Langsung ke konten utama

Part 464; Solasta

 Empat belas tahun yang lalu ....

Osamu membuka matanya kemudian menguap karena rasa kantuk yang masih menyerangnya meski hari ini sudah beranjak pagi. Ia bangun dari tidurnya, mengucak matanya, kemudian terdiam sebentar untuk mengumpulkan nyawanya sebentar.

Setelah merasa cukup, anak laki-laki itu turun dari tempat tidurnya kemudian membangunkan kembarannya yang masih tertidur di tempat tidur dengan keadaan yang super berantakan. Pemandangan yang tak pernah lepas ketika ia bangun di pagi hari.

"Tsumu bangun!"

Osamu mengguncang tubuh Atsumu untuk membangunkan kembarannya itu. Namun, bukannya bangun ia malah mengeram dan membenarkan posisi tidurnya membelakangi Osamu. 

Membuat Osamu menghela napas. "Tsumu bangun udah pagi! Nanti Ibu marah loh Tsumu bangunnya kesiangan."

"Lima menit lagi ...," jawab Atsumu bergunam namun matanya masih terpejam tanda ia masih berada dalam mimpinya. Osamu hanya bisa menghela napas lelah kemudian membiarkan kembarannya itu tertidur.

Osamu keluar dari kamarnya berjalan menuju kamar mandi yang berada di dekat dapur untuk membersihkan diri. Namun, begitu ia akan memasuki dapur, ia mendengar suara ibu dan ayahnya di sana.

"Kita akan kembali ke Amerika lusa."

Deg.

Osamu terdiam, langkahnya mendadak berhenti dan tubuhnya bergerak untuk bersembunyi. Ia mengintip ibu dan ayahnya dari balik dinding, mendengarkan perbincangan mereka. "Lusa? Cepat sekali, bukannya kamu menjanjikan pulang seminggu lagi pada anak-anak?" Ibunya bertanya, tampak terkejut dengan keputusan ayahnya yang tiba-tiba.

"Aku menolak perjanjian itu."

Kami akan pulang lusa? Batin Osamu seraya memegang jantungnya yang berdetak kencang tak nyaman. Mendengar jika mereka akan pulang ke Amerika dalam waktu dekat ini benar-benar membuatnya terkejut karena ... itu artinya ... ia akan berpisah dari Rintarou.

"Menolak? Tunggu sayang, jika kamu menolak itu, bisnismu—"

"Aku tahu," potong ayahnya. "Aku tahu kesempatan untuk menjadi mitra bisnis Ushijima adalah kesempatan besar untuk kita. Tapi, kesempatan yang kita dapatkan dari awal adalah kesalahan, sayang."

"Aku tidak bisa melanjutkan ini jika aku harus—"

Dug!

Percakapan mereka terputus karena mendengar suara jatuh di balik dinding. Ibu segera bergegas mengeceknya dan terkejut melihat Osamu yang jatuh seperti sempat berlari sebelumnya. Belum sempat ibu memanggil Osamu, anak laki-laki itu langsung bangkit berdiri dan berlari pergi dari penginapan.

"Osamu!"

Osamu tak mendengarkan panggilan ibunya.

"Kita akan kembali ke Amerika lusa."

Osamu tak menginginkan itu. Meski ia tahu jika dirinya akan kembali pulang ke rumahnya, tapi ia tak ingin pergi dari sini. Osamu sudah terlalu menyukai Jepang dan kedua teman barunya yang selalu memberikan banyak hal padanya sehingga Osamu bisa menikmati hidupnya saat ini. Meski kehidupannya di Amerika juga menyenangkan tetapi ...  meninggalkan Jepang, Tetsurou, dan Rintarou sangat tak bisa untuknya.

Ia ingin di sini.

Langkah Osamu terhenti begitu ia sampai di lapangan voli pantai tempat biasa mereka bermain. Sepi. Mungkin karena masih terlalu pagi sehingga tak ada yang bermain di sana. Osamu duduk pada gazebo yang tersedia di sana, menekuk lututnya dan menenggelamkan wajahnya di sana.

Tak ada yang bisa ia lakukan selain menangis.

Osamu menangis dalam diam cukup lama di sana, sampai suara Tetsurou terdengar memanggilnya, "Loh Samu?" Osamu mengangkat kepalanya memperlihatkan matanya yang basah begitu juga dengan pipinya. "Eh? Samu nangis?"

Melihat itu tentu Tetsurou terkejut. Bola voli yang ia bawa jatuh karena dirinya langsung berlari menghampiri Osamu, duduk di samping laki-laki itu untuk menenangkannya. "Samu kenapa? Kok nangis? Samu dimarahin ibu? Dimarahin ayah? Atau berantem sama Tsumu?"

Osamu menggeleng. "Engga kok ...."

"Terus kenapa nangis?"

Osamu menghapus jejak air mata di pipinya. Tetsurou membiarkan itu untuk memberikan Osamu waktu untuk lebih tenang kemudian bicara dengannya. "Engga papa, tenangin dulu. Aku tetep di sini kok buat Samu."

"Ayah ... mau bawa kami pulang." Saat merasa dirinya sudah lumayan tenang Osamu mulai bercerita sambil menatap Tetsurou yang masih duduk di sampingnya.

"Pulang ke Amerika?" tanya Tetsurou dan dijawab anggukan oleh Osamu. "Begitu ... lalu kenapa Samu nangis? Bukannya engga apa kalau pulang? Samu dan Tsumu bakal ke sini lagi kan?"

Osamu menggeleng. "Kami tidak mungkin balik lagi ...."

Mendengar itu tentu membuat Tetsurou terkejut. Ia pikir, jika Osamu dan Atsumu pulang ke rumah mereka, mereka masih bisa berkunjung ke sini sesekali. Jika tidak seminggu sekali, maka bisa sebulan sekali—intinya, Tetsurou masih memiliki kesempatan untuk bertemu dan bermain dengan mereka.

"Amerika ... sepertinya sangat jauh ya?" Hanya itu yang bisa Tetsurou katakan.

"Aku ... tidak mau pulang, Tetsu-kun," ucap Osamu sambil menundukkan pandangannya. Tangannya memeluk lututnya karena tangisnya mulai ingin pecah lagi. "Aku ingin di sini ... bersama Tetsu-kun dan ... bersama Rin."

"Aku ingin di sisi Rin."

Tetsurou tahu jika Osamu memiliki perasaan dengan Rintarou. Sejak Osamu mengatakan pada Rintarou jika ia akan menjadi omega Rintarou, kedekatan dan hubungan mereka mulai terjalin seperti sebuah ikatan yang tak bisa Tetsurou jelaskan dengan kata-kata. Seperti ... Tetsurou melihat sebuah benang merah mengikat jari kelingking mereka.

Dan meski Rintarou tak pernah mengatakan jika dirinya juga memiliki perasaan pada Osamu secara langsung padanya. Tetsurou menyadari jika Rintarou juga memiliki perasaan yang sama untuk Osamu.

"Tetsu-kun ... hiks ... apa yang harus aku lakukan ... aku ... hiks ...."

"Samu."

Tetsurou memegang kedua bahu Osamu. Laki-laki itu berbalik menatap Tetsurou yang tersenyum padanya karena sebuah ide tiba-tiba terlintas di kepalanya. "Aku tahu apa yang harus Samu lakukan." Belum sempat bertanya Tetsurou langsung menarik Osamu pergi dari sana menuju rumahnya yang terletak tak jauh dari sana.

Mereka melewati ibu Tetsurou yang sedang membawa seember baju kotor, menyapa, kemudian masuk ke dalam rumah Tetsurou menuju kamarnya yang berada di lantai atas. Osamu hanya diam menuruti apa yang Tetsurou lakukan tanpa banyak bicara karena ia yakin jika temannya itu dapat membantunya.

"Aku ingat, temanku pernah bilang sesuatu tentang bintang jatuh," ujarnya mengambil buku bergambar di dalam tas gendong miliknya kemudian memberikan itu pada Osamu yang duduk di tepi ranjang. Tetsurou membuka halaman buku bergambar itu yang menampilkan sebuah gambar seorang gadis yang berdoa dengan bintang jatuh di langit malam. "Temanku bilang, jika kita berdoa saat bintang jatuh, doa kita akan terkabulkan."

Osamu menatap bergantian antara gambar gadis yang sedang berdoa dan gambar bintang jatuh di langit malam. Samu juga pernah mendengar ini dari teman-teman perempuannya di sekolah.

"Samu bedoa aja saat bintang jatuh, siapa tahu doa Samu terkabul untuk tetap di sini," ucap Tetsurou, anak laki-laki itu tampak yakin dengan sarannya sehingga Osamu pun merasa yakin dengan saran yang diberikan Tetsurou.

Laki-laki itu mengangguk, tersenyum senang sampai iris keabuannya tenggelam. Air matanya masih menggenang tetapi raut wajahnya sudah lebih cerah dari sebelumnya membuat Tetsurou juga tersenyum senang dan lega karena ia dapat membantu Osamu.

"Samu, kamu tenang saja." Tetsurou menggenggam kedua kengan Osamu, menatap anak laki-laki itu dengan keyakinan. "Samu pasti akan tetap di sini, di sisi Rintarou selalu. Rintarou juga tengga mungkin tinggalin Samu, karena aku yakin Rintarou pasti sangat peduli sama Samu."

Mendengar itu dari Tetsurou membuat perasaan Osamu lega. Ia mengangguk yakin, membalas genggaman tangan Tetsurou sehingga rasa percaya dirinya mulai kembali tumbuh.

Jika Tetsurou yakin dengan itu, maka Osamu pun akan demikian, karena dia mempercayai Tetsurou.


*


*


*


*


Osamu mengintip disela tidurnya untuk melihat apakah kembarannya sudah tertidur atau belum. Melihat jika Atsumu sudah terlelap dalam tidurnya, Osamu turun dari ranjang perlahan, menghampiri Atsumu untuk mengecek sekali lagi memastikan jika kembarannya itu benar-benar tertidur. Setelah memastikannya, Osamu berjalan pelan-pelan menuju jendela kamarnya.

Ia membuka gorden kamarnya dan mengintip ke luar jendela. Pukul sembilan malam, dan langit malam terlihat sangat cantik karena dihiasi oleh bintang-bintang. Osamu mematai satu-satu bintang tersebut namun tak menemukan satupun bintang jatuh di sana.

Sepuluh menit berlalu, dan tak ada satupun bintang jatuh. Harapannya sedikit memudar namun Osamu meyakinkan dirinya sendiri. Ia kemudian keluar dari kamarnya, memastikan kedua orang tuanya telah tidur lalu pergi ke luar penginapan menuju bibir pantai.

Karena dari sana ia dapat melihat bintang lebih jelas dari jendela kamarnya.

Osamu bergidik ketika angin malam menerpa tubuh mungilnya yang hanya memakai piyama tidur. Kakinya melangkah mendekati bibir pantai sampai kedua kakinya yang memakai alas kaki tersapa oleh air laut yang bergerak.

Dinginnya ....

Meski begitu, Osamu terus melangkah mendekati laut. Matanya melihat dengan teliti ke arah langit mencari bintang jatuh di antara hamparan bintang di sana. Kedua tangannya saling menggenggam di depan dadanya, berharap jika malam ini, ia dapat menemukan bintang jatuh.

Syuh ....

Angin kembali menerpa tabuhnya, lebih kencang dari sebelumnya sampai helai rambut Osamu menutupi wajahnya. Tangannya menyibakkan helai rambut dari wajahnya, kembali menatap ke arah langit ....

Itu dia!

Wajah Osamu berseri begitu melihat sebuah bintang jatuh di langit. Tangannya saling menggenggam di depan dadanya, wajahnya menunduk, memejamkan matanya sambil merapalkan doa dalam hati.

Semoga aku menjadi omega Rin agar aku bisa selalu berada di sisi Rin selamanya.

Setelah merapalkan doanya, Osamu membuka matanya kembali.

Deg!

Saat matanya terbuka, ia melihat air laut bergerak lebih cepat dari biasanya, bergulung membentuk ombak yang menghantam bibir pantai dan kaki kecilnya. Dingin ... Osamu cepat berlari keluar dari bibir laut.

Dug!

Kakinya tersandung.

"Uhuk!"

Osamu berusaha berdiri meski pakaiannya basah kuyup dan tubuhnya kedinginan. Kakinya gemetar, sehingga ia tak sanggup untuk pergi dari sana.

Byur!

Ombak menghantam tubuhnya. Osamu berusaha untuk memegang bebatuan di sekitarnya agar tubuhnya tak terseret ombak.

Deg!

"To—tolong!"

Byur!

"Uhuk!"

Air laut masuk ke dalam mulut dan hidungnya. Ia kesulitan bicara dan berteriak untuk meminta tolong. Osamu berusaha bangkit meski ombak terus menghantam dirinya sampai tubuhnya tak bertenaga untuk menyelematkan dirinya dan berteriak meminta tolong.

"To ...."

Osamu menutup matanya.

Rin ....

Deg!

Selamatkan aku ....


*


*


*


*


Deg!

Rintarou terbangun karena merasakan jantungnya berdetak kencang seperti sesuatu menyengat dirinya untuk membangunkan dirinya secara paksa. Napasnya memburu, rasa tak nyaman dan khawatir tiba-tiba menyerang dirinya sehingga ia langsung bangkit dari tidurnya.

"Rin-chan? Kamu masih belum tidur?" tanya Daren yang kebetulan masih terjaga di ruang televisi dan melihat keponakannya turun dari kamarnya di lantai atas. Namun, Rintarou tidak menjawab, ia berlari ke luar rumah tanpa bicara pada Daren.

Ada apa dengan anak itu? batinnya.

Rintarou terus belari menuju bibir pantai yang terlihat sangat sepi. Dia tak mengerti, tapi rasa tak nyaman ini sangat menyiksa dirinya dan membawanya ke mari. Matanya mencari ke sana ke sini, meski tak ada seseorang pun di sana karena cuaca malam ini diperkirakan akan memburuk.

Tapi ....

"Osamu!"

Ia berteriak. Memanggil nama Osamu yang tiba-tiba muncul di kepalanya. Dia tak mengerti. Kenapa rasanya ... Rintarou sangat mengkhawatirkan Osamu—

Deg!

"Samu! Kamu di mana!"

Selamatkan aku ....

"Miya Osamu!"

Rintarou memegang kedua telinganya yang berdenyut karena suara-suara aneh masuk ke dalam pendengarnya. Suara ombak, angin, dan suara-suara meminta tolong menyatu membuat jantungnya tambah sesak. Kakinya kembali melangkah, mencari sosok Osamu di antara lautan luas yang mulai bergerak kencang.

"Samu! Aku di sini—uhuk!"

Rintarou jatuh karena rasa sesak di dadanya. Ia menahan tubuhnya agar tak tertidur di atas pasir dan berusaha untuk berdiri. Matanya mencari kembali sampai ....

Matanya menangkap helai rambut Osamu di antara ombak dan bebatuan.

"Osamu!"

Rin ....

Osamu mendengar suara Rintarou di sela kesadarannya yang semakin menurun. Tangannya tak tahan lagi menahan tubuhnya, pandangannya memudar meski ia dapat melihat Rintarou berlari ke arahnya.

Rin ....

"Osamu!"

Lalu semuanya gelap.


*


*


*


*


Tubuh Tetsurou bergetar kaku melihat keadaan pantai yang ramai. Meski nyawanya belum terkumpul karena ia dibangunkan secara tiba-tiba tapi ia dapat melihat beberapa perawat dan polisi menyebar di sana juga teriakan-teriakan silih berganti. 

Ketika ia melihat seorang perawat menggendong tubuh anak kecil yang tak sadarkan diri, Tetsurou merasa jantungnya berdenyut dan matanya membola.

"Samu bedoa aja saat bintang jatuh, siapa tahu doa Samu terkabul untuk tetap di sini."

Itu ....

"Sa—samu ...."

"Sepertinya dia berada di pantai saat ada ombak."

Deg!

"Samu! Hiks! Lepasin aku mau sama Samu!"

Tetsurou dapat melihat Atsumu memberontak dipelukan ibunya yang memohon untuk bersama Osamu yang kini di bawa menuju ambulan. Tangis laki-laki itu terdengar menyakitkan karena melihat kembarannya yang tak sadarkan diri dengan luka di kepalanya.

Tetsurou ingin menghampirinya.

Namun ... ketika melihat sosok anak laki-laki lain diangkut oleh seorang perawat, kakinya tertahan mendadak.

Melihat darah di kepalanya, jatuh mengotori tangan sang perawat ... membuat perut Tetsurou teraduk.

"Ri—Rin ...."

Tetsurou menutup mulutnya.

Pandangannya tiba-tiba kabur.

"Iya! Tetsu-kun benar! Aku harus jadi Omega Rin!"

"Kemarin, Samu bilang mau jadi omegaku."

Deg!

"Temanku bilang, jika kita berdoa saat bintang jatuh, doa kita akan terkabulkan."

"Kamu ganggu tidurku cuman gara-gara anak kembar?"

Deg!

"Tetsu-kun, Rin-kun kenalkan ini kembaranku, namanya Samu."

Aku ... membuat mereka ... begini ....

Seharusnya aku ....

Bruk!

"Tetsu-kun!" Ibunya menahan tubuh Tetsurou yang jatuh.

Kesadarannya hilang sepenuhnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Part 23; Solasta

  Suna Rintarou menghentikan mobil Chevrolet Camaro hitam miliknya tepat di depan sebuah gerbang mewah setinggi dua meter yang menjadi pintu masuk utama menuju ke kediaman Ushijima Wakatoshi; petinggi sekaligus pemilik Ushijima Group —dan juga papanya. Melihat siapa yang datang, dua orang pria yang bertugas menjaga gerbang langsung membukakan gerbang untuknya. Tak lupa membungkuk hormat untuk menyambut kedatangan sang tuan muda yang sudah lama tidak mengunjungi rumahnya. Melihatnya, Rintarou sedikit berdecih dalam hati karena dirinya tidak terlalu suka diperlakukan bak seorang pangeran—padahal faktanya; dirinya diperlakukan seperti seorang buangan . Diasingkan Bahkan tidak ada yang tahu siapa Suna Rintarou sebenarnya selain orang-orang tertentu yang sudah mendapatkan izin dari papanya untuk mengetahui siapa dirinya sebenarnya. Rintarou memarkirkan mobilnya di depan rumah setelah melewati air mancur besar yang berada di tengah-tengah halaman depan rumahnya. Dia dapat melihat b...

Part 128; Solasta

 Di tengah perjalanan mereka menuju apartemen Rintarou setelah membeli bahan makanan untuk satu minggu ke depan, Rintarou tiba-tiba mampir terlebih dahulu ke salah satu kedai kopi untuk membeli dua gelas kopi untuk mereka. Karena ia tidak tahu apakah Osamu menyukai kopi atau tidak, jadilah Rintarou akhirnya memilih vanilla latte untuk Osamu dan Americano untuk dirinya.     Setelah mengantri cukup lama, Rintarou kembali masuk ke dalam mobil dan memberikan segelas vanilla latte di tangannya pada Osamu. "Ini." Namun, Osamu tidak menerimanya dan malah menatap Rintarou kebingungan. "Buat lo, ambil." Sekali lagi Rintarou memberikan gelas itu pada Osamu dan akhirnya diterima oleh sang bodyguard.      "Terima kasih, Tuan Muda," ujarnya lalu memandang minuman itu di tangannya.      Awalnya Rintarou tidak menyadari itu karena ia sibuk meneguk americano miliknya sambil mengecek ponselnya yang menunjukkan pukul tujuh malam. Sampai ia kembali menoleh...

Part 87; Solasta

 Melihat tidak ada balasan dari Osamu membuat Rintarou akhirnya memutuskan untuk pergi ke rumah papanya untuk bertemu dengannya. Memastikan jika pria itu baik-baik saja karena tiba-tiba—entah karena alasan apa—perasaan Rintarou mendadak gelisah tak karuan. Rasanya sangat asing ketika Rintarou merasakan jantungnya berdetak gelisah begitu memikirkan Osamu, dan pikiran buruk tiba-tiba berlomba-lomba terlintas di benaknya. Membayangkan jika sesuatu terjadi pada Osamu. Apalagi, mengingat jika Osamu baru saja kembali dari pemeriksaannya hari ini.  Apa mungkin lukanya kambuh lagi? Atau terjadi sesuatu padanya di rumah? Selama perjalanan, pikiran Rintarou benar-benar kacau. Hampir membuatnya hilang akal menyebabkan ia hampir menabrak orang-orang yang menghalangi jalannya dengan mobil Chevrolet Camaro  hitam yang ia kendarai. Karena hanya satu yang rintarou pikirkan; ia harus sampai ke rumah papanya secepatnya. Begitu matanya melihat pagar tinggi menjulang di hadapannya. Rintarou ...