Langsung ke konten utama

Part 471; Solasta

 "Oikawa-san, anda memiliki janji bertemu lima menit lagi. Apa saya harus meminta pasien untuk menunggu?" tanya seorang perawat wanita sambil berjalan mengikuti sang dokter keluar dari ruang inap tempat pasiennya—yang telah menjalankan operasi sesar beberapa hari lalu—setelah melakukan beberapa pemeriksaan.

Sang dokter dengan name tag 'Oikawa Mai' di jas dokternya menjawab tanpa menghentikan langkahnya. "Tidak perlu, saya akan ke sana sekarang."

Tanpa bicara lagi, Oikawa Mai langsung menuju ruangannya untuk bertemu dengan pasien 'spesial'-nya karena selama mengandung, hanya Oikawa Mai yang menangani wanita itu. Ia secara langsung ditunjuk oleh pemilik rumah sakit tempatnya bekerja untuk mengawasi kandungan wanita itu.

Ketika Mai masuk ke dalam ruangannya ia dapat melihat seorang wanita duduk di depan mejanya sambil melihat bingkai foto di atas meja.

"Halo Isabelle-san."

Melihat sang dokter masuk, wanita itu tersenyum cerah sambil membalas sapaannya, "Siang, Dokter Oikawa."

"Siang juga, bagaimana kabarmu hari ini?"

"Sangat baik," jawab wanita itu. Sebenarnya tanpa Mai bertanya pun ia dapat melihat wajah wanita itu yang lebih cerah dari terakhir kali mereka bertemu. "Ngomong-ngomong, Dokter. Apa itu putramu?" Wanita bernama Suna Ayumi atau selama ini dikenal bernama Isabelle Albert itu menunjuk bingkai foto di meja yang menampilkan seorang anak kecil yang sedang menggendong seorang bayi.

"Ah iya, mereka putraku. Beberapa bulan lalu aku melahirkan putra keduaku."

"Putramu pasti sangat tampan," pujinya.

"Benar, Tooruku sangat tampan sampai membuat kakaknya iri," balasnya disusul tawa keduanya yang mengudara. Setelah bercakap-cakap sebentar, Mai memulai sesi cek-up mereka dan memeriksa kandungan Ayumi yang sudah masuk minggu ke lima belas. Perut yang semula rata itu mulai terlihat membesar. Tampak menggemaskan melihat wanita cantik itu kini berbadan dua.

"Dokter apa badanku tambah gendut?"

"Itu hal wajar bagi wanita hamil, Isabelle-san."

"Apa di kondisi ini ... fisikku ... melemah dan aku tidak bisa melakukan apa-apa, Dokter?" tanyanya dengan wajah yang tampak memurung.

"Kenapa kamu berpikir seperti itu?"

"Aku ... hanya takut ...."

Mai menatap Ayumi. Mengerti apa yang sedang wanita itu pikirkan. Isabelle Albert adalah seorang Female True Alpha yang kini tengah mengandung seorang anak dari putra keluarga pembisnis besar yang juga berstatus True Alpha; Ushijima Wakatoshi.

Sejak awal, keberadaan Isabelle memang menjadi incaran karena Female True Alpha dianggap dapat mengancam hirearki di dunia ini. Wanita yang berstatus True Alpha memiliki insting dan kekuatan yang sama dengan Male True Alpha. Gen yang akan mereka turunkan ketika mengandung atau membuahi akan berdominan besar setara dengan seorang pria. Sehingga, keturunan seorang Female True Alpha dapat memiliki status wolf Alpha yang sempurna.

Di dunia ini, status wanita dan omega adalah yang terendah. Mereka sering direndahkan dan dianggap hanya sebagai mesin produksi keturunan, hidup dengan hanya bergantung pada 'perintah' pria, dan tunduk pada mereka. Tanpa bisa melawan ataupun membela diri mereka sendiri.

Hidup Ayumi selama ini cukup keras membuatnya harus menguatkan dirinya sehingga ia bisa bertahan sampai saat ini.

Tapi, ketika ia mengandung kekuatan alphanya akan melemah.

"Isabelle-san," panggil Mai seraya menggenggam lengan Ayumi untuk menatap padanya. "Kamu tidak perlu khawatir, semua akan baik-baik saja."

"Kenapa Dokter bisa bilang begitu?"

"Karena kamu tidak sendiri, Isabelle-san. Kamu memiliki kekasih yang sangat mencintaimu, yang pasti akan selalu melindungimu dikondisimu yang sekarang. Tuan Muda Ushijima pasti akan melakukan apapun untuk melindungi kamu dan bayimu. Jadi aku percaya, semua akan baik-baik saja."

Ayumi terpaku mendengar ucapan Mai. Bibirnya bergerak tak bisa menyembunyikan senyumnya sampai membuatnya terkekeh. Melihat itu tentu membuat Mai tertawa lalu menggoda Ayumi. "Aku bisa melihatnya, sepertinya kamu sangat mencintai kekasihmu juga ya?"

"Kami saling mencintai, Dokter."

"Sepertinya hari ini juga ada sesuatu yang baik terjadi. Wajahmu lebih cerah dari sebelumnya."

Ayumi memegang kedua pipinya yang membulat dengan kedua tangannya. Wajahnya sedikit memerah ketika menjawab, "Kami sudah menentukan nama anak kami, Dokter."

"Oh ya? Siapa namanya?"

"Rintarou."


*


*


*


Kejadian itu, meski sudah duapuluh satu tahun berlalu tapi Oikawa Mai merasa baru kemarin terjadi. Saat dirinya ditugaskan menjadi dokter pribadi untuk mengawasi kondisi kandungan Isabelle Albert dan membantu proses persalinan wanita itu—sekaligus menjadi teman bicaranya karena selama ia mengandung, Ushijima Naoto membatasi wanita itu untuk berinteraksi dengan orang lain.

Ya, ini pertama kalinya bagi Mai menjadi dokter pribadi.

Juga, pertama kalinya ia gagal menyelamatkan nyawa sang ibu.

Kejadian itu benar-benar membekas diingatan Mai sampai ia butuh waktu selama hampir lima tahun untuk kembali ke dalam pekerjaannya. Rasa takut dan kegagalan itu membayanginya selama ini karena ia hanya bisa menyelamatkan nyawa sang bayi.

"Dokter ... apa ... apa bayiku akan baik-baik saja?"

"Jangan banyak bicara, Isabelle-san."

"Dokter ... bayiku ... tolong ... selamatkan Rintarou ...."

Oikawa Mai mengikuti langkah Kozume Kenma memasuki ruangan besar yang berada di perusahaan utama keluarga Ushijima setelah sekian lama. Ruangan besar itu berubah banyak dari terakhir kali ia lihat begitupun dengan seseorang yang duduk di kursi utama di tengah ruangan. Bersama seorang sekretaris pria yang Mai tahu adalah seorang beta.

Ketika mereka sudah tiba di dalam. Kenma membungkukkan badannya. "Saya telah membawa Oikawa Mai sesuai yang anda perintahkan, Tuan Besar."

"Terima kasih." Pandangan pria yang duduk di kursi utama itu lalu tertuju pada Mai. "Senang bertemu dengan anda kembali, Dokter Oikawa."

"Sungguh hal yang tidak terduga jika anda mencari saya, Tuan Ushijima," jawabnya. "Setelah duapuluh satu tahun ini, sepertinya ada sesuatu yang penting yang ingin anda sampaikan pada saya sehingga anda sampai repot-repot mencari saya seperti ini."

Ushijima Wakatoshi tersenyum miring di sana. Tidak menduga ternyata sang dokter masih tak berubah banyak sejak terakhir kali mereka bertemu. Masih sangat pintar dan peka terhadap sekitarnya. "Sebelum saya menjawab itu, sebaiknya anda duduk Dokter."

"Saya menunggu perintah anda sebenarnya."

"Jangan begitu, anda sudah saya anggap sebagai teman saya sendiri karena mendiang kekasih saya sangat menyukai anda. Jadi, jangan sungkan dan terlalu formal."

"Anda lah yang lebih dulu seperti ini, Tuan Ushijima."

"Maaf, anda tahu dengan benar bagaimana saya selama ini."

Kenma dan Kenjiro yang mendengar percakapan mereka sedari tadi hanya saling lirik. Ini pertama kalinya Kenma mendengar pembicaraan kaku nan formal sehingga ia bingung mengartikan apakah pembicaraan mereka baik-baik saja atau tidak. Berbeda dengan Kenjiro yang sudah menjadikan hal ini sebagai makanan sehari-hari, pria itu hanya bisa memberi kode untuk Kenma agar terbiasa.

"Kenjiro, tolong sediakan teh dan makanan ringan untuk kami."

"Baik, Tuan."

Mai duduk di hadapan Wakatoshi tanpa memutuskan pandangannya pada pria itu setelah Kenjiro pergi dari sana. Mematai setiap pergerakan pria alpha itu sampai ia menyadari jika sesuatu terjadi pada pria itu.

Wakatoshi terlihat sedang gelisah.

Meski wajah datar tanpa ekspresi miliknya terpajang dengan semestinya, Mai dapat melihat dari sorot mata pria itu jika ada sesuatu yang membuatnya gelisah. Tak ada yang memulai percakapan kembali. Wakatoshi sibuk menatap ke arah lain sedangkan Mai masih mematai Wakatoshi sampai ia pada satu kesimpulan; jika Wakatoshi sudah mendengar kabar itu.

"Anda bisa menunda pertemuan kita jika anda mau, Tuan Ushijima," ucap Mai ketika Kenjiro kembali dengan dua gelas teh hangat dan sepiring kue. Membuat Wakatoshi kembali menatapnya. "Jika anda takut saya akan lari, saya tidak akan melakukan itu."

"Saya tidak punya alasan untuk menunda pertemuan kita."

Kenma sekali lagi melirik Kenjiro yang sudah kembali ke posisinya, bertanya apakah ia sudah memberi tahu Wakatoshi soal Rintarou atau belum. Mengerti arti lirikan Kenma, Kenjiro mengangguk kecil. Pandangannya tertunduk setelahnya seperti menyesali tindakannya.

"Putra anda kecelakaan, bukan?" tanya Mai, memperjelas rasa gelisah Wakatoshi membuat pria alpha itu tanpa sadar mengepalkan sebelah tangannya di atas pahanya. "Anda tidak mau melihat kondisi putra anda?"

"Pekerja saya sudah menanganinya," jawab Wakatoshi. "Lagipula, itu akan beresiko jika saya pergi ke rumah sakit sekarang."

"Jadi alasan anda mencari saya karena mereka?"

Mereka lagi.

Kenma penasaran siapa mereka yang Mai maksud sejak tadi.

Apakah itu Keluarga Sakusa?

Atau ... ada yang lain?

"Beberapa bulan ini, seseorang sedang mencari keberadaan saya. Seperti yang mendiang ayah anda katakan, mereka mengincar saya untuk menemukan kebenaran tentang putra anda," cerita Mai. "Saya telah bersembunyi seperti apa yang mendiang ayah anda inginkan, begitu juga dengan Kenta-san. Kami sudah menjaga kepercayaan anda selama ini."

"Saya tahu, anda tidak mungkin mengkhianati kami."

Wakatoshi sangat mempercayai Mai seperti Ayumi yang mempercayai wanita itu. Meski hubungan mereka hanya sebagai seorang pasien ibu hamil dan seorang dokter, tapi Mai yang selalu menemani Ayumi selama kekasihnya mengandung dulu.

"Jika seseorang memang mengincar anda saya akan perintahkan pekerja saya untuk melindungi anda."

"Terima kasih."

Wakatoshi meneguk teh hangat yang sudah mulai mendingin begitupun dengan Mai. Pandangannya tertuju pada liquid teh berwarna kecoklatan itu yang bergerak ketika gelas yang ia pegang juga bergerak. "Saya mencari anda karena ingin membicarakan soal fated mate yang dulu pernah anda singgung." Mai tak langsung menjawab, menunggu Wakatoshi melanjutkan ucapannya. "Anda bilang jika hanya sebagian kecil alpha dapat mempunyai pasangan yang ditakdirkan dan kesempatan kecil itu hanya dimiliki oleh True Alpha. Dan ayah saya memiliki kesempatan itu."

Mai menyimpan gelasnya kembali pada meja sebelum akhirnya menjawab, "Benar, secara garis besar fated mate seperti satu jiwa dalam dua raga. Genetikal wolf di dunia ini mulai berpecah dan bervariasi sehingga sulit untuk tetap memelihara garis keturunan dengan darah wolf yang alami. Fated mate dapat terjadi jika alpha dan omega tersebut memiliki darah wolf alami, karena garis keturunan mereka dapat menciptakan keturunan wolf alami." Mai menjelaskan semua yang ia ketahui pada Wakatoshi. "Apa anda tahu jika pemerintah tidak memiliki undang-undang atau kebijakan soal pernikahan status? Mereka membebaskan masyarakat untuk menikah dengan manusia berstatus apapun. Meski terdengar seperti pemerintah berusaha menghapus sistem hirearki tersebut tetapi dibalik itu, agar darah wolf alami dan fated mate mulai punah."

"Darah wolf alami memiliki insting, fisik, dan otak yang kuat. Menciptakan mereka akan selalu jadi pemimpin dan membuat peluang manusia dengan status wolf lain sulit untuk meraih kedudukan."

"Anda memiliki darah wolf alami karena terlahir dari fated mate. Kemudian anda memiliki putra dengan seorang True Alpha wanita. Meskipun anda tidak memiliki fated mate tetapi dengan Isabelle-san anda menciptakan darah wolf yang lebih alami lagi. Sehingga peluang putra anda memiliki fated mate sangat besar."

Mai tahu arah pembicaraan ini, wanita itu menatap Wakatoshi yang memerhatikan penjelasannya dengan cermat. "Jadi, anda sudah menyadari jika putra anda memiliki fated mate?"

Mendengar itu Kenma dan Kenjiro langsung menatap mereka bergantian. Semua pertanyaan dan kemungkinan di kepala Kenma mulai terjawab ketika melihat reaksi Wakatoshi yang tak membantah—malah memberikan pujian pada Mai yang selalu berhasil memahami situasi yang terjadi tanpa perlu ia jelaskan. "Anda benar-benar tidak berubah, Dokter."

"Sejak putra anda masih dalam kandungan Isabelle-san, saya sudah memberitahu anda jika putra anda adalah True Alpha Dominant dan akan memiliki seorang fated mate. Tapi anda tidak percaya itu."

"Maaf Tuan Besar." Kenma menginterupsi pembicaraan mereka ketika ada celah untuk dirinya bicara. "Maksud anda ... Tuan Muda memiliki fated mate apa itu ... Osamu?"

Kenjiro yang terkejut melihat tindakan dan mendengar ucapan Kenma menatapnya tak percaya. Tak menyangka jika Kenma akan langsung bertanya pada Wakatoshi secepat ini apalagi sampai menginterupsi pembicaraan.

"Tunggu Kozu—"

Kenjiro ingin memperingati tetapi langsung ditahan oleh Wakatoshi yang mengangkat sebelah tangannya sehingga Kenjiro mau tak mau menurut. Pria alpha itu menatap anak buahnya kemudian bertanya, "Apa terjadi sesuatu saat kamu membawa Dokter Oikawa kemari, Kenma?"

"Saya pergi menemui Dokter Oikawa bersama Osamu. Sesuatu terjadi pada Osamu lalu Dokter Oikawa bilang jika tanda gigitan di leher Osamu sedang rusak karena terjadi sesuatu dengan mate-nya," jawab Kenma. "Lalu ... berita kecelakaan Tuan Muda—"

"Jadi Osamu-san adalah mate putramu?" tanya Mai, memotong ucapan Kenma karena ia juga terkejut.

Kenma kembali bertanya dengan tak sabar. "Tapi Tuan Besar, bukannya Osamu seorang alpha? Jika memang Osamu adalah mate Tuan Muda berarti Osamu adalah omega?"

Wakatoshi tak langsung menjawabnya. Ia kembali meneguk teh di gelasnya kemudian menatap Mai dan juga Kenma yang tak sabar karena butuh penjelasannya. Wakatoshi telah menduganya, cepat atau lambat Kenma pasti akan mengetahui soal Osamu karena insting kepekaannya yang kuat hampir seperti Oikawa Mai untuk ukuran seorang beta sepertinya.

"Rintarou memang menandai Osamu ketika ia sedang rut."

"Rut?" Mai terkejut bukan main.

"Sepertinya mereka belum menyadari itu," ujar Wakatoshi.

"Anda tidak berencana untuk memberitahu mereka?" tanya Mai, dan dijawab gelengan oleh Wakatoshi membuat emosi Mai memuncak seketika. "Astaga ... Ushijima-san, ini bukan masalah sepele anda tahu? Putramu menandai Osamu-san ketika sedang rut anda pasti tahu betul bukan? Osamu-san ... dia akan hamil!"

"Tidak." Wakatoshi menjawabnya dengan tenang meski Mai memarahinya. "Kemungkinan untuk Osamu hamil sangat kecil."

Kening Kenma mengkerut karena tak paham. Apa maksudnya dengan kemungkinan Osamu hamil sangat kecil? Bukannya ... setau Kenma, jika omega dibuahi maka mereka akan hamil, kan?

"Apa maksud anda ...." Mai sedikit mengeram karena masih tak paham dengan tujuan Wakatoshi saat ini. Baginya yang seorang dokter, tindakan Wakatoshi saat ini sangat membahayakan mereka—terlebih pada pihak omega. Akan sangat membahayakan jika mereka tidak menyadari kehamilan mereka karena jika sampai male omega keguguran, akan sangat berbahaya bagi dirinya dan kondisi rahimnya.

Karena rahim male omega berbeda dengan female.

Wakatoshi kemudian menjelaskan, "Osamu sempat mengikuti percobaan untuk menjadi alpha selama beberapa tahun ini. Persentase keberhasilannya meningkat dan dia hampir menjadi alpha sepenuhnya."

"Percobaan?" gumam Kenma makin terkejut dibuatnya.

"Sejak Osamu di sini, ia kembali menjadi omega. Kondisi fisik, feromon, dan organ vital yang semula berkembang menjadi alpha, kini kembali seperti semula. Namun, untuk rahimnya yang sudah dibekukkan, sepertinya akan sulit untuk kembali kefungsinya."

Mai terdiam mendengarnya, helaan napasnya terdengar untuk meredakan emosinya yang mendadak memuncak tadi. Wanita itu berpikir sejenak seraya memijit keningnya yang tiba-tiba berdenyut mendengar penjelasan Wakatoshi.

Jujur saja Mai tidak percaya jika Wakatoshi melakukan percobaan itu. Meski ia tahu jika percobaan yang Wakatoshi maksud sudah termaksud legal di beberapa negara—walaupun belum disebarluaskan karena efek dan keberhasilannya yang berbanding limapuluh. Juga, tidak banyak yang mau mengambil resiko ini—sehingga percobaan ini semakin tak terdengar di lingkungan kedokteran.

Dari semua yang diceritakan Wakatoshi, Mai mengambil kesimpulan, "Itu ... pasti karena putramu pemicunya."

"Saya rasa begitu."

Cukup jelas sekarang bagi Kenma jika Osamu bukanlah seorang alpha. Kedekatan mereka dan bagaimana Rintarou menerima Osamu sebagai bodyguard-nya dengan mudah tanpa ada drama terjawab sudah; jika mereka, sejak awal memang memiliki ikatan.

Lalu soal Shimizu Atsumu, melihat jika status mereka yang sama-sama omega ada kemungkinan jika Osamu dan Atsumu memang saudara kembar.

Kenma beralih menatap Kenjiro yang terlihat mengalihkan pandangannya. Melihat reaksi Kenjiro, sepertinya pria beta itu mengetahui hal ini.

Jadi, inikah yang Kenjiro sembunyikan dari Kenma selama ini?

"Osamu sudah bangun?"

Jadi, saat itu ya? Batin Kenma.

"Tapi tetap saja, Ushijima-san. Anda harus memberitahu mereka sebelum sesuatu terjadi ...," Mai mengentikan ucapannya sebentar untuk mengambil napas dan mengucapkannya dengan pelan. "Seperti kedua orang tua anda dan ibu tiri anda." Takut jika ucapannya menyinggung Wakatoshi.

Wakatoshi mengerti dengan jelas apa yang Mai khawatirkan dengan tindakannya saat ini. Tapi, Wakatoshi sudah memiliki rencananya sendiri secara matang. "Anda tidak perlu khawatir, Dokter Oikawa."

Wakatoshi menyimpan kedua tangannya di atas meja kemudian mendorong sebuah map coklat di sisi meja pada Mai dan mengetuknya. Wajah datar tanpa ekspresi miliknya terlihat percaya diri ketika mengatakan, "Anda hanya perlu mendengarkan arahan saya dan mengikuti perintah saya saat ini, Dokter Oikawa."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Part 23; Solasta

  Suna Rintarou menghentikan mobil Chevrolet Camaro hitam miliknya tepat di depan sebuah gerbang mewah setinggi dua meter yang menjadi pintu masuk utama menuju ke kediaman Ushijima Wakatoshi; petinggi sekaligus pemilik Ushijima Group —dan juga papanya. Melihat siapa yang datang, dua orang pria yang bertugas menjaga gerbang langsung membukakan gerbang untuknya. Tak lupa membungkuk hormat untuk menyambut kedatangan sang tuan muda yang sudah lama tidak mengunjungi rumahnya. Melihatnya, Rintarou sedikit berdecih dalam hati karena dirinya tidak terlalu suka diperlakukan bak seorang pangeran—padahal faktanya; dirinya diperlakukan seperti seorang buangan . Diasingkan Bahkan tidak ada yang tahu siapa Suna Rintarou sebenarnya selain orang-orang tertentu yang sudah mendapatkan izin dari papanya untuk mengetahui siapa dirinya sebenarnya. Rintarou memarkirkan mobilnya di depan rumah setelah melewati air mancur besar yang berada di tengah-tengah halaman depan rumahnya. Dia dapat melihat b...

Part 40; Solasta

 Osamu berdiam diri di balik dinding yang terdapat di atas rooftop sebuah gedung bertingkat yang jaraknya berdekatan dengan Hotel Victorious berada. Mengamati acara pertemuan besar itu berlangsung dari atas gedung dengan menggunakan teleskop lipat di tangannya yang sengaja ia bawa di balik saku jubah hitam yang ia kenakan. Dari tempatnya berada, Osamu dapat melihat Wakatoshi sedang mengobrol dengan beberapa wanita bergaun mewah ditemani oleh Asahi di belakangnya yang bertugas mengawalnya di sana. Osamu lalu menggerakkan teleskopnya menuju ke arah lain untuk mengawasi di dalam ballroom itu yang dapat ia jangkau dari sana. Mencari sesuatu yang mencurigakan namun tidak ada yang ganjil di sana. Beberapa anggota tambahan dari divisi Sugawara sudah datang lima menit lalu dan langsung memulai tugasnya. Mengawasi di berbagai sudut yang memiliki kemungkinan adanya penyerangan tiba-tiba yang mungkin saja terjadi di sana dan beberapa tempat yang mudah untuk mengawasi keadaan di dalam hotel...

Part 45; Solasta

 Sudah hampir dua jam Rintarou duduk diam di sofa kamarnya sambil memandang Osamu yang masih terlelap di atas tempat tidur miliknya. Tidak ada tanda-tanda pria itu akan sadar dari pingsannya sejak terakhir kali Rintarou coba membangunkannya. Telapak kakinya bergerak tak sabar—gemas ingin membangunkan pria itu agar ia bisa memastikan apakah ada luka lain yang Osamu dapatkan dari hasil entah apa yang pria itu lakukan sampai membuatnya babak belur begini. Melihat masih tak ada tanda-tanda Osamu akan membuka matanya, Rintarou menghela napas gusar. "Serius … lo kapan bangun sih, Sam?" gumamnya mengacak rambut belakangnya frustasi lalu bangkit berdiri dari posisinya. Menghampiri Osamu sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Kalau lo kenapa-kenapa, bisa-bisa gue yang disalahin Papa tau?" "Mana Kak Daichi ngga bisa ke sini sekarang." "Kenapa juga Kak Daichi ngga bisa ke sini sekarang?" "Mana gue ngga boleh kemana-mana lagi ... aneh banget....