Langsung ke konten utama

Part 480; Solasta

 Hirugami Sachiro memeriksa kondisi Kuroo Tetsurou yang masih belum sadarkan diri sejak kemarin. Dilihat dari kondisi fisiknya, pria itu tidak mendapatkan luka apapun dan semua testnya menghasilkan hasil yang baik. Namun, pria alpha itu tak kunjung sadarkan diri sejak mengalami syok ketika melihat kejadian kecelakaan kemarin. Sehingga Sachiro simpulkan jika kondisi mental Tetsurou yang terganggu.

Mengingat jika Tetsurou adalah teman kecil Rintarou dan pria itu pernah mengalami kecelakaan saat kecil—yang menyebabkan Rintarou kehilangan ingatannya—pasti terjadi sesuatu dengan pria itu. Sachiro tidak menanyai kejadian tersebut secara detail pada Wakatoshi, sehingga ia tak tahu apa yang terjadi pada Tetsurou saat kejadian itu terjadi.

Untuk itu, Sachiro bertanya pada ibu Tetsurou; Kuroo Natsumi yang berdiri di sisinya. "Kuroo-san, apa saya boleh bertanya pada anda?"

Natsumi mengalihkan pandangannya pada Sachiro. "Ya, anda ingin bertanya apa, Dokter?"

Natsumi sudah mengetahui jika Sachiro adalah dokter pribadi keluarga Ushijima dan mengetahui soal Rintarou dan Tetsurou. Jadi, Sachiro tak perlu khawatir lagi untuk bertanya, "Saya mendengar jika Rintarou pernah mengalami kecelakaan saat kecil. Katanya saat itu, Rintarou menyelamatkan temannya yang terbawa ombak dan tenggelam." Sachiro menjeda penjelasannya saat melihat reaksi Natsumi yang tiba-tiba menegang. "Apa teman yang Rintarou selamatkan adalah putra anda, Natsumi-san?"

Natsumi tak langsung menjawab. Wanita itu beralih menatap Tetsurou yang terbaring di atas ranjang, dan tanpa sadar air matanya mengalir. Tangan kurus wanita itu menggenggam erat lengan putranya sebelum akhirnya menjawab dengan menahan isak tangisnya. "Bukan, Rin-chan saat itu menyelamatkan temannya yang lain. Salah satu putra pengunjung resort yang keluarga kami kelola."

Bukan?

Lalu ... kenapa reaksi wanita itu—

"Tapi, setelah kejadian itu Tetsu-chan mengalami gangguan pada mentalnya," ucap Natsumi, cukup membuat Sachiro terkejut mendengarnya. Ia tak menyangka jika Tetsurou pernah mengalami hal itu saat kecil. Ini diluar dugaannya. "Semenjak itu, Tetsu-chan ketakutan setiap bertemu Rin-chan apalagi ketika ia tahu jika Rin-chan lupa ingatan. Tetsu-chan sering menangis dan mengatakan 'salahku' atau kalimat permintaan maaf dan penyesalan. Saya tidak tahu kenapa Tetsu-chan seperti itu, setelah Daren dan Ushijima-san membawa Tetsu-chan ke psikiater pun, Tetsu-chan tidak mengatakan apa-apa, dan ingatannya terkunci."

"Ingatannya terkunci?"

Natsumi mengangguk. "Dokter Akaashi hanya mengatakan jika wolf Tetsu-chan yang mengunci ingatannya. Kerusakan mental itu membuat insting wolf Tetsu-chan melemah dan mengunci ingatannya sendiri. Untuk itu ... meski Tetsu-chan adalah seorang alpha, insting wolf miliknya tak berfungsi dengan semestinya. Siklus rut-nya pun tidak stabil."

"Begitu ...." Sachiro pernah mendengar kondisi ini. Kerusakan mental memang kadang membuat wolf dalam diri manusia terkena dampaknya. Tapi mungkin dalam kasus Tetsurou, pria itu pun tanpa sadar menginginkan ingatannya terkunci agar ia tak mengingat kejadian itu lagi.

Ketika melihat kecelakaan kemarin, mungkin mengingatkan Tetsurou pada kejadian kecelakaan dahulu. Membuat ingatannya kembali terbuka sehingga Tetsurou tertidur untuk memulihkan ingatannya kembali.

Tapi itu baru teorinya. Sampai saat ini belum ada kejadian jika seseorang yang mengunci ingatannya dapat membuka ingatannya kembali.

"Saat anda tahu ingatan Tetsurou terkunci, anda tidak berusaha untuk membukanya kembali?" tanya Sachiro.

Natsumi menggeleng, masih menatap putra sulungnya seraya menjawab, "Ketika ingatan Tetsu-chan terkunci, Tetsu-chan kembali bisa tersenyum dan tertawa seperti biasa. Melihatnya kembali bermain dengan Rin-chan seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya ... membuat saya lega dan bersyukur sampai berpikir jika inilah yang terbaik."

"Keluarga kami sudah berjanji pada Ayumi-chan untuk menjaga Rin-chan. Jika ... memang Tetsu-chan yang membuat Rin-chan dan Samu-chan tenggelam, maka Tetsu-chan hanya perlu melindunginya kembali sekarang."

"Samu-chan? Apa itu anak yang Rintarou selamatkan?" tanya Sachiro yang entah kenapa tak merasa asing dengan nama itu. Seperti familiar dan ia pernah mendengarnya di suatu tempat.

"Ya, Samu-chan namanya."

"Apa anda ingat nama lengkapnya?" tanya Sachiro sedikit tak sabaran.

"Anu ...." Natsumi berpikir sebentar, sejujurnya ia sedikit lupa dengan nama panjang anak itu karena Tetsurou dan Rintarou memanggil mereka Samu. "Saya tidak terlalu ingat ...."

"Bisa anda ingat-ingat lagi?"

"Tunggu sebentar." Natsumi kembali berpikir keras untuk mengingat nama anak kecil itu. "Namanya ... mungkin kalau tidak salah Miy—"

Tok! Tok!

Pintu kamar inap Tetsurou diketuk membuat percakapan mereka terputus. Tak lama pintu itu terbuka dan menampilkan Kozume Kenma di sana dengan membawa satu buket bunga aster di tangannya. Pria beta itu terlihat terkejut ketika melihat (ternyata) ada orang lain di dalam kamar rawat Tetsurou. Membuatnya sedikit kikuk. "Maaf, saya pikir ... anda tidak ada di sini, Dokter."

Sachiro hanya bisa menghela napasnya karena percakapan mereka yang terputus sedangkan fokus Natsumi kini tertuju pada pria beta itu.

Natsumi bertanya, "Apa kamu teman Tetsu-chan?"

Tetsu-chan?

"Oh ...." Kenma berpikir dengan apa ia memperkenalkan namanya. Ia tidak bisa sembarangan memperkenalkan dirinya sebagai anak buah Wakatoshi karena posisinya yang dirahasiakan. Dan lagi, jika Kenma memperkenalkan dirinya sebagai itu, apa Natsumi akan percaya apalagi melihat Kenma membawa sebuket bunga—yang menandakan jika hubungan mereka pastinya lebih dari sekedar kenalan.

"Saya ... saya teman Kuro," jawab Kenma singkat diujung bicaranya, pada akhirnya.

"Ah begitu ...." Natsumi mengangguk mengerti, mempersilahkan Kenma untuk masuk lebih dalam karena pria itu sejak tadi berdiri di dekat pintu. "Saya tidak menyangka jika Tetsu-chan memiliki teman selain Rin-chan, Kotarou-kun, Tooru-kun, dan Kei-kun."

"Kami baru beberapa bulan ini bertemu," jawab Kenma, menjelaskan agar Natsumi tidak curiga.

"Begitu ...."

"Saya Kozume Kenma."

Kenma mengulurkan tangannya pada Natsumi untuk memperkenalkan dirinya dan dibalas oleh wanita itu. "Saya Kuroo Natsumi, ibunya Tetsu-chan. Senang bertemu denganmu, Kozume-san."

Tok! Tok!

Pintu kamar inap Tetsurou kembali diketuk oleh seorang perawat yang memberitahu Sachiro untuk segera ke ruangan berikutnya untuk melakukan pemeriksaan kembali. Sachiro akhirnya berpamitan pada mereka berdua. Berakhir tanpa mengetahui nama lengkap anak tersebut.

Tak apa, ia akan bertanya kembali pada Natsumi lain waktu.

Setelah kepergian Sachiro di sana. Kenma lalu memberikan buket bunga aster yang dia bawa pada Natsumi. "Ini untuk ... Kuro."

"Ah terima kasih, bunga yang cantik." Wanita itu menerimanya dengan senang hati. "Bunga aster ya, saya dengar itu melambangkan kasih dan kesabaran. Cocok dibawa untuk orang sakit."

"Oh?" Kenma terkejut, jujur saja ia tak tahu jika bunga aster yang ia bawa melambangkan seperti itu. "Itu ... pemilik toko yang merekomendasikan."

Natsumi tertawa kecil melihat reaksi salah tingkah Kenma yang menggemaskan. Wanita itu kemudian berpamitan sebentar untuk mencari pot untuk bunga tersebut agar bisa ia pajang di nakas samping tempat tidur Tetsurou. Meninggalkan Kenma sendirian di dalam ruangan itu bersama Tetsurou yang terbaring di ranjang.

Setelah Natsumi pergi, kenma menghela napasnya. Menarik kursi di sisi ranjang Tetsurou dan duduk di sana sambil mematai wajah damai Tetsurou yang sedang tertidur. Tetsurou saat ini terlihat sangat damai ketimbang ketika dirinya bangun. Kenma hanya melakukan itu sampai tanpa sadar perasaannya menghangat dan debaran jantungnya mulai menggila menyebabkan wajahnya sedikit memanas.

Astaga ....

Ini pertemuan pertama mereka kembali setelah kejadian ciuman itu. Sejak saat itu, Kenma memutus kontak mereka dan menjauhi Tetsurou. Ia melakukan itu agar Kenma bisa melupakan kejadian itu dan agar dirinya tidak merasakan perasaan aneh seperti ini lagi. Jantungnya sering berdebar tak karuan dan wajahnya sering memanas ketika ia tanpa sadar memikirkan Tetsurou. Makanya, ia menyibukkan dirinya saat ini agar melupakan kejadian itu.

Tapi entah kenapa Kenma malah berada di sini sekarang. Membawakan pria itu bunga, dan duduk di sampingnya.

"Astaga ...." Kenma menghela napas sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Saat mendengar kondisi Tetsurou, jujur saja, Kenma sedikit mengkhawatirkan kondisi pria itu.

Dia ... takut terjadi sesuatu pada pria itu.

"Apa yang kamu harapkan dari seorang beta sepertiku?"

Pertanyaan itu kembali terlintas diingatannya. Pertanyaan yang ia ajukan pada Tetsurou saat itu untuk mengetahui apakah pria itu benar-benar dalam tindakannya atau hanya main-main dengan dirinya. Untuk menjawab segala pertanyaan di kepalanya atas apa yang Tetsurou lakukan padanya selama ini.

"Yang gue harapkan adalah bisa milikin lo Ken."

Kenma merasakan jantungnya berdebar lebih kencang seketika.

"Gue tertarik sama lo karena lo Kozume Kenma, bukan karena status lo."

Kenma mengangkat pandangannya kembali untuk menatap Tetsurou di sana. Perasaannya tiba-tiba menghangat kala mengingat kembali saat dirinya bersama Tetsurou meski hanya beberapa kali saja. Mengingat kembali bagaimana usaha pria itu untuk mendekatinya dan bagaimana ucapannya yang terdengar gombal namun ia ucapkan dengan keyakinan di wajahnya. Membuat Kenma tanpa sadar menggerakkan tangannya untuk meyentuh jemari Tetsurou di atas ranjang.

Deg!

Kenma memegang jari telunjuknya perlahan sebelum akhirnya menggenggam erat sepenuhnya. Ia memejamkan matanya. "Kamu harus cepat bangun, Kuro."

Deg!

Mata Kenma yang awalnya terpejam mendadak terbuka ketika merasakan genggaman tangannya dibalas oleh Tetsurou. Kedua matanya terbelalak ketika melihat Tetsurou yang telah membuka matanya. Menatapnya dengan sayu namun masih bisa menampilkan senyum jahilnya. Seolah menggoda Kenma yang berada di sana, di sisinya.

"Ka—kamu udah bangun?" tanya Kenma terbata sampai reflek bangun dari duduknya. Ia menarik tangannya dari genggaman Tetsurou namun ditahan oleh pria itu.

Tenaganya kuat sekali ... padahal pria itu bangun bangun dari pingsannya loh.

"Kuro lepas."

"Engga mau," jawabnya pelan tapi masih dapat terdengar oleh Kenma.

"Kuro lepas atau—wah!"

Tetsurou menarik genggaman mereka sehingga tubuh Kenma langsung jatuh menimpa Tetsurou. Kepalanya berada di atas dada pria itu dengan tangan Tetsurou yang lain memeluk tubuhnya, menahan Kenma untuk pergi dari sana.

Kenma tak bisa bergerak. "Kuro, aku peringati ...."

"Gue engga takut," jawabnya.

"Kamu baru sadar, aku harus panggil dokter."

"Engga mau," tolaknya, menahan Kenma tetap di sana dan tidak pergi darinya. "Kalau gue lepas, lo bakal pergi lagi, Ken."

Kenma yang semula memberontak berusaha melepaskan diri terdiam begitu mendengar ucapan Tetsurou setelahnya. Kepalanya menegadah. "Tapi Kuro—"

"Just let me like this for a little while."

Deg!

Kenma akhirnya menyerah dan membiarkan Tetsurou untuk melakukan apa yang pria itu inginkan untuk beberapa saat. Membiarkan Tetsurou memeluk dirinya, menghirup aroma tubuh Kenma yang tercampur oleh parfum, dan kehangatan pria itu yang telah membangunkan dirinya.

Begitupula dengan Tetsurou yang membiarkan Kenma mendengar detak jantungnya yang berdetak lebih kencang dari sebelumnya.

Membuat pipi Kenma memerah di sana.

"Mau apapun status lo, gue ngga peduli, yang gue peduli adalah karena itu lo, Ken."

"Just a while," cicit Kenma. 

Tetsurou tersenyum kecil mendengarnya. "Yes, just a while."

Di arah pintu, Natsumi yang akan masuk ke dalam ruang inap Tetsurou mengurungkan niatnya saat melihat pemandangan di dalam sana. Wanita itu tersenyum kecil sambil membalikkan badannya kembali sambil membawa pot berisi bunga aster yang di bawa Kenma.

"Teman ya?"


*


*


*


*


*


Daren Albert menatap dalam diam sosok yang terbaring di atas ranjang rumah sakit dengan perban mengelilingi kepala dan dadanya. Matanya terpejam dengan alat bantu pernapasan di hidungnya juga selang infus di tangan. Pemandangan familiar yang pernah ia lihat sebelumnya, namun dengan sosok yang lebih kecil dari sebelumnya.

Sudah empat belas tahun berlalu ....

Tapi Daren masih mengingatnya dengan jelas.

"Kamu ... pamanku?"

Daren menutup matanya dengan kedua tangannya. Kalut jika sampai kejadian itu terulang kembali dihidupnya; ketika Rintarou lupa akan ingatannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Part 23; Solasta

  Suna Rintarou menghentikan mobil Chevrolet Camaro hitam miliknya tepat di depan sebuah gerbang mewah setinggi dua meter yang menjadi pintu masuk utama menuju ke kediaman Ushijima Wakatoshi; petinggi sekaligus pemilik Ushijima Group —dan juga papanya. Melihat siapa yang datang, dua orang pria yang bertugas menjaga gerbang langsung membukakan gerbang untuknya. Tak lupa membungkuk hormat untuk menyambut kedatangan sang tuan muda yang sudah lama tidak mengunjungi rumahnya. Melihatnya, Rintarou sedikit berdecih dalam hati karena dirinya tidak terlalu suka diperlakukan bak seorang pangeran—padahal faktanya; dirinya diperlakukan seperti seorang buangan . Diasingkan Bahkan tidak ada yang tahu siapa Suna Rintarou sebenarnya selain orang-orang tertentu yang sudah mendapatkan izin dari papanya untuk mengetahui siapa dirinya sebenarnya. Rintarou memarkirkan mobilnya di depan rumah setelah melewati air mancur besar yang berada di tengah-tengah halaman depan rumahnya. Dia dapat melihat b...

Part 40; Solasta

 Osamu berdiam diri di balik dinding yang terdapat di atas rooftop sebuah gedung bertingkat yang jaraknya berdekatan dengan Hotel Victorious berada. Mengamati acara pertemuan besar itu berlangsung dari atas gedung dengan menggunakan teleskop lipat di tangannya yang sengaja ia bawa di balik saku jubah hitam yang ia kenakan. Dari tempatnya berada, Osamu dapat melihat Wakatoshi sedang mengobrol dengan beberapa wanita bergaun mewah ditemani oleh Asahi di belakangnya yang bertugas mengawalnya di sana. Osamu lalu menggerakkan teleskopnya menuju ke arah lain untuk mengawasi di dalam ballroom itu yang dapat ia jangkau dari sana. Mencari sesuatu yang mencurigakan namun tidak ada yang ganjil di sana. Beberapa anggota tambahan dari divisi Sugawara sudah datang lima menit lalu dan langsung memulai tugasnya. Mengawasi di berbagai sudut yang memiliki kemungkinan adanya penyerangan tiba-tiba yang mungkin saja terjadi di sana dan beberapa tempat yang mudah untuk mengawasi keadaan di dalam hotel...

Part 45; Solasta

 Sudah hampir dua jam Rintarou duduk diam di sofa kamarnya sambil memandang Osamu yang masih terlelap di atas tempat tidur miliknya. Tidak ada tanda-tanda pria itu akan sadar dari pingsannya sejak terakhir kali Rintarou coba membangunkannya. Telapak kakinya bergerak tak sabar—gemas ingin membangunkan pria itu agar ia bisa memastikan apakah ada luka lain yang Osamu dapatkan dari hasil entah apa yang pria itu lakukan sampai membuatnya babak belur begini. Melihat masih tak ada tanda-tanda Osamu akan membuka matanya, Rintarou menghela napas gusar. "Serius … lo kapan bangun sih, Sam?" gumamnya mengacak rambut belakangnya frustasi lalu bangkit berdiri dari posisinya. Menghampiri Osamu sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Kalau lo kenapa-kenapa, bisa-bisa gue yang disalahin Papa tau?" "Mana Kak Daichi ngga bisa ke sini sekarang." "Kenapa juga Kak Daichi ngga bisa ke sini sekarang?" "Mana gue ngga boleh kemana-mana lagi ... aneh banget....