Mobil Chevrolet Camaro hitam milik Rintarou berhenti di pintu masuk menuju halaman parkir fakultasnya yang tampak ramai. Matanya mencari-cari tempat kosong untuk mobilnya kemudian memarkirkan mobil tersebut. Pria Alpha itu mematikan mesin mobil, membuka safety belt kemudian meraih tas dan juga map coklat di bangku penumpang sambil menunggu Osamu bersiap di sampingnya.
"Sudah?" tanyanya dan dijawab anggukan oleh pria itu.
Melihat senyum Osamu yang sudah lama tak ia lihat membuat senyum kecil pria itu terbit tanpa sadar. Mereka kemudian keluar dari mobil kemudian berjalan bersisian menuju kedung fakultas Rintarou sambil sedikit berbincang seperti biasanya. Tak menyadari jika mereka menjadi pusat perhatian karena para mahasiswa yang kebetulan berada di sana sedikit terkejut melihat kehadiran Rintarou yang sudah lama tak terlihat di kampus. Apalagi, melihat jika Rintarou datang setelah sekian lama bersama pria asing yang masih menjadi pertanyaan apa hubungan pria itu dengan Rintarou.
Sebagian dari mereka sudah mengetahui jika pria itu bernama Osamu yang sering teman-teman dekat Rintarou sebutkan di Twitter.
Tatapan dan bisikan yang mengarah pada mereka entah kenapa membuat Osamu sedikit tak nyaman. Osamu dapat merasakan jika semua mata menatap tak suka padanya dan Rintarou yang tak menyadari jika mereka sedang menjadi pusat perhatian.
Karena dipikirkan Rintarou sekarang; hanya ada Osamu.
Melihat pria omega itu kembali bersamanya berhasil membuat mood Rintarou membaik. Ia bahkan sampai melupakan sesuatu yang mengganjal baginya tentang dua minggu kebelakang ini apa yang terjadi padanya. Melupakan perdebatan singkat dirinya dengan papanya sebelum ia kembali ke apartemen termaksud kejadian sebelum dirinya pingsan saat itu.
Sejak pagi tadi, Rintarou merasa jika ada yang berubah dari dirinya dan Osamu. Entah apa itu tapi satu yang Rintarou sadari, jika ia merasa sangat nyaman menyium feromon Osamu, melebihi dari biasanya.
Dan itu sangat menenangkan.
Langkah mereka terhenti begitu mereka sampai dipertigaan yang menghubungkan jalan menuju arah perpustakaan dan jalan lain menuju ruang kelasnya. "Kelas gue mulai sepuluh menit lagi, lo mau nunggu di perpustakaan?" tanya Rintarou menatap Osamu di sampingnya.
Osamu mengangguk sebagai jawaban kemudian menjawab, "Iya, aku tunggu di perpustakaan seperti biasa."
"Perlu gue chat Akaashi buat nemenin lo?" tawar Rintarou. "Siapa tahu dia ada waktu luang buat nemenin."
"Tidak perlu." Osamu menggeleng. "Akaashi sempat bilang padaku jika akhir-akhir ini ia sedikit sibuk. Aku tidak apa menunggu sendirian."
Meski bilang begitu entah kenapa Rintarou sedikit merasa khawatir untuk meninggalkan dan membuat Osamu menunggu sendirian. Apalagi setelah ucapan Tetsurou kemarin dan kelakuan Tooru membuat Rintarou jadi was-was begini.
Rintarou jadi takut, jika terjadi sesuatu pada Osamu.
Seperti ... bagaimana jika ada orang yang mendekati Osamu saat dirinya tidak ada?
Berpura-pura agar bisa mendekati Osamu dengan meminta pertolongan misalnya?
Melihat Osamu yang polos dan baik hati pasti mudah bagi orang lain untuk mendekati Osamu dengan maksud tertentu.
Tapi—
"Rintarou?"
Pikiran-pikiran buruknya langsung hilang begitu suara Osamu terdengar memanggil namanya. Rintarou kembali memfokuskan dirinya pada Osamu yang terlihat bingung melihat Rintarou yang tiba-tiba diam tadi. "Ada apa? Ada yang sedang Rintarou pikirkan?"
"Engga ada kok," jawab Rintarou. "Kalau begitu gue pergi ya? Lo ... beneran engga papa sendiri?" tanya Rintarou lagi, memastikan jika Osamu benar-benar akan baik-baik saja jika ia tinggal
"Tidak apa-apa," jawab Osamu, tersenyum sambil mendorong pelan punggung tegap pria itu agar segera menuju kelasnya.
Rintarou tak bisa lagi bertanya atau membuat dirinya di sana lebih lama karena waktu terus berjalan dan kelasnya akan dimulai sebentar lagi. Rintarou hanya bisa pasrah setelah menatap ke belakang sekali lagi untuk melihat Osamu yang melambaikan tangannya dan memerintahkannya untuk segera bergegas.
Ia hanya bisa berharap, tidak terjadi sesuatu pada Osamu.
Setelah Rintarou pergi, Osamu kemudian melanjutkan langkahnya menuju perpustakaan seorang diri seperti biasanya. Beruntung selama perjalanan menuju perpustakaan tak banyak mahasiswa sehingga Osamu tak lagi mendengar bisikan-bisikan yang mengarah padanya dan Rintarou.
Osamu melakukan kegiatannya seperti biasa ketika menunggu Rintarou. Memilih tempat duduk setelah memilih beberapa buku bacaannya sambil mencatat hal-hal yang penting dibuku bacaannya. Kegiatan yang biasa ia lakukan sedari dulu ketika dirinya mendapatkan pendidikan secara home schooling oleh Eita.
"Kudengar kemampuan matematikamu sangat buruk, astaga ... apa aku harus mengajarimu?"
"Waktu aku seumuranmu, nilai matematikaku paling bagus di sekolah, loh."
"Aish ... hobimu hanya menghabiskan makanan saja, lama-lama stok makananku habis loh?"
"Seharusnya, jika hobimu menghabiskan makanan kamu harus bisa juga menghasilkan makanan, Osamu."
"Baiklah, besok akan kuajai cara memasak."
"Potong wortelnya jangan kayak gitu, Osamu. Seperti ini, nah begitu."
"Meski potongan sayurmu buruk, tapi rasanya .. hmm ... not bad."
"Osamu pintar!"
Osamu memegang puncak kepalanya begitu mengingat beberapa memori ketika dirinya berada di Amerika dulu. Mengingat bagaimana Eita merawatnya selama ini membuat dirinya bisa menjadi seperti dirinya yang sekarang. Eita yang begitu sangat baik—
"Keluarga Semi telah masuk ke dalam list orang yang harus diwaspadai."
Osamu terdiam ketika mengingat kembali ucapan Dokter Sachiro padanya.
Osamu tidak yakin sebenarnya, dalam hatinya ia percaya jika Nyonya Haruka dan Tuan Eita tidak mungkin mengkhianati Tuan Besar Ushijima mengingat selama ini bagaimana rasa sayang Nyonya Haruka pada Tuan Besar dan rasa hormat Tuan Eita pada Tuan Besar meski mereka tidak memiliki hubungan darah.
Ya, Osamu masih menyimpan keyakinan itu pada dirinya sampai sekarang.
Waktu berlalu sampai Osamu tak sadar sudah berapa buku ia baca dan berapa banyak catatan yang telah ia tulis. Osamu merenggangkan otot-otot tubuhnya sebelum meraih ponsel di atas meja. Tidak ada pesan masuk dari Rintarou yang artinya, kelas pria itu masih belum selesai.
"Sepertinya masih lama ...." Ketika Osamu mengangkat pandangannya, ia melihat tiga orang pria berdiri membelakanginya tak jauh dari tempatnya berada. Salah satu dari pria itu tampak tak asing bagi Osamu dan ketika mereka berbalik, Osamu dapat melihat jika salah satu pria itu adalah teman Rintarou.
Oikawa Tooru.
"Tugasmu kali ini, membantu Kenma untuk menemukan Oikawa Mai."
"Aku sedikit kesulitan untuk menemukannya, tapi ada kemungkinan jika Oikawa Tooru memiliki hubungan dengan Oikawa Mai."
Oikawa Tooru menoleh sehingga pandangan mereka saling bertemu. Melihat Osamu, pria itu tersenyum ramah untuk menyapanya sehingga mau tak mau Osamu juga balas menyapanya dengan senyum canggungnya. Pria itu terlihat berbicara dengan dua orang temannya kemudian berpamitan pada mereka dan menghampiri Osamu.
Tunggu?
"Gue engga nyangka ketemu lo di sini, Osamu," ucap Tooru ketika dirinya sampai dan berdiri di samping Osamu. "Boleh gue duduk?"
"O—oh silahkan." Osamu mempersilahkan.
Osamu tidak menyangka jika Tooru akan langsung menghampirinya seperti ini. Jujur saja, ia bingung harus apa karena ia memang tidak dekat dengan Tooru. Ketika Tuan Besar memberinya tugaspun, Osamu tak yakin apakah dirinya bisa melaksanakan tugas itu atau tidak.
Tapi bukannya ini adalah kesempatan?
"Jadi lo suka nungguin Suna di sini, Sam?" tanya Tooru setelah duduk di samping Osamu yang mengangguk. "Apa engga sumpek di sini? Cuma baca buku doang?"
"Tidak kok, aku memang senang membaca buku," jawab Osamu. "Kadang Akaashi menemaniku juga."
"Sekarang engga ditemenin Akaashi?"
"Akaashi sedang sibuk akhir-akhir ini."
"Bener juga," ujarnya. "Iwa-chan juga sibuk banget akhir-akhir ini, apa anak kedokteran sangat sibuk ya?" Tooru menopang sebelah pipinya dengan tangan kanannya agar menghadap pada Osamu di samping kirinya. Bibir pria itu terlihat maju beberapa senti karena sebal.
"Oikawa-san sendiri, sedang apa di sini?" tanya Osamu berbasa-basi.
"Nganter temen," jawabnya lalu terputus ketika ada dua orang gadis yang melewati meja mereka dan menyapa Tooru, berbincang sebentar sebelum akhirnya melanjutkan ucapannya setelah mereka pergi. "Buat cari buku referensi buat tugas akhir."
"Apa aku mengganggumu?"
"Mengganggu?" tawa Tooru lolos begitu saja melihat Osamu yang seperti sedang mengganggunya padahal di sini, Tooru sendiri yang menghampiri Osamu. "Engga lah, kan gue sendiri yang milih nyamperin lo."
"Ah ... iya."
"Kalau lo gimana? Keganggu engga sama kehadiran gue di sini?" tanya Tooru.
"Ti—tidak kok," jawabnya sambil menggeleng. "Justru aku beruntung Oikawa-san datang ke sini."
"Beruntung?"
"Ma—maksudku, teman Rintarou juga ... temanku, jadi ... tidak ada salahnya untuk memiliki hubungan pertemanan dengan Oikawa-san," jelas Osamu susah payah.
"Ah gitu?" Tooru mengangguk mengerti. "Kalau begitu kenapa kita tidak mengobrol saja?"
Akan sangat aneh jika Osamu langsung bertanya pada intinya. Sepertinya ia harus berbasa-basi dulu. "Jadi, Iwa-chan yang sering Oikawa-san sebutkan itu, pacar Oikawa-san?"
"Iya," jawab Oikawa setelah membalas sapaan lain yang dia dapatkan. "Lo udah ketemu dia belum sih?" Osamu menggeleng. "Iwa-chan emang agak susah buat diajak nongkrong bareng temen gue, engga kayak Akaashi. Gue juga jarang kencan sama dia, yah ... Iwa-chan memang selalu sibuk."
"Sini deh gue kasih lihat orangnya." Tooru mengeluarkan ponselnya menunjukkan foto-foto Iwaizumi Hajime dan dirinya pada Osamu sambil berbincang. Osamu dapat melihat foto-foto mereka ketima masih kecil sampai sekarang berada pada galeri ponsel pria itu. Dapat Osamu asumsikan sepertinya Tooru dan Hajime adalah teman kecil.
Meskipun status mereka yang sepasang kekasih, Osamu tidak melihat foto mereka berciuman atau sesuatu hal mesra selayaknya sepasang kekasih. Malah, banyak terlihat jika Tooru senang sekali mengusili Hajime sehingga dirinya mendapatkan hadiah bogem dari kekasihnya.
"Aku tidak menyangka Iwaizumi-san memiliki jurusan kedokteran."
"Kenapa emang?"
"Wajahnya—"
"Ngga ada cocok-cocoknya jadi dokter?" tebak Tooru sambil tertawa. "Emang, mana ada dokter galak kayak dia."
"Tapi, dari kecil gue udah nyangka sih, lagipula keluarga Iwa-chan itu keluarga dokter. Ayahnya dokter forensik, ibunya juga dokter. Iwa-chan juga pasti bakal jadi dokter."
"Apa harus seperti itu?" tanya Osamu.
"Engga juga sih, tapi memang biasanya ada orang tua yang ingin anaknya juga memiliki profesi yang sama dengan mereka," jawabnya. "Tapi untung aja keluarga gue engga gitu, ibu gue dokter juga sebenernya, cuma ibu gue engga minta gue harus jadi dokter."
"Oikawa Mai adalah seorang dokter."
"Memang ibu Oikawa-san dokter apa?"
"Dokter kandungan."
"Dokter kandungan."
Benar.
"Namanya ... siapa?" Osamu memberanikan diri bertanya dan berharap semoga Tooru menjawab pertanyaannya tanpa bertanya-tanya.
"Namanya Oikawa Mai."
Benar.
Osamu baru akan merespons tetapi terpotong begitu gadis-gadis lain menyapa Tooru ketika mereka melewati meja mereka. Tooru pun membalas sapaan mereka yang kemudian tercipta percakapan di antara mereka.
Melihat hal ini, sepertinya Tooru cukup dikenal banyak orang di kampus. Jika diingat lagi, sebelum pria itu menghampiri Osamu sebelumnya pun, Osamu melihat Tooru sempat disapa oleh mahasiswa lain yang berada di perpustakaan ini. Ketika mereka mengobrolpun banyak pasang mata memperhatikan mereka.
Hal ini mengingatkan Osamu ketika dirinya bersama Rintarou.
Tapi bedanya, tak ada seorangpun yang berani menyapa atau mendekati Rintarou seperti pada Tooru.
"Sepertinya Oikawa-san sangat populer di sini," ujar Osamu setelah Tooru perbincangan mereka selesai dan gadis-gadis itu pergi dari sana.
Pandangan Tooru kembali pada Osamu, tawanya kembali terbit sambil mengibaskan rambut pendeknya seolah-olah sedang membanggakan dirinya sendiri. "Iya dong, Oikawa Tooru." Kekehnya. "Yah ... sebenarnya Suna juga engga kalah populer, kok. Lo juga pasti nyadar kan?"
"Ya, Rintarou juga populer tapi sepertinya tidak seperti Oikawa-san. Tidak ada yang berani menyapa Rintarou."
"Iyalah mana ada yang mau nyapa Suna, orang-orang keburu takut duluan sebelum deketin dia," jawab Tooru. "Selain mukanya dan hawanya yang nakutin, Suna juga agak susah buat deket sama orang apalagi temenan. Lo liat aja kan temennya Suna ada berapa? Makanya ... karena di real life susah buat deketin Suna, mereka lebih milih deketin Suna dengan reply semua tweet Suna."
"Makanya, liat lo, orang baru yang ternyata bisa deket sama Suna bikin gue engga nyangka."
"Apa sebenernya kalian punya hubungan?"
Deg.
Osamu merasa jantungnya berdetak begitu Tooru menatapnya penuh selidik dengan jarak yang begitu dekat dengannya.
Deg.
Apa ini ....
Tooru menutup hidungnya begitu mencium feromon Osamu yang tiba-tiba membuat jantungnya berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Aroma manis yang kuat, bercampur dengan sesuatu yang kuat menusuk penciumannya.
Aroma ini ... Tooru sangat mengenali aroma dominan yang keluar dari tubuhnya.
Feromon Omega.
Bukankah Osamu sekarang alpha?
Pandangan Tooru menuju tenguk Osamu.
"O—oikawa-san?"
Tanpa sadar Tooru mendekat pada leher Osamu untuk menghirup aroma manis itu lebih banyak.
"Oikawa—"
Deg!
"Uhuk!"
Tooru tiba-tiba terbatuk. Pria alpha itu langsung menutup mulut dan hidungnya ketika bibirnya hampir menyentuh tenguk Osamu. Rasa sesak tiba-tiba menusuk paru-parunya ketika tiba-tiba aroma kuat nan tajam lain muncul seperti menampar dirinya yang hampir kehilang akal sehatnya. Sesuatu yang seperti ini ... bukan pertama kalinya Tooru rasakan, sehingga ia familiar dengan hal ini.
Osamu dapat melihat kedua mata Tooru membola seperti terkejut akan sesuatu.
"Osamu, lo ... Suna udah nan—"
"Woi."
Sret!
Ucapan Tooru terpotong begitu suara Rintarou tiba-tiba terdengar di belakang mereka disusul baju belakang Tooru yang langsung ditarik ke belakang untuk menjauh dari Osamu dengan cepat.
Begitu mereka berdua manatap langsung ke mata Rintarou. Wajah pria itu ... terlihat sangat menakutkan.
Komentar
Posting Komentar