melewati air mancur besar yang berada di tengah-tengah halaman depan rumahnya. Dia dapat melihat beber

Part 128; Solasta

 Di tengah perjalanan mereka menuju apartemen Rintarou setelah membeli bahan makanan untuk satu minggu ke depan, Rintarou tiba-tiba mampir terlebih dahulu ke salah satu kedai kopi untuk membeli dua gelas kopi untuk mereka. Karena ia tidak tahu apakah Osamu menyukai kopi atau tidak, jadilah Rintarou akhirnya memilih vanilla latte untuk Osamu dan Americano untuk dirinya.     Setelah mengantri cukup lama, Rintarou kembali masuk ke dalam mobil dan memberikan segelas vanilla latte di tangannya pada Osamu. "Ini." Namun, Osamu tidak menerimanya dan malah menatap Rintarou kebingungan. "Buat lo, ambil." Sekali lagi Rintarou memberikan gelas itu pada Osamu dan akhirnya diterima oleh sang bodyguard.      "Terima kasih, Tuan Muda," ujarnya lalu memandang minuman itu di tangannya.      Awalnya Rintarou tidak menyadari itu karena ia sibuk meneguk americano miliknya sambil mengecek ponselnya yang menunjukkan pukul tujuh malam. Sampai ia kembali menoleh pada Osamu yang te

Part 40; Solasta

 Osamu berdiam diri di balik dinding yang terdapat di atas rooftop sebuah gedung bertingkat yang jaraknya berdekatan dengan Hotel Victorious berada. Mengamati acara pertemuan besar itu berlangsung dari atas gedung dengan menggunakan teleskop lipat di tangannya yang sengaja ia bawa di balik saku jubah hitam yang ia kenakan. Dari tempatnya berada, Osamu dapat melihat Wakatoshi sedang mengobrol dengan beberapa wanita bergaun mewah ditemani oleh Asahi di belakangnya yang bertugas mengawalnya di sana. Osamu lalu menggerakkan teleskopnya menuju ke arah lain untuk mengawasi di dalam ballroom itu yang dapat ia jangkau dari sana. Mencari sesuatu yang mencurigakan namun tidak ada yang ganjil di sana. Beberapa anggota tambahan dari divisi Sugawara sudah datang lima menit lalu dan langsung memulai tugasnya. Mengawasi di berbagai sudut yang memiliki kemungkinan adanya penyerangan tiba-tiba yang mungkin saja terjadi di sana dan beberapa tempat yang mudah untuk mengawasi keadaan di dalam hotel itu