Di tengah perjalanan mereka menuju apartemen Rintarou setelah membeli bahan makanan untuk satu minggu ke depan, Rintarou tiba-tiba mampir terlebih dahulu ke salah satu kedai kopi untuk membeli dua gelas kopi untuk mereka. Karena ia tidak tahu apakah Osamu menyukai kopi atau tidak, jadilah Rintarou akhirnya memilih vanilla latte untuk Osamu dan Americano untuk dirinya.
Setelah mengantri cukup lama, Rintarou kembali masuk ke dalam mobil dan memberikan segelas vanilla latte di tangannya pada Osamu. "Ini." Namun, Osamu tidak menerimanya dan malah menatap Rintarou kebingungan. "Buat lo, ambil." Sekali lagi Rintarou memberikan gelas itu pada Osamu dan akhirnya diterima oleh sang bodyguard.
"Terima kasih, Tuan Muda," ujarnya lalu memandang minuman itu di tangannya.
Awalnya Rintarou tidak menyadari itu karena ia sibuk meneguk americano miliknya sambil mengecek ponselnya yang menunjukkan pukul tujuh malam. Sampai ia kembali menoleh pada Osamu yang ternyata tidak segera meminum minumannya. "Kenapa engga diminum, Osamu?" tanya Rintarou membuat Osamu sedikit terkejut dan memandangnya. "Lo engga suka vanilla latte?"
"Vanilla latte?" tanyanya balik, memandang bergantian antara minuman di tangannya dan Rintarou.
Dan itu membuat Rintarou bingung. "Lo ... engga tahu, Sam? Di Amerika emangnya engga ada vanilla latte?" Osamu menggeleng tak yakin karena dia pu tidak tahu apakah di negaranya dulu ada minuman semacam ini atau tidak. Karena Osamu tidak pernah meminum ini sebelumnya. "Astaga ... lo hidup di mana sih sebenernya?" Rintarou hanya geleng-geleng kepala lalu menunjuk minuman di tangan Osamu. "This is vanilla latte, one of the coffee menus. I don't know if you like coffee or not, that's why I bought a slightly sweet one for you."
"Rasanya enak kok, coba lo coba dulu."
Osamu lalu meneguk minuman di tangannya pelan setelah berpikir beberapa saat. Gerakan tangannya terhenti sebentar dengan mimik wajah seriusnya yang berubah terkejut. Mata bulatnya sedikit berbinar lalu melanjutkan meneguk minuman itu lagi.
"Enak ...," cicit Osamu lalu memandang Rintarou dengan mata berbinarnya. "Namanya apa, Tuan Muda?"
"Vanilla latte."
"Vanilla latte, enak."
"Lo suka?" tanya Rintarou.
Osamu mengangguk bersemangat, wajahnya terlihat sumringah walaupun tidak terlalu kentara di antara wajah tanpa ekspresi miliknya. Tapi walaupun begitu saja, entah kenapa membuat jantung Rintarou sedikit berdetak kencang dan rasanya ... ia ingin menyunggingkan senyumnya melihat betapa menggemaskan tingkah Osamu di hadapannya. Tangannya bergerak menepuk pelan puncak kepala Osamu, membuat yang ditepuk terdiam saking terkejutnya.
"Syukur deh kalau lo suka, dihabisin ya, Osamu."
Pandangan mereka saling bertemu beberapa saat. Tubuh Osamu terasa berdesir ketika memandang netra kuning kecoklatan milik Rintarou juga senyumnya yang entah kenapa mampu membuat jantungnya berdetak memburu. Osamu menahan napasnya saat merasakan sesuatu terjadi pada tubuhnya dan itu sangat mengganggunya.
Pencahayaan yang temaram di dalam mobil itu membuat Rintarou tidak menyadari jika wajah Osamu bersemu merah. Namun, Rintarou mencium sesuatu yang manis di dalam mobil itu. Sangat manis sampai membuatnya kehilangan kontrol tubuhnya. Rasa manis yang mampu memberikan kenyaman dan rasa tak puas hanya dengan menciumnya sekali. Entah dari mana, apakah dari vanilla latte milik Osamu?
Rintarou menajamkan penciumannya, mencium ke segala arah untuk menemukan rasa manis ini sampai ....
"Tuan Muda?"
Tanpa sadar, Rintarou sudah mendekatkan wajahnya pada Osamu sehingga jarak di antara mereka berdua hany sejangkal saja. Osamu merasakan jantungnya tambah berdebar ketika netra sang tuan muda memandangnya penuh dan semakin lama, mengikis jarak di antara mereka. "Tu—tuan—"
"Kamu manis banget, Samu."
Deg!
Osamu membola melihat iris mata Rintarou berubah menjadi kuning safir, aura di sekitarnya terasa berat juga cara bicaranya yang berbeda. Benar-benar bukan seperti Suna Rintarou yang Osamu kenali. Hal itu membuat tubuh Osamu terasa tak nyaman dan ia tak bisa lari ke mana-mana. Seperti ada sesuatu yang menahannya dan memintanya untuk patuh.
Kedua lengan Osamu meremas gelas minuman di tangannya, menutup matanya saat merasakan benda kenyal menyapa permukaan bibir Osamu yang tertutup. Tentu saja membuat Osamu menahan napasnya dan merasakan ciuman yang tiba-tiba itu. Osamu tidak berani membuka matanya dan memilih diam saat Rintarou bergerak mengecup pelan bibir ranumnya. Awalnya hanya kecupan biasa sampai Osamu merasakan sesuatu menerobos masuk ke dalam rongga mulutnya, menyapa lidah keluh Osamu.
Refleks, ia mebuka matanya. Sebelah tangannya meremas kemeja yang Rintarou gunakan untuk menyalurkan afeksi aneh yang ia rasakan sekarang. Rasanya benar-benar membuatnya pening luar biasa sampai Osamu tidak tahu harus berbuat apa.
"Hmmp—Tuan—"
Rasa manis itu menenggelamkan Rintarou pada sesuatu yang tak ia mengerti. Rasanya, ia ingin memiliki rasa manis di hadapannya dan menjadikannya miliknya. Lidah Rintarou terus bergerak, melumat lidah Osamu yang kaku untuk membalasnya. Sebelah tangan Rintarou mengelus punggung Osamu, menahannya agar tidak jatuh dan bergerak, menyelinap masuk ke dalam pakaiannya.
Osamu dapat merasakan bagaimana hangatnya lengan Osamu mengelus sensual tubuhnya. "Tuan Mu—ahh ... hmp— "
Deg!
Rintarou merasakan jantungnya berdetak sesak dan menyadarkannya kembali pada kenyataan. Melihat apa yang sedang ia lakukan pada Osamu, Rintarou segera menjauhkan tubuhnya pada Osamu yang terlihat sesak dan bersemu menahan afeksi yang Rintarou berikan padanya. Napas keduanya memburu, karena cumbuan yang cukup memburu barusan—
Tunggu!
Apa yang Rintarou lakukan pada Osamu?!
"Ma—maaf," ujar Rintarou pelan berusaha menemukan suaranya kembali. "Maaf, Osamu. Gue ... ngga tahu—maksudnya ngga nyadar dan ... shit! Maaf, Osamu." Rintarou tidak tahu harus berbicara apa saking terkejutnya sampai membuatnya kehilangan kata-kata.
Apa barusan ... dia mencium Osamu?
Rintarou refleks menyentuh belah bibirnya, pandangannya lalu tertuju pada Osamu yang terlihat sangat cantik dengan iris matanya yang berubah menjadi ungu safir di antara cahaya temaram. Hanya sekian detik, sampai Osamu menyadari sesuatu lalu memperbaiki posisi duduknya.
Merasa canggung dengan apa yang terjadi barusan.
Komentar
Posting Komentar