Langsung ke konten utama

Part 462; Solasta

 "Mama!"

Oikawa Tooru langsung merentangkan tangannya dan memeluk seorang wanita paruh baya yang berdiri di depan pintu apartemennya. Wanita yang ia panggil mama itu membalas pelukan putranya kemudian mencium pipinya sambil berjinjit karena tinggi badan mereka yang terlampau jauh. "Apa kabar Tooru sayang?"

"Kalau Mama baik-baik aja, Tooru juga."

"Bisa aja kamu," tawa Oikawa Mai terdengar sambil mencubit pipi putranya. Sebelum percakapan mereka makin berlanjut, Tooru menawarkan diri membawa koper kecil yang mamanya bawa kemudian mempersilahkan Mai masuk ke dalam.

Tooru langsung menyuruh mamanya duduk di sofa selagi ia menyiapkan minum dan beberapa cemilan untuknya, melarang wanita itu membantu karena Tooru tahu jika Mai pasti cukup kelelahan. Perjalanan dari rumah mereka sampai tempat Tooru tinggal cukup jauh ngomong-ngomong. Apalagi Mai mengemudi sendiri.

"Jadi Papa akan menyusul besok?" tanya Tooru seraya menyimpan dua gelas jus jeruk kesukaan mereka, beberapa toples cemilan, dan sepiring kue buatannya.

Pria alpha itu duduk di samping Mai yang mengucapkan terima kasih kemudian menjawab, "Iya, papamu ada urusan di Saitama jadi tidak bisa pergi bareng Mama. Tapi kabar baiknya, Mama punya waktu tiga hari untuk menginap di sini."

Tooru berbinar mendengarnya. "Wah iya? Mama mau menginap tiga hari?" Mai mengangguk. "Pekerjaan Mama gimana?"

"Mama sedang ambil cuti," jawabnya.

Cuti?

Tooru tak langsung menanggapi jawaban Mai. Ia cukup terkejut mendengar mamanya mengambil cuti dari pekerjaan karena biasanya, Mama selalu mementingkan pekerjaannya di rumah sakit. Mendengar Mai mengambil cuti, se-pertinya ada sesuatu yang terjadi pada wanita itu.

Melihat ekspresi putranya yang terlihat khawatir, Mai langsung tertawa sambil menepuk pundak Tooru. "Mama baik-baik saja kok, Tooru sayang. Tidak perlu khawatir, atasan Mama menyarankan Mama untuk berlibur mengun-jungimu beberapa hari, karena Mama pikir tidak ada salahnya, jadi Mama terima."

"Mama beneran kangen aku banget ya?" goda Tooru dan langsung dihadiahi cubitan gemas di pipinya.

Tawa mereka menghiasi ruangan itu melupakan kekhawatiran yang tadi sempat muncul. Mereka kembali melanjutkan percakapan mereka dengan Tooru yang bercerita banyak hal pada Mai dan tentu didengarkan dengan baik oleh mamanya.

Selama mendengarkan cerita Tooru, pikiran Mai sedikit terbagi karena memikirkan kembali kejadian ganjal akhir-akhir ini.

"Sepertinya ada yang mencarinu, Mai-san."

Beberapa hari ini ada sejumlah orang yang mencari keberadaannya di setiap rumah sakit yang berada di Fukushima tempatnya tinggal sekarang. Ia tidak tahu siapa tapi perasaannya sangat terganggu dengan itu sehingga ia memutuskan untuk mengambil cuti.

Ya, Mai berbohong soal alasannya mengambil cuti.

Jika ia memberi tahu Tooru yang sebenarnya, putranya itu akan khawatir padanya mengingat jika Mai pernah berpindah-pindah tempat bekerja bahkan di luar kota untuk bersembunyi.

Apakah ... itu mereka?

Jika itu memang mereka, satu hal yang Mai tahu jika mereka sedang mencari Mai di Fukushima.

Walaupun sekarang dirinya berada di area tempat mereka berada, tapi Mai mendengar jika mereka tidak sering berada di sini.

Jadi, ia akan baik-baik saja.

"Ah, Tooru." Mengingat sesuatu Mai menyimpan gelas di meja kemudian bertanya, "Mama lupa, bagaimana kabar Iwa-chan? Dia akan ke mari? Ayahnya menitipkan sesuatu pada Mama untuk Iwa-chan."

"Iwa-chan baik kok, katanya malam ini dia mau mampir," jawab Tooru.

"Ah begitu ... lalu hubungan kalian, bagaimana?"

"Baik seperti biasa, Ma."

"Syukurlah kalau begitu."

Mai tersenyum lega mendengarnya—meski ia tahu jika hubungan putranya dengan teman kecilnya itu akan baik-baik saja seperti biasa tapi mengingat jika sikap putranya yang luar biasa selalu membuat Hajime naik darah, membuat Mai sedikit khawatir pada mereka.

Namun jika Hajime di sisi putranya, sepertinya Mai tidak perlu khawatir.

"Lalu soal temanmu yang ingin menemui Mama?"

"Oh!" serunya karena kembali teringat soal rencananya. "Mereka datang siang ini, atau mau besok ketemunya? Takut Mama masih capek."

"Engga apa, Mama engga capek kok," jawabnya sambil tersenyum. "Mama juga penasaran siapa temanmu yang mau ketemu Mama, jarang-jarang banget kan Mama ketemu temanmu di sini selain Iwa-chan."

"Dia temennya calon pacar temenku, katanya temennya ini ambil spesialis kebidanan dan kandungan."

"Ah begitu ...."

Osamu memberitahunya seperti itu kemarin jika ia akan datang bersama temannya san memberitahu alasan kenapa ia ingin bertemu dengan mamanya. Jadi, ia tidak akan datang sendiri ke sini.

Dengan siapa ya?

Jujur saja, Tooru sedikit penasaran karena ia tak menyangka jika pria pendiam dan kaku seperti Osamu memiliki teman selain Rintarou.

Ting nong!

Waktu berlalu begitu cepat sehingga tak terasa jam sudah menunjukkan pukul satu siang. Seperti yang dijanjikan Osamu, pria itu datang tepat waktu bersama seorang pria berkacamata dan berambut panjang sebahu berwarna hitam bercampur kuning di bawahnya yang diikat rapi. Pakaian santai namun terlihat formal dengan tas tangan di genggamannya. Terlihat seperti seorang mahasiswa kedokteran.

Tooru tak mengenalinya, tentu saja.

"Oh Osamu!" sapa Tooru.

"Selamat siang, Oikawa-san."

"Formal sekali seperti biasa," guraunya, pandangannya lalu tertuju pada pria di samping Osamu.

Lantas Osamu langsung memperkenalkannya. "Ah ini temanku yang ingin bertemu dengan Ibu Oikawa-san. Tanaka-san ini temanku, putra Oikawa Mai."

Pria yang dipanggil Tanaka oleh Osamu mengulurkan tangannya. "Selamat siang, Oikawa-san, nama saya Tanaka Yuu teman Osamu."

"Oikawa Tooru, senang bertemu dengan anda, Tanaka-san," balas Tooru dengan sopan dan formal. Sedikit membuat Osamu terkejut karena melihat Oikawa Tooru bisa seformal ini mengingat kelakuannya sehari-hari yang jauh dari kata formal. "Ayo, masuk. Mama udah nungguin kalian."

"Terima kasih."

Setelah dipersilahkan, Osamu dan Kenma—yang kini menyamar menjadi Tanaka Yuu—masuk ke dalam unit apartemen Tooru. Begitu sampai di ruang tamu, mereka langsung bertemu dengan seorang wanita paruh baya yang terlihat cantik dan mirip seperti Tooru. Osamu dan Kenma langsung membungkukkan badan dan menyapa wanita itu.

Tooru memperkenalkan mereka. "Ini temanku yang mau ketemu Mama. Ini Osamu calon pacar temenku dan temennya yang sekarang ambil spesialis kebidanan dan kandungan, Tanaka-san."

Osamu menatap terkejut pada Tooru yang memperkenalkan dirinya sebagai calon pacar temannya yang pastinya adalah Suna Rintarou. Osamu ingin protes tapi sadar jika dirinya berada di situasi yang tak memungkinkan dirinya untuk protes. Kenma yang berdiri di samping Osamu pun melirik kecil pria itu karena sama terkejutnya.

Jadi, Osamu memiliki hubungan lebih dari seorang bodyguard dan tuan dengan Rintarou?

"Senang bertemu dengan anda, Oikawa-san. Maaf jika kami mengganggu waktu anda," ucap Osamu untuk menghilangkan rasa canggungnya.

"Tidak apa, silahkan duduk."

Osamu dan Kenma duduk di sofa bermuatan tiga orang sedangkan Mai duduk di sofa tunggal di samping Osamu dan Tooru pamit sebentar untuk menyiapkan minum dan beberapa cemilan untuk mereka.

Osamu dan Kenma langsung memulai rencana.

Kenma memulai percakapan dengan Mai sedikit berbasa-basi sebentar agar mereka tidak dicurigai. Kenma tidak tahu alasan kenapa Mai bersembunyi selama ini, sehingga kesempatan ini tidak boleh sampai gagal dan membuat ia tak bisa membawa Oikawa Mai pada Wakatoshi.

Terlebih di sini ada putranya.

Kenma tidak boleh membuat Tooru mengetahui hal ini.

Tooru menyimpan empat gelas minuman dan beberapa cemilan di atas meja kemudian ikut dalam percakapan pria bernama Tanaka dan mamanya yang membahas tentang kebidanan dan kandungan.

Sepertinya pria itu memang benar dari jurusan spesialis kebidanan dan kandungan karena percakapan mereka terlihat nyambung tanpa ada kejanggalan jika pria itu bukan dari keahlian yang sama seperti mamanya. Karena jika memang begitu, pria itu akan terlihat lambat mengikuti percakapan seperti Osamu dan dirinya.

Mai memperhatikan dua pria itu dalam diam di sela percakapannya. Melihat dari postur tubuh dan aromanya, sepertinya mereka adalah seorang beta dan omega. Mahasiswa kedokteran ini adalah seorang beta dan pria berambut abu-abu itu adalah seorang omega.

Mai melirik putranya sebentar berpikir kenapa Tooru memiliki teman omega—apalagi dia adalah calon pacar teman Tooru yang lain. Jika begitu, bukannya Osamu seharusnya ditemani oleh calon pacarnya? Meski Osamu bersama temannya yang seorang beta dan Tooru adalah temannya juga, tidak baik untuk seorang omega bersama alpha lain seperti ini.

Omega memiliki feromon yang sangat kuat.

Dan insting alpha juga tak kalah kuatnya.

"Sepertinya pembahasan kalian sangat serius, kutinggal sebentar ya?"

Melihat Tooru yang pamit dari sana Kenma melirik Osamu. "Oikawa-san, boleh aku ikut? Ada yang ingin aku bicarakan denganmu juga."

"Boleh, yuk."

Osamu mengikuti Tooru menuju dapur yang letaknya cukup jauh dari ruang tamu sehingga mereka tidak mungkin mendengar percakapan Kenma dengan Mai dari sana.

Memastikan jika Osamu dan Tooru sudah berada cukup jauh, Kenma langsung bicara. "Oikawa-san apa saya boleh bertanya?"

"Tentu, apa yang ingin anda tanyakan, Tanaka-san?"

"Apa anda pernah menangani persalinan wanita ini?" Kenma memberikan selembar foto pada Mai dan detik berikutnya Kenma dapat menangkap wajah terkejut Oikawa Mai melihat foto Isabella Albert di sana.

Jantungnya berdetak waspada. Wanita itu menatap Kenma kemudian bangkit dari duduknya untuk mengatur jarak di antara mereka.

"Oikawa-san?" Melihat wajahnya terlihat panik membuat Kenma kebingungan dan ikut berdiri dari duduknya. "Tunggu se—"

"Kamu ... apa mereka menyuruhmu mencariku?!"

Mereka?

"Katakan!"

"Mereka siapa yang anda maksud, Oikawa-san?" tanya Kenma berusaha menenangkan Oikawa Mai sebelum Tooru mendengar keributan ini.

"Mereka—"

"Argh!"

Suara teriakan Osamu dari dapur menghentikan percakapan mereka. Mendengar itu Mai langsung berlari menghampiri dapur diikuti Kenma di belakang. Suara teriakan Osamu semakin terdengar jelas disusul oleh suara Tooru yang tampak panik melihat Osamu berteriak menahan sakit sambil memegangi belakang lehernya.

"Oh Tuhan!" Mai langsung menghampiri Osamu memegangi sebelah tangannya yang lain kemudian mengecek lehernya.

"A—aku ngga ngapa-ngapain kok Ma, Osamu tiba-tiba teriak sambil pegangin lehernya." Tooru menjelaskan meskipun tidak ada yang meminta penjelasan darinya.

Mata Mai membola begitu melihat sebuah cahaya di belakang tengkuk leher Osamu dan bekas gigitan di sana mulai terlihat.

Cahaya tersebut tampak memudar dan putus-putus perlahan.

Mai tentu mengenali fenomena ini.

"Bekas gigitannya memudar, tanda yang diberikan mate-nya rusak, cepat hubungi mate Osamu pastikan dia baik-baik saja!"

Mendengar perintah Mai, Tooru dan Kenma diam di tempatnya karena tak mengerti dengan maksud dari ucapan wanita itu.

Bekas gigitan, tanda, dan mate.

Tiga hal yang dimiliki omega.

Tapi bukannya Osamu adalah alpha?

Melihat dua orang pria di sana diam saja Mai langsung berteriak. "Apa yang kalian pikirkan? Cepat pastikan mate Osamu baik-baik saja!"

"Apa maksud Mama? Tooru ngga paham."

"Astaga Tooru ... kamu lihat tanda di leher temanmu ini? Tandanya rusak, sesuatu pasti terjadi pada mate-nya makanya dia merasakan kesakitan!"

"Arghht!!"

Mai menahan tubuh Osamu yang semakin runtuh. "Tooru!"

"Maksud Mama Osamu—"

Bught!

"Tooru!"

Bruk!

"Osamu!"

Tubuh Tooru langsung jatuh ke lantai dan pingsan karena Kenma memukul perut pria itu begitu juga dengan Osamu yang pingsan di sana. Mai menahan tubuh Osamu memegangi tengkuk lehernya yang memanas kemudian menatap Kenma di sana. "Apa maksud anda, Tanaka-san?!"

Situasi ini berada di luar dugaan Kenma. Meski dirinya berada dalam kebingungan atas apa yang dikatakan Mai tentang Osamu; bekas gigitan, tanda, dan mate. Tapi ia tetap harus melanjutkan tujuan awalnya datang ke mari.

"Maaf karena kekacauan ini, Oikawa-san. Tapi, anda harus ikut saya."

Kenma memberikan amplop berisi surat pada Mai kemudian menunjukkan kartu identitas yang menunjukkan bahwa dirinya adalah utusan Ushijima Wakatoshi.

"Saya datang atas perintah Tuan Ushijima Wakatoshi untuk membawa anda menemui beliau, Oikawa-san."

"Apa anda bisa menjaga rahasia ini, Mai-san?"

Oikawa Mai menerima surat dan kartu identitas itu. "Jadi ... kamu bukan suruhan mereka?"

Mereka?

Siapa mereka ini?


*


*


*


*


*


Suara riuh terdengar.

Teriakan-teriakan silih berganti melihat sebuah mobil menabrak toko di sisi jalan dan seorang anak duduk di atas trotoar memegangi kepalanga yang berdarah sambil menangis ketakutan. Para pejalan kaki yang berada di area itu langsung menelpon ambulan dan menga-mankan anak kecil itu yang meraung memanggil seorang pria yang terbaring  di antara mobil dan dinding toko tersebut dengan darah yang mulai mengalir di sana.

Pengemudi mobil lain yang hampir menabrak anak kecil itu keluar dari sana.

Kotarou, Kei, dan Tetsurou yang baru tiba di sana terdiam melihat sosok temannya terbaring tak sadarkan diri di sana. Mereka terlalu syok melihat ini sampai ... Tetsurou merasa isi perutnya berlomba ingin keluar dari sana.

Dan bayang-bayang tubuh anak laki-laki tenggelam tiba-tiba terlintas di kepalanya.

"Uhuk!"

Tetsurou menutup mulutnya.

"Kuroo!"

Suna ....

Pria yang terhimpit mobil dan dinding toko itu adalah Rintarou.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Part 23; Solasta

  Suna Rintarou menghentikan mobil Chevrolet Camaro hitam miliknya tepat di depan sebuah gerbang mewah setinggi dua meter yang menjadi pintu masuk utama menuju ke kediaman Ushijima Wakatoshi; petinggi sekaligus pemilik Ushijima Group —dan juga papanya. Melihat siapa yang datang, dua orang pria yang bertugas menjaga gerbang langsung membukakan gerbang untuknya. Tak lupa membungkuk hormat untuk menyambut kedatangan sang tuan muda yang sudah lama tidak mengunjungi rumahnya. Melihatnya, Rintarou sedikit berdecih dalam hati karena dirinya tidak terlalu suka diperlakukan bak seorang pangeran—padahal faktanya; dirinya diperlakukan seperti seorang buangan . Diasingkan Bahkan tidak ada yang tahu siapa Suna Rintarou sebenarnya selain orang-orang tertentu yang sudah mendapatkan izin dari papanya untuk mengetahui siapa dirinya sebenarnya. Rintarou memarkirkan mobilnya di depan rumah setelah melewati air mancur besar yang berada di tengah-tengah halaman depan rumahnya. Dia dapat melihat b...

Part 40; Solasta

 Osamu berdiam diri di balik dinding yang terdapat di atas rooftop sebuah gedung bertingkat yang jaraknya berdekatan dengan Hotel Victorious berada. Mengamati acara pertemuan besar itu berlangsung dari atas gedung dengan menggunakan teleskop lipat di tangannya yang sengaja ia bawa di balik saku jubah hitam yang ia kenakan. Dari tempatnya berada, Osamu dapat melihat Wakatoshi sedang mengobrol dengan beberapa wanita bergaun mewah ditemani oleh Asahi di belakangnya yang bertugas mengawalnya di sana. Osamu lalu menggerakkan teleskopnya menuju ke arah lain untuk mengawasi di dalam ballroom itu yang dapat ia jangkau dari sana. Mencari sesuatu yang mencurigakan namun tidak ada yang ganjil di sana. Beberapa anggota tambahan dari divisi Sugawara sudah datang lima menit lalu dan langsung memulai tugasnya. Mengawasi di berbagai sudut yang memiliki kemungkinan adanya penyerangan tiba-tiba yang mungkin saja terjadi di sana dan beberapa tempat yang mudah untuk mengawasi keadaan di dalam hotel...

Part 45; Solasta

 Sudah hampir dua jam Rintarou duduk diam di sofa kamarnya sambil memandang Osamu yang masih terlelap di atas tempat tidur miliknya. Tidak ada tanda-tanda pria itu akan sadar dari pingsannya sejak terakhir kali Rintarou coba membangunkannya. Telapak kakinya bergerak tak sabar—gemas ingin membangunkan pria itu agar ia bisa memastikan apakah ada luka lain yang Osamu dapatkan dari hasil entah apa yang pria itu lakukan sampai membuatnya babak belur begini. Melihat masih tak ada tanda-tanda Osamu akan membuka matanya, Rintarou menghela napas gusar. "Serius … lo kapan bangun sih, Sam?" gumamnya mengacak rambut belakangnya frustasi lalu bangkit berdiri dari posisinya. Menghampiri Osamu sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Kalau lo kenapa-kenapa, bisa-bisa gue yang disalahin Papa tau?" "Mana Kak Daichi ngga bisa ke sini sekarang." "Kenapa juga Kak Daichi ngga bisa ke sini sekarang?" "Mana gue ngga boleh kemana-mana lagi ... aneh banget....