Langsung ke konten utama

Part 378; Solasta

 "Tidak baik makan sambil main ponsel, Rintarou."

Suara Ushijima Wakatoshi terdengar menegur Rintarou yang sedari tadi asik bermain ponselnya ketika mereka sedang makan malam bersama. Mendengar teguran itu, bukannya menurut atau meminta maaf, Rintarou justru hanya melirik papanya yang duduk di hadapannya. Jarak mereka cukup jauh karena luas meja makan yang besar namun Rintarou masih bisa mendengar suara Wakatoshi meski pria itu bicara sangat pelan karena ruang makan mereka yang lenggang. Hanya ada mereka berdua dan beberapa pelayan yang mondar-mandir untuk menyajikan makan malam.

Rintarou menjawab, "Aku cuman ngecek HP doang."

"Ada apa memang sampai kamu harus cek ponselmu di sela makan?" tanya Wakatoshi.

"Ada chat dari temen," jawab Rintarou.

"Temanmu memang chat apa?"

Kening Rintarou mengkerut melihat papanya yang malah bertanya makin detail soal kegiatan bermain ponselnya tadi. "Apaan nih? Kok papa jadi kepo gini?"

"Papa hanya ingin tahu kegiatanmu akhir-akhir ini, Rintarou."

"Tanpa aku bilang pun papa juga tau," ujar Rintarou. Ia menyimpan ponselnya kembali di atas meja kemudian meraih gelas berisi air di atas meja dan meneguknya. Matanya sedikit melirik pada Wakatoshi yang menyimpan pisau potong di sebelah kanan piring dengan kemiringan 45° ke kiri dan garpu di sebelah kiri piring dengan kemiringan 45° ke kanan, kemudian, menyimpan kedua tangannya di atas meja dan menatap Rintarou.

"Bagaimana kuliahmu?"

"Baik," jawab Rintarou memotong steak di atas piring setelah menyimpan gelasnya di atas meja kembali agar bisa diisi air lagi oleh pelayan.

"Sudah berapa persen progres tugas akhirmu?"

Rintarou menyuap potongan dagingnya terlebih dahulu sebelum menjawab. "Yah ... sedikit lagi 50%."

"Papa harap semoga ke depannya lancar dan kamu bisa menyelesaikan tugas akhirmu dengan baik. Meski begitu, jangan lupa untuk menjaga kesehatan dan mentalmu, jika terjadi sesuatu segara beritahu Daichi atau Osamu."

Rintarou hanya mengangguk untuk menanggapi ucapan papanya yang sebenarnya—secara tak langsung—sedang memberinya semangat. Meski dalam hatinya, Rintarou cukup senang mendengar ucapan papanya yang terdengar seperti sedang khawatir dengan dirinya. Akan tetapi, Rintarou terlalu gengsi untuk menunjukkan rasa senangnya itu di depan papanya.

Walaupun hubungan ayah dan anak itu sedikit demi sedikit mulai membangun komunikasi dan keterbukaan semenjak insiden itu. Tapi tetap, Rintarou masih merasa sedikit canggung jika harus bicara secara tatap muka seperti ini, apalagi hanya berdua saja. Bertahun-tahun hidup tanpa mengenal sosok ayah dan tiba-tiba ketika Rintarou remaja, seorang pebisnis kaya raya bernama Ushijima Wakatoshi datang memperkenalkan dirinya sebagai ayah kandung Rintarou. Mengganti wali Rintarou yang semula adalah pamannya, kini menjadi Sawamura Daichi.

Ushijima Wakatoshi; sebagai papanya memang memberikan finansial kepada Rintarou.

Tapi tidak dengan waktunya.

Momen seperti ini adalah langka bagi Rintarou.

Jadi, bukannya ini kesempatan yang bagus untuknya bicara dengan papanya?

Apalagi setelah mendapatkan pesan dari teman-temannya barusan ....

"Pa?" Rintarou memanggil, kemudian memberikan ponselnya pada Wakatoshi yang menampilkan sebuah laman berita yang memuat berita penyerangan pada apartemen tempatnya tinggal. Wakatoshi membaca headline berita itu tanpa menunjukkan ekspresi apa-apa membuat Rintarou akhirnya bicara, "Papa udah tau soal ini?"

Pasti tahu, Rintarou yakin jika papanya sudah tahu tentang ini sebelumnya.

Makanya ia memerintahkan Rintarou untuk makan malam dan menginap malam ini.

"Ya."

"Eh?" Di luar dugaannya, Rintarou pikir jika papanya akan mengelak. "Papa ... beneran udah tahu?"

"Untuk itu papa memerintahkan Kenjiro untuk mengundangmu makan malam dan menginap," jawab Wakatoshi kemudian melanjutkan, "Papa juga memerintahkan Daichi untuk memberitahu Tetsurou agar tidak kembali ke apartemen."

Kak Daichi? Tapi bukannya Kuroo bilang Kenma yang ngasih tau? Batin Rintarou. Terlepas dari itu, berarti semuanya memang terbukti jelas sekarang.

Jika hari ini, Rintarou menjadi target pembunuhan musuh keluarganya.

"Itu berarti ... Papa tau, siapa dalangnya?" tanya Rintarou. "Papa udah tau siapa yang incar aku? Apa mereka orang yang sama dengan pelaku pembunuhan Mama dan Nenek?"

"Untuk sekarang, kamu tidak perlu tau, Rintarou," jawab Wakatoshi membuat Rintarou terdiam.

"Kenapa?" Rintarou bertanya, tampak kesal dengan jawaban Wakatoshi yang lagi-lagi tidak mau memberitahu Rintarou. Padahal ia pikir, papanya akan menjawab semua pertanyaannya tanpa elak seperti dulu. "Kenapa Papa engga mau kasih tau aku sekarang kalau Papa emang udah tau?"

"Untuk sekarang, kamu hanya harus fokus pada tugas akhirmu Rintarou," jawab Wakatoshi. "Hal seperti ini, biar Papa yang tangani. Kamu tidak perlu ikut campur."

"Engga perlu ikut campur?" Rintarou berdesis, kepalan tangannya yang memegang pisau dan garpu tampak mengeras. Feromon alpa pria itu mulai tercium pekat sampai membuat beberapa pelayan berstatus beta yang bisa mencium bau feromon merinding.

"Rintarou, tahan feromonmu. Kau membuat pelayan ketakutan."

"Gimana aku engga ikut campur kalau ini melibatkan aku, Pa?" Rintarou tidak mendengarkan. "Aku, dua puluh satu tahun lebih hidup bersembunyi karena diincar oleh musuh keluarga Ushijima yang aku sendiri pun engga tahu siapa. Papa udah tau siapa mereka, tapi kenapa Papa engga mau kasih tau aku?"

Para pelayan beta yang dapat mencium bau feromon terlihat bergetar dan tanpa sadar mulai bertekuk lutut di lantai.

Kuat sekali, batin Wakatoshi.

Wakatoshi menekan pin yang menempel di jas hitamnya kemudian bicara, "Aone." Tak butuh waktu lama, seorang bodyguard berbadan besar masuk ke dalam ruang makan itu, "Bawa anakku ke kamarnya."

"Apa?" Rintarou membola mendengar Wakatoshi memerintahkan bodyguard untuk membawa paksa dirinya kembali ke kamar. Rintarou segara protes dan memberontak begitu Aone Takanobu menahan kedua lengan Rintarou dan berusaha menyeretnya pergi dari sana. "Lepasin sialan!"

Tapi kekuatan pria beta tanpa alis itu terlalu besar sehingga usaha berontak Rintarou tampak sia-sia. Terus memaki papa dan bodyguard itupun tampak sia-sia juga.

Sampai tak sadar ....

Deg!

Takanobu merasa tubuhnya kaku sehingga ia tak bisa membawa paksa Rintarou. Begitu juga dengan Wakatoshi yang sempat terdiam kaku sepersekian detik merasakan tekanan yang tiba-tiba Rintarou berikan pada mereka. Seperti perintah untuk patuh pada pria True Alpha itu.

"Putra anda adalah seorang Trua Alpha pria yang spesial, Tuan."

Meskipun tubuh Takanobu tak bisa bergerak, tetapi cengkraman tangannya pada lengan Rintarou tak mengendur sama sekali. Takanobu seperti sedang berusaha untuk tetap menahan Rintarou agar tidak lari ke mana-mana meski ia sendiri berada pada kendali dominansi pria itu. Melihat situasi itu, Wakatoshi segara bangkit dari duduknya kemudian menghampiri Rintarou yang masih berusaha memberontak.

Rintarou hilang kendali.

Wakatoshi berdiri tepat di hadapan Rintarou, berusaha terlihat baik-baik saja di area dominansi feromon anaknya yang membuat tubuh Wakatoshi sedikit merinding. "Kamu ingin tahu kenapa Papa merahasiakan pelakunya padamu sekarang?"

"Karena saat kamu mengetahuinya, kamu tidak akan percaya Rintarou."

"Kenapa aku harus tidak percaya? Mereka yang membunuh Mama dan Nenek—"

"Karena salah satu dari mereka adalah orang yang kamu percayai," potong Wakatoshi.

Orang yang ... aku percayai?

"Apa maks—uhuk!"

Wakatoshi memukul perut Rintarou sekali pukulan sampai anaknya pingsan. Begitu kesadaran Rintarou menghilang, feromon yang diciptakannya pun lenyap sehingga Takanobu bisa kembali bergerak dan membopong tubuh tak sadarkan diri Rintarou ke atas pundaknya.

"Bawa Rintarou ke kamarnya," perintah Wakatoshi.

Takanobu membungkuk mengerti kemudian melaksanakan perintah Wakatoshi.

Sepeninggalan mereka, Wakatoshi menghempuskan napasnya yang sudah dia tahan sejak tadi ketika Rintarou mulai kehilangan kendali. Ini pertama kalinya Wakatoshi merasa terancam dan merinding mencium feromon alpa lain yang biasanya tak akan mempengaruhi apa-apa bagi seorang True Alpha seperti dirinya. Kejadian ini membuat dirinya semakin benar apa yang dikatakan dokter persalinan katakan padanya dulu; tentang putranya.

Wakatoshi kembali menekan pin di jasnya kemudian sosok Shirabu Kenjiro datang ke arahnya. "Anda memanggil saya, Tuan?"

"Laporkan keadaannya," perintah Wakatoshi sambil berjalan ke luar ruang makan itu menuju ruangannya. Melihat tuan besarnya telah selesai makan, para pelayan pun bergegas merapikan meja makan itu.

"Kerusakan pada apartemen tidak terlalu besar, Sugawara-san sedang menangani perbaikannya," ucap Kenjiro sambil membuka tab miliknya untuk membawa laporan yang dia dapatkan dari para ketua divisi sambil mengikuti langkah Wakatoshi di belakang. "Dilaporkan ada tiga orang yang menyusup ke apartemen. Satu di antara mereka; Kageyama Tobio berhasil ditangkap, dan sekarang masih tidak sadarkan diri. Sedangkan dua lainnya berhasil kabur. Korban jiwa tercatat 5% dari total anggota dan 40% luka-luka termaksud Hinata-san dan Osamu."

Wakatoshi duduk di kurisnya. "Bagaimana dengan Asahi?"

"Azumane-san baik-baik saja, tapi ... Hinata-san dan Osamu tidak begitu."

Wakatoshi menyandarkan punggungnya kemudian menjawab. "Kenapa mereka?"

"Hinata-san terkena luka tembak di bahunya, sedangkan Osamu ... kepalanya hampir terpenggal."

Bola mata Wakatoshi membola mendengar itu. "Bagaimana Osamu bisa hampir terpenggal?"

"Salah satu dari mereka; Hoshiumi Korai adalah yang paling ahli bertarung dengan tangan kosong ataupun dengan senjata. Hoshiumi Korai terlibat pertarungan dengan Osamu tapi untung saja Azumane-san membantu dan hanya terkena goresan saja. "

"Ada lagi?"

"Sudah, Tuan."

Ada waktu sampai Osamu memulihkan diri sebentar sebelum bertemu kembali dengan Rintarou. "Panggilkan lagi Hirugami untukku agar cepat datang."

"Sebelum siklus Rut Rintarou datang."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Part 23; Solasta

  Suna Rintarou menghentikan mobil Chevrolet Camaro hitam miliknya tepat di depan sebuah gerbang mewah setinggi dua meter yang menjadi pintu masuk utama menuju ke kediaman Ushijima Wakatoshi; petinggi sekaligus pemilik Ushijima Group —dan juga papanya. Melihat siapa yang datang, dua orang pria yang bertugas menjaga gerbang langsung membukakan gerbang untuknya. Tak lupa membungkuk hormat untuk menyambut kedatangan sang tuan muda yang sudah lama tidak mengunjungi rumahnya. Melihatnya, Rintarou sedikit berdecih dalam hati karena dirinya tidak terlalu suka diperlakukan bak seorang pangeran—padahal faktanya; dirinya diperlakukan seperti seorang buangan . Diasingkan Bahkan tidak ada yang tahu siapa Suna Rintarou sebenarnya selain orang-orang tertentu yang sudah mendapatkan izin dari papanya untuk mengetahui siapa dirinya sebenarnya. Rintarou memarkirkan mobilnya di depan rumah setelah melewati air mancur besar yang berada di tengah-tengah halaman depan rumahnya. Dia dapat melihat beber

Part 128; Solasta

 Di tengah perjalanan mereka menuju apartemen Rintarou setelah membeli bahan makanan untuk satu minggu ke depan, Rintarou tiba-tiba mampir terlebih dahulu ke salah satu kedai kopi untuk membeli dua gelas kopi untuk mereka. Karena ia tidak tahu apakah Osamu menyukai kopi atau tidak, jadilah Rintarou akhirnya memilih vanilla latte untuk Osamu dan Americano untuk dirinya.     Setelah mengantri cukup lama, Rintarou kembali masuk ke dalam mobil dan memberikan segelas vanilla latte di tangannya pada Osamu. "Ini." Namun, Osamu tidak menerimanya dan malah menatap Rintarou kebingungan. "Buat lo, ambil." Sekali lagi Rintarou memberikan gelas itu pada Osamu dan akhirnya diterima oleh sang bodyguard.      "Terima kasih, Tuan Muda," ujarnya lalu memandang minuman itu di tangannya.      Awalnya Rintarou tidak menyadari itu karena ia sibuk meneguk americano miliknya sambil mengecek ponselnya yang menunjukkan pukul tujuh malam. Sampai ia kembali menoleh pada Osamu yang te

Part 40; Solasta

 Osamu berdiam diri di balik dinding yang terdapat di atas rooftop sebuah gedung bertingkat yang jaraknya berdekatan dengan Hotel Victorious berada. Mengamati acara pertemuan besar itu berlangsung dari atas gedung dengan menggunakan teleskop lipat di tangannya yang sengaja ia bawa di balik saku jubah hitam yang ia kenakan. Dari tempatnya berada, Osamu dapat melihat Wakatoshi sedang mengobrol dengan beberapa wanita bergaun mewah ditemani oleh Asahi di belakangnya yang bertugas mengawalnya di sana. Osamu lalu menggerakkan teleskopnya menuju ke arah lain untuk mengawasi di dalam ballroom itu yang dapat ia jangkau dari sana. Mencari sesuatu yang mencurigakan namun tidak ada yang ganjil di sana. Beberapa anggota tambahan dari divisi Sugawara sudah datang lima menit lalu dan langsung memulai tugasnya. Mengawasi di berbagai sudut yang memiliki kemungkinan adanya penyerangan tiba-tiba yang mungkin saja terjadi di sana dan beberapa tempat yang mudah untuk mengawasi keadaan di dalam hotel itu