Langsung ke konten utama

Part 439; Solasta

 Empat belas tahun yang lalu ....

Kuroo Tetsurou berjalan sendirian menyusuri jalanan menuju gedung penginapan milik keluarganya sambil sesekali menguap karena rasa kantuk sehabis tidur siang yang tak kunjung hilang. Melihat Tetsurou yang malas-malasan hari ini—padahal biasanya anak laki-laki itu bermain bersama Rintarou dan kedua teman barunya; si kembar Miya—ibunya menyuruh Tetsurou untuk pergi bermain keluar. Alhasil, Tetsurou mau tak mau bangun dari tidurnya dan pergi menuju penginapan untuk mengajak si kembar bermain.

Bukan karena mereka bertengkar sehingga Tetsurou tidak bermain seperti biasa. Tapi, Rintarou hari ini sedang pergi ke dokter gigi bersama pamannya karena laki-laki itu mengeluh giginya sakit kemarin. Mungkin karena kebanyakan makan permen yang diberi si kembar sehingga gigi Rintarou jadi bermasalah.

Tapi, Tetsurou tidak merasa giginya sakit padahal ia juga banyak makan permen kemarin tuh?

Ketika Tetsurou akan membuka pintu gerbang penginapan, matanya melihat salah satu si kembar sedang duduk termenung di kursi taman—dekat dengan gedung penginapan—tidak melakukan apa-apa. Tetsurou menghampiri laki-laki itu sambil memanggil namanya, "Oi Samu-kun!"

Mendengar namanya dipanggil, Osamu menolehkan pandangannya dan tersenyum ramah ketika melihat Tetsurou lah yang memanggilnya. "Ah ... Tetsu-kun!"

"Kamu lagi ngapain di sini, Samu?" tanya Tetsurou ketika ia sudah berdiri di samping Osamu.

"Eng—nga ngapa-ngapain kok, cuma duduk aja," jawabnya. "Sini, duduk Tetsu-kun."

Tetsurou mengikuti ucapan Osamu dan duduk di samping laki-laki itu. "Kamu sendiri? Tsumu-kun emangnya kemana?"

"Tsumu ikut Ayah keluar," jawabnya.

"Oh ...," Tetsurou mengangguk mengerti. Sehabis percakapan itu, mereka terdiam beberapa saat karena tidak ada lagi yang ingin Osamu ucapkan sedangkan Tetsurou sedang menatap Osamu dengan serius. "Samu-kun, apa ada yang terjadi sama kamu dan Tsumu-kun?"

"Eh?"

Bukan tanpa alasan Tetsurou bertanya seperti itu. Pasalnya sejak Tetsurou melihat Osamu tadi, Osamu seperti sedang memikirkan sesuatu atau terjadi sesuatu yang buruk pada laki-laki itu. Osamu terlihat lebih diam dari biasanya dan raut wajahnya terlihat sangat sedih entah karena apa.

Tetsurou menyadari itu.

"Kamu kayak lagi mikirin sesuatu, Samu. Kenapa? Kalian bertengkar?" tanyanya lagi melihat ekspresi terkejut dari Osamu.

Osamu menundukkan pandangannya, tangan kecilnya bertaut di atas pahanya sebelum menjawab kecil, "Kami tidak bertengkar."

"Terus?" tanya Tetsurou. "Oh! Atau bukan karena Tsumu-kun? Tapi orang lain?"

Osamu tak menjawab.

"Siapa? Aku ya?" tebak Tetsurou.

Osamu menggeleng.

"Ah! Apa karena Rintarou?"

Deg!

Tak ada jawaban dari Osamu. Tetapi melihat laki-laki itu yang menautkan jari-jari kecilnya dengan kencang dan gelisah membuat Tetsurou berada dalam satu kesimpulan. "Kamu berantem sama Rintarou?"

Osamu refleks menggeleng. "Bu—bukan, aku tidak berantem sama Rin, kok."

"Terus karena apa?"

Osamu meneguk air liurnya gugup. Ia tidak percaya bahwa Tetsurou menyadari jika Osamu sedang memikirkan sesuatu sejak tadi. Mungkin karena raut wajahnya yang terlalu kentara terlihat atau memang karena Tetsurou peka terhadap sekitarnya.

Tapi Tetsurou memang seperti ini, dia terlalu perduli terhadap teman-temannya.

Haruskah Osamu cerita apa yang sedang dia pikirkan pada Tetsurou?

"Se—sebenarnya ... aku sedang memikirkan Rin."

Osamu akhirnya cerita.

"Mikirin Rintarou?"

Osamu mengangguk. "Aku ... ingin dekat dengan Rin."

"Bukannya kalian udah deket?" Ucapan Tetsurou membuat Osamu terdiam lagi sambil menundukkan pandangannya, dan itu membuat Tetsurou kebingungan. Kenapa Osamu ingin dekat dengan Rintarou padahal mereka sudah dekat sejak pertama kali mereka bertemu? Rintarou tidak menunjukkan ketidaksukaan pada Osamu seperti yang selalu Rintarou tunjukkan pada orang baru lainnya. Teman kecilnya itu bahkan bermain dengan si kembar tanpa Tetsurou suruh atau ajak.

Menandakan jika Rintarou memang senang berteman dengan mereka berdua, bukan?

"Ma—maksudku ... dekat yang ... lebih ...," ujar Osamu sambil melirik Tetsurou yang masih kebingungan. Pipi Osamu bersemu merah. "Rin orang yang baik, dia selalu mengajakku bicara tapi ... aku sering malu untuk bicara dengannya. Aku ... setiap bersama Rin rasanya ... jantungku berdetak kencang sekali. Aku ingin bersama Rin, ingin melindungi Rin, tapi ... setiap melihat Rin aku tidak tahu kenapa—"

"Oh!" Suara terkejut Tetsurou menghentikan ucapan Osamu. Laki-laki itu menatap Tetsurou yang sudah berdiri dari duduknya sambil menutup mulutnya sendiri. "Kamu suka Rintarou ya?"

"Su—suka?"

Tetsurou mengangguk. "Seperti yang di film-film, iya! Perasaan kamu seperti film yang ibuku tonton semalam." Tetsurou terlihat sangat heboh begitu menyadari apa yang terjadi pada Osamu.

Pantas saja ....

Tetsurou sering memergoki Osamu menatap Rintarou diam-diam kemudian pipi gempal laki-laki itu akan memerah. Ketika Rintarou tiba-tiba menoleh padanya, kadang Osamu sering mengalihkan pandangannya dengan pipi yang memerah juga.

Seperti film yang Tetsurou tonton semalam.

"Engga salah lagi, Osamu menyukai Rintarou!" Tetsurou berseru membuat wajah Osamu memerah padam. Kedua tangan kecilnya memegang pipinya sambil menahan detak jantungnya yang tiba-tiba memburu lagi. Melihat itu, Tetsurou tertawa lalu duduk kembali sambil merangkul Osamu. "Engga papa Osamu! Menyukai seseorang itu hal yang wajar."

"Ta—tapi ... apa boleh?"

"Boleh lah! Siapa juga yang melarang?"

"Tapi ...."

"Kenapa? Ada yang bikin Samu ragu?" tanya Tetsurou sambil melepaskan rangkulannya.

"Ri—Rin ... apa dia juga ... suka padaku?"

"Kalau itu aku engga tahu," jawab Tetsurou membuat Osamu hilang harapan beberapa saat. "Tapi, kalau Rintarou belum suka Samu, kenapa engga Samu buat Rintarou suka juga?"

"Buat Rin suka?"

Tetsurou mengangguk kemudian berbisik pada Osamu. "Dari film yang aku tonton kemarin, ada satu tindakan untuk buat seseorang suka balik."

"Apa itu?" tanya Osamu penasaran.

"Pendekatan!"

"Pendekatan?"

"Iya!" jawabnya. "Samu harus mendekati Rintarou lalu buat Rintarou jadi suka Samu."

"Tapi gimana caranya, Tetsu-kun?"

Tetsurou tampak berpikir. Melihat sifat Osamu, laki-laki itu memiliki sifat hampir mirip dengan Rintarou. Osamu pendiam dan tidak banyak bicara. Mereka berdua tipe yang harus diajak bicara terlebih dahulu untuk itulah mereka membutuhkan teman seperti Tetsurou dan Atsumu yang banyak bicara agar menarik mereka untuk ikut dalam perbincangan. Beberapa hari ini pun Atsumu yang lebih banyak mengobrol dengan Rintarou karena kembaran Osamu itu memang sangat banyak bicara.

Jika Osamu ingin lebih dekat dengan Rintarou maka ....

"Samu harus seperti Tsumu." Ucapan Tetsurou membuat Osamu menoleh. "Tidak tidak ... meski kembar, Samu tidak bisa seperti Tsumu." Tetsurou memegang kedua bahu Osamu agar mereka saling berhadapan. "Samu harus lebih terbuka dan banyak bicara pada Rintarou. Emang sulit, tapi, Rintarou pasti akan dekat dengan Samu."

"Banyak bicara?"

"Samu harus lebih agresif!"

"Agresif?"

Tetsurou mengangguk. "Coba lakukan itu, siapa tahu Samu dan Rintarou bisa lebih dekat."

Osamu pikir sepertinya apa yang diucapkan Tetsurou tidak ada salahnya. Dia memang harus lebih banyak bicara pada Rintarou seperti yang kembarannya lakukan. Bersikap hangat, ramah, dan ceria. Seperti yang Atsumu lakukan.

"Apa dengan itu ... aku bisa terus bersama dengan Rin?" tanya Osamu.

"Kalau Samu ingin terus bersama Rintarou, hmm ... Samu harus jadi Omega," jawab Tetsurou.

"Omega?"

"Kata ibuku ketika sudah besar Rintarou pasti akan menjadi Alpha. Lalu ... bukannya jika ingin terus bersama Alpha harus menjadi Omega? Kalian harus jadi pasangan yang ditakdirkan agar kalian bisa hidup bersama selamanya."

"Pasangan yang ditakdirkan?"

Tetsurou mengangguk yakin. Meski tidak tahu arti sebenarnya karena Tetsurou tahu itu dari film yang ia tonton dan apa yang ia dengar dari teman-temannya di sekolah. Tapi, melihat keyakinan Tetsurou membuat Osamu mempercayai itu. Dia sering mendengar pasangan yang ditakdirkan di negara tempat tinggalnya dan bahkan tetangganya adalah pasangan yang ditakdirkan.

Osamu ingin seperti itu bersama Rintarou.

Laki-laki itu seketika berdiri dari duduknya sambil mengepalkan tangannya. "Iya! Tetsu-kun benar! Aku harus jadi Omega Rin!"

"Benar! Lalu aku akan jadi Beta pelindung kalian!"

Semenjak itu, Osamu bersumpah jika ia akan menjadi Omega dan menjadi pasangan yang ditakdirkan untuk Rintarou.

Bukan hanya berkata pada dirinya sendiri.

Tetapi pada Rintarou juga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Part 23; Solasta

  Suna Rintarou menghentikan mobil Chevrolet Camaro hitam miliknya tepat di depan sebuah gerbang mewah setinggi dua meter yang menjadi pintu masuk utama menuju ke kediaman Ushijima Wakatoshi; petinggi sekaligus pemilik Ushijima Group —dan juga papanya. Melihat siapa yang datang, dua orang pria yang bertugas menjaga gerbang langsung membukakan gerbang untuknya. Tak lupa membungkuk hormat untuk menyambut kedatangan sang tuan muda yang sudah lama tidak mengunjungi rumahnya. Melihatnya, Rintarou sedikit berdecih dalam hati karena dirinya tidak terlalu suka diperlakukan bak seorang pangeran—padahal faktanya; dirinya diperlakukan seperti seorang buangan . Diasingkan Bahkan tidak ada yang tahu siapa Suna Rintarou sebenarnya selain orang-orang tertentu yang sudah mendapatkan izin dari papanya untuk mengetahui siapa dirinya sebenarnya. Rintarou memarkirkan mobilnya di depan rumah setelah melewati air mancur besar yang berada di tengah-tengah halaman depan rumahnya. Dia dapat melihat beber

Part 128; Solasta

 Di tengah perjalanan mereka menuju apartemen Rintarou setelah membeli bahan makanan untuk satu minggu ke depan, Rintarou tiba-tiba mampir terlebih dahulu ke salah satu kedai kopi untuk membeli dua gelas kopi untuk mereka. Karena ia tidak tahu apakah Osamu menyukai kopi atau tidak, jadilah Rintarou akhirnya memilih vanilla latte untuk Osamu dan Americano untuk dirinya.     Setelah mengantri cukup lama, Rintarou kembali masuk ke dalam mobil dan memberikan segelas vanilla latte di tangannya pada Osamu. "Ini." Namun, Osamu tidak menerimanya dan malah menatap Rintarou kebingungan. "Buat lo, ambil." Sekali lagi Rintarou memberikan gelas itu pada Osamu dan akhirnya diterima oleh sang bodyguard.      "Terima kasih, Tuan Muda," ujarnya lalu memandang minuman itu di tangannya.      Awalnya Rintarou tidak menyadari itu karena ia sibuk meneguk americano miliknya sambil mengecek ponselnya yang menunjukkan pukul tujuh malam. Sampai ia kembali menoleh pada Osamu yang te

Part 40; Solasta

 Osamu berdiam diri di balik dinding yang terdapat di atas rooftop sebuah gedung bertingkat yang jaraknya berdekatan dengan Hotel Victorious berada. Mengamati acara pertemuan besar itu berlangsung dari atas gedung dengan menggunakan teleskop lipat di tangannya yang sengaja ia bawa di balik saku jubah hitam yang ia kenakan. Dari tempatnya berada, Osamu dapat melihat Wakatoshi sedang mengobrol dengan beberapa wanita bergaun mewah ditemani oleh Asahi di belakangnya yang bertugas mengawalnya di sana. Osamu lalu menggerakkan teleskopnya menuju ke arah lain untuk mengawasi di dalam ballroom itu yang dapat ia jangkau dari sana. Mencari sesuatu yang mencurigakan namun tidak ada yang ganjil di sana. Beberapa anggota tambahan dari divisi Sugawara sudah datang lima menit lalu dan langsung memulai tugasnya. Mengawasi di berbagai sudut yang memiliki kemungkinan adanya penyerangan tiba-tiba yang mungkin saja terjadi di sana dan beberapa tempat yang mudah untuk mengawasi keadaan di dalam hotel itu