"Tuan Muda mengalami kecelakaan dihari yang sama saat kamu tidak sadarkan diri."
Tak ada yang dapat Osamu katakan setelah mendengar berita itu dari Asahi. Mendengar jika Rintarou tertabrak mobil setelah menyelamatkan anak kecil yang hampir tertabrak di jalan dan menyebabkan tulang rusuknya patah dan ia mendapat luka di kepalanya. Mampu membuat Osamu terpaku di tempatnya kala mendengar kabar itu. Ia tak menyangka ... jika selama dirinya pingsan; Rintarou mengalami hal seperti ini.
Padahal seharusnya Osamu menjaga Rintarou.
Tetapi ia malah membuat Rintarou seperti ini.
Pantas jika Wakatoshi memulangkannya kembali ke Amerika. Selama ini, Osamu sadar jika dirinya tak pernah bekerja dengan benar selama menjadi bodyguard pribadi Rintarou. Ia hanya membawa Rintarou ke dalam masalah dan bermain-main dengan pria itu selama ini.
Jika saja Osamu melakukannya dengan benar ....
Langkah Osamu terhenti di depan pintu ruang inap Rintarou bersama Asahi di belakangnya yang bertugas mengantar pria itu untuk menemui Rintarou. "Anda bisa menunggu di sini, Azumane-san."
"Ya, aku akan menunggu di sini."
Osamu mengangguk sekilas kemudian meraih knop pintu untuk masuk ke dalam ruangan itu. Tangannya sedikit gemetar begitupun dengan detak jantungnya. Tapi ... Osamu berusaha untuk baik-baik saja sampai penciumannya tersapa oleh aroma khas rumah sakit dan suara elektrokardiogram yang terdengar memenuhi ruangan begitu Osamu berhasil masuk ke dalam. Osamu dapat melihat sosok Rintarou terbaring di atas ranjang rumah sakit tepat di tengah ruangan dengan kepala terperban; tak sadarkan diri.
Kakinya melangkah mendekati sosok itu hingga ia tiba di samping Rintarou. Melihat sosok Rintarou yang tak sadarkan diri mampu membuat matanya bergetar dan berair. Rasa sesak akan penyesalan kembali menyerang batinnya. Tak bisa untuk menahan diri agar tangisnya tidak pecah saat itu juga.
Osamu tidak menyangka jika ia akan menemui Rintarou untuk terakhir kalinya dalam kondisi seperti ini. Dengan Rintarou yang terbaring tak sadarkan diri seperti ini. Jika ia ingat kembali terakhir kali mereka bicara dan sarapan bersama adalah tiga hari lalu.
Juga ... ciuman mereka saat itu, menjadi ciuman terakhir mereka.
Osamu ingin bicara pada Rintarou untuk terakhir kalinya; setidaknya Rintarou mengetahui apa yang Osamu rasakan sebelum Osamu benar-benar pergi darinya. Mengatakan betapa beruntungnya ia mengenal Rintarou selama ini; mengatakan betapa menyenangkan bersama Rintarou selama hampir satu tahun ini; dan mengatakan bahwa Osamu telah jatuh hati pada pria itu.
Selain itu, Osamu ingin meminta maaf karena tak bisa menjaga Rintarou dengan benar; tak bisa selalu membuat sarapan untuk Rintarou; tak bisa menepati janjinya untuk selalu bersama Rintarou; tak bisa menjaga dirinya; dan meminta maaf karena ia telah jatuh hati pada pria itu.
Osamu tak cukup kuat untuk bisa bertahan di sisi Rintarou. Untuk itu dirinya tak berguna lagi karena tak memiliki cukup kekuatan agar dapat berdiri di samping Rintarou untuk melindunginya.
Jika saja percobaan itu tidak gagal ....
Tidak.
Seandainya dari awal, dirinya adalah seorang alpha.
Osamu mungkin bisa terus berada di sisi Rintarou untuk melindunginya.
"Dengar, Osamu."
"Ngga ada yang akan ngusir lo, ngga akan ada yang ninggalin lo, buang lo, engga ada, Sam."
"Mau lo omega, alpha, beta, atau apapun, lo tetep Osamu yang gue kenal."
"Lo tetep layak buat ada di samping gue apapun status lo."
Tidak, Rintarou.
Tangan Osamu meremas dadanya yang terasa sesak karena ucapan Rintarou kembali terlintas di ingatannya. Air matanya perlahan jatuh dari pelupuk matanya karena tak bisa ia bendung lagi. Satu persatu, setiap kenangan atas hari-hari yang mereka jalani bersama mulai terlintas; seolah mengingatkan Osamu kembali pada masa itu; dimana masih ada hari esok untuk dirinya bangun dipagi hari untuk kembali melihat Rintarou.
Melihat sosok pria itu tersenyum padanya dengan wajah khas bangun tidur sambil mengucapkan selamat pagi padanya.
"Lo ... engga tahu, Sam? Di Amerika emangnya engga ada vanilla latte?"
"Astaga ... lo hidup di mana sih sebenernya?"
"This is vanilla latte, one of the coffee menus. I don't know if you like coffee or not, that's why I bought a slightly sweet one for you."
Vanilla latte adalah minuman pertama yang Rintarou kenalkan dan berikan padanya. Minuman yang telah menjadi favorit Osamu sampai saat ini karena mengingatkan dirinya saat Rintarou pertama kali menciumnya.
"Cup ... jangan nangis, I'm here, Osamu. Gue di sini. Gue pulang buat lo. Jadi jangan nangis lagi ya?"
Osamu memeluk tubuhnya sendiri sambil menahan isak tangisnya meski air matanya terus berjatuhan. Ia menyukai dekapan Rintarou karena pelukan yang Rintarou berikan padanya terasa nyaman dan hangat.
Osamu sangat merindukan itu.
"Jangan ngelamun sambil jalan, nanti bisa-bisa kening lo malah nyium tiang."
"Dari pada kening lo cium tiang, mending kening lo gue yang cium."
Candaan Rintarou yang kadang tak sadar pria itu ucapkan, tak akan bisa Osamu dengar lagi.
"Lo diemin gue, karena cemburu?"
"Apapun pikiran yang lagi lo pikirin sekarang, itu semua engga akan terjadi, oke? Karena gue, di sini, cuman sama lo, buat lo, ngga ada yang lain."
Osamu percaya itu.
Osamu sangat mempercayai itu.
"Waktu itu, lo pernah tanya what am I to you ke gue."
"You are very important to me and I don't want to lose you in my life."
"So please don't leave me ... because I don't want to lose you."
"Maaf Rintarou ...."
Osamu berucap lirih, isak tangisnya mulai menyatu dengan suaranya saling bersautan dengan alat rekam jantung yang berbunyi di dalam ruangan itu. Osamu meremas dadany makin sesak saat mengingat kenangan itu; ketika Rintarou memintanya untuk tetap berada di sisinya dan tidak pergi meninggalkannya.
"Maaf ... hiks ... aku tidak bisa ... tidak bisa menepati janjiku."
"Maafkan aku ...."
"Maaf ...."
Osamu menutup kedua matanya yang terus bercucuran air mata dengan kedua tangannya. Memedam isak tangisnya dan semua perasaan sesak di dalam dadanya. "Rintarou ... kuharap kamu cepat pulih." Tangannya menggenggam pelan lengan Rintarou yang terpasang selang infus. Wajahnya menunduk sehingga air matanya jatuh mengenai tangan Rintarou. "Kuharap ... Rintarou dapat memaafkanku."
"Kuharap ... kita bisa bertemu lagi."
"Kuharap ...."
Osamu mengelus sisi wajah Rintarou yang masih memejamkan matanya dengan tenang. Tak ada yang Osamu katakan lagi. Ia hanya memandang wajah Rintarou untuk terakhir kalinya sebanyak yang ia bisa.
Cup.
Osamu mencium kening Rintarou yang terbalut perban. Kemudian turun pada pipinya dan memeluk pelan Rintarou sambil berbisik di telinganya;
"Aku mencintaimu, Rin."
"Bacalah pesanku setelah kamu sadar, ya?" pintanya meski Rintarou tak mungkin mendengar itu.
Setelahnya, Osamu melepaskan genggaman tangannya dari tangan Rintarou kemudian melangkah pergi dari ruangan itu. Sebelum membuka pintu, Osamu kembali menatap ke arah Rintarou. Sekali lagi melihat pria itu sebelum akhirnya keluar ruangan itu setelah mengahapus jejak air mata di pipinya.
"Sudah selesai?"
Asahi berdiri dari duduknya begitu melihat Osamu keluar dari ruangan Rintarou. Pria itu mengangguk kemudian tersenyum kecil untuk menyiaratkan pada Asahi jika ia baik-baik saja.
"Ya, maaf menunggu lama."
"Tidak apa," jawab Asahi. "Ayo, kita kembali."
Ketika mereka pergi dari sana. Natsumi yang akan menuju ruang inap Rintarou terdiam melihat sosok yang ia kenali melintas melewatinya.
"Samu-chan?"
Komentar
Posting Komentar