Langsung ke konten utama

Part 332; Solasta

 Rintarou telah memikirkan rencana ini berkali-kali. Kesempatannya untuk bertemu papanya secara langsung di rumah sakit secara diam-diam karena semua orang—termaksud Osamu dan Daichi—melarangnya untuk bertemu papanya. Beberapa hari setelah insiden kecelakaan itu, perasaan Rintarou kian tak nyaman sebelum ia melihat dengan mata kepalanya sendiri jika papanya benar-benar baik-baik saja seperti yang Daichi katakan padanya—atau minimal. Dia mendapatkan kabar dari media tentang papanya tetapi nihil. Ia tidak melihat satupun berita tentang kondisi Ushijima Wakatoshi pasca kecelakaan tunggal itu terjadi.

Untuk itu di sinilah Rintarou berada. Berjalan menyusuri koridor rumah sakit tempat papanya dirawat seorang diri dengan memakai masker, kacamata, dan topi. Rintarou harus menyembunyikan identitasnya agar orang-orang papanya tidak mengetahui keberadaannya.

Rintarou cukup beruntung karena bodyguard yang mengawasinya diam-diam tak menyadari jika Rintarou berusaha kabur dari kampus. Meskipun begitu tak menutup kemungkinan jika mereka akan menyadarinya dan berakhir dirinya akan dicari seperti dulu atau justru dirinya akan segera ditemukan.

Lift berhenti di lantai empat tempat dimana papanya dirawat. Rintarou mengetahui ruangan papanya dirawat dari Shoyou yang tak sengaja membocorkannya pada Rintarou. Tentu saja setelah mengetahui ruangan rawat papanya, Rintarou langsung memutuskan rencananya ini.

Namun Rintarou melupakan suatu hal yang penting; jika papanya adalah seseorang yang penting dan pasti ruangan rawat papanya akan dijaga ketat oleh para pengawal.

Dan benar saja, ketika Rintarou tiba di belokan menuju ruangan papanya, dia dapat melihat dua orang pria berbedan besar berjaga di luar. Jika Rintarou memaksa masuk, dia pasti akan tertangkap.

Apa yang harus Rintarou lakukan agar bisa masuk ke dalam tanpa ketahuan? Haruskan dia berpura-pura menjadi perawat atau dokter untuk bisa masuk? Atau Rintarou harus melakukan sesuatu pada dua pengawal itu agar pergi dari tempat mereka berada?

"Gimana gue bisa mas—"

Duks!

Tubuh Rintarou terhuyung ke depan saat merasakan kaki belakangnya ditabrak oleh seseorang. "Aduh!" Rintarou refleks mengaduh terkejut sambil berbalik untuk melihat siapa yang menabrak kakinya. Ketika ia berbalik dan melihat ke bawah, Rintarou menemukan seorang anak kecil laki-laki yang jatuh terduduk di dekatnya.

Sepertinya anak kecil itu yang menabrak kaki Rintarou. "Eh—lo—I mean ... kamu ngga papa, Dek?" tanya Rintarou sambil membungkuk untuk bisa melihat kondisi anak kecil itu, yang jatuh terduduk. Mencoba memastikan kondisi anak kecil itu takut-takut jika ada yang terluka. "Ada yang sakit?"

"Sakit ...."

"Satoru! Astaga ... kamu di sini ternyata."

Rintarou langsung mendongak menegakkan tubuhnya kembali begitu mendengar suara lain berseru ke arah mereka dan melihat seorang pria yang tampak tak asing bagi Rintarou berlari kecil menghampiri anak kecil itu. Pria familiar itu berjongkok untuk melihat apakah ada yang terluka pada anak kecil itu karena ia langsung mengadu padanya. Begitu menyadari kehadiran Rintarou di sana, pria itu menoleh padanya kemudian membungkuk kecil.

"Maaf, apa Satoru menabrak anda barusan?" tanya pria itu, dan saat suaranya terdengar, Rintarou langsung mengingat dimana ia pernah bertemu dengan pria itu sebelumnya.

Pria berambut putih dan hitam—yang mirip sekali dengan Kotarou—hotel, kalung, dan teman prianya yang tak ramah.

"Iya, dia menabrakku," jawab Rintarou setelah terdiam sepersekian detik. Melihat reaksi pria itu yang biasa aja membuat Rintarou sadar jika dirinya sedang dalam penyamaran dan tentu saja pria itu tak mengenalinya.

"Bagaimana kondisi anda? Apa ada yang terluka?" tanyanya lagi, mimik wajahnya terlihat khawatir mendengar jawaban Rintarou. "Saya benar-benar minta maaf, Satoru sering sekali berlari tiba-tiba dan sepertinya dia berlari tanpa melihat ke depan sampai akhirnya menabrak anda."

"E—eh ya tidak apa-apa, lagipula aku ... baik-baik aja kok."

"Ah begitu ...." Pria itu bernapas lega mendengarnya kemudian membawa anak kecil itu ke dalam gendongannya. "Ayo Satoru, ucapankan apa pada kakaknya?"

"Satoru minta maaf ya Kakak ...," ujar anak kecil itu sambil menyatukan kedua tangannya di depan wajah seperti seseorang yang tengah meminta maaf. Melihat betapa menggemaskan anak kecil itu tiba-tiba mengingatkan Rintarou pada Osamu. Bagaimana betapa polosnya anak kecil itu sama seperti Osamu, apalagi ketika Osamu merasa melakukan kesalahan dan ingin Rintarou memaafkannya.

Keheningan beberapa detik melanda mereka. Rintarou yang baru sadar segera mendongak dan tersentak begitu melihat pria itu menatapnya seksama dengan jarak yang sangat dekat. "Ma—maaf?"

"Ah—sorry, saya seperti tidak asing dengan anda, apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanyanya setelah menjauhkan wajahnya dari Rintarou yang tadi memang cukup dekat menatapnya.

Rintarou mengangguk pelan. "Iya, kita pernah bertemu sebelumnya. Di lift hotel—mungkin sekitar beberapa bulan yang lalu? Waktu itu temanmu menjatuhkan kalung."

"Ah ...." Pria itu mengangguk mengerti sambil ber-oh ria. Tampaknya pria itu mengingat sesuatu tentang dirinya. "Tidak disangka kita bertemu lagi ya, aku masih tidak enak soal kejadian itu kalau mengingatnya."

"Engga perlu dipikirkan, aku engga ngerasa gimana-gimana, biasa aja," jawab Rintarou.

Pria itu mengangguk kecil sambil tersenyum. Senyum ramah yang sangat manis. Begitu melihatnya siapapun akan menganggap jika pria itu adalah pria yang sangat baik. Setelahnya, pria itu mengulurkan tangannya pada Rintarou. "Oh ya, perkenalkan namaku Kita Shinsuke."

Rintarou membalas uluran tangan pria itu kemudian menyebutkan namanya, "Rintarou, Suna Rintarou."

"Wah namanya bagus!" seru Satoru begitu mendengar nama Rintarou. Pria yang diketahui bernama Shinsuke itu mengangguk membenarkan.

"Benar, nama yang indah ya?"

Rintarou hanya tersenyum kecil sambil menggaruk sisi wajahnya yang tak gatal. "Ma—makasih, itu nama pemberian mamaku."

Pamannya pernah bercerita pada Rintarou jika mamanya yang memberikan nama Rintarou untuknya ketika dirinya masih dalam kandungan. Ada banyak nama yang ingin mama berikan padanya, tetapi nama Rintarou adalah nama yang mama dan papanya putuskan.

Ushijima Rintarou.

"Untuk menyembunyikan identitasmu, papa memberikan nama marga asli mamamu yang tidak diketahui banyak orang."

"Ngomong-ngomong sedang apa kamu di sini?" suara Shinsuke yang bertanya padanya membuyarkan lamunan Rintarou.

"Eh? Oh—aku ...." Rintarou berpikir sebentar, dia tidak mungkin mengatakan bahwa ia mau bertemu papanya—apalagi, sepertinya di lantai ini hanya berisi kamar rawat inap VVIP yang tidak sembarang orang bisa rawat. "Aku mau jenguk temen, tapi kayaknya aku ... salah lantai."

Rintarou harap-harap cemas menunggu reaksi Shinsuke. "Rumah sakit ini memang sangat luas jadi sering sekali ada yang kesasar atau salah lantai," ujarnya.

"Kamu sendiri?"

"Orang tua Satoru sedang di rawat inap di lantai bawah, cuman Satoru ingin jalan-jalan dan kami ternyata sampai di lantai ini."

"Ah begitu ...."

"Kalau begitu, kami permisi ya, Suna-san. Senang bertemu kembali denganmu."

"Ah ya, senang bertemu denganmu juga Kita-san."

"Sampai ketemu lagi Kak Suna!" Satoru melambaikan tangannya pada Rintarou saat mereka berpamitan pergi. Rintarou membalas lambaian tangan itu sampai kedua orang itu hilang ditikungan.

Sepeninggalan Shinsuke dan Satoru saat itu juga Rintarou kembali mengingat tujuannya ke mari. Rintarou kembali berbalik untuk melihat kondisi kamar inap papanya—

"Eh?"

Rintarou membola begitu melihat kamar inap papanya yang tadi dijaga oleh dua orang bodyguard kini tidak ada satupun orang di sana.

Kemana perginya dua orang tadi?


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Part 23; Solasta

  Suna Rintarou menghentikan mobil Chevrolet Camaro hitam miliknya tepat di depan sebuah gerbang mewah setinggi dua meter yang menjadi pintu masuk utama menuju ke kediaman Ushijima Wakatoshi; petinggi sekaligus pemilik Ushijima Group —dan juga papanya. Melihat siapa yang datang, dua orang pria yang bertugas menjaga gerbang langsung membukakan gerbang untuknya. Tak lupa membungkuk hormat untuk menyambut kedatangan sang tuan muda yang sudah lama tidak mengunjungi rumahnya. Melihatnya, Rintarou sedikit berdecih dalam hati karena dirinya tidak terlalu suka diperlakukan bak seorang pangeran—padahal faktanya; dirinya diperlakukan seperti seorang buangan . Diasingkan Bahkan tidak ada yang tahu siapa Suna Rintarou sebenarnya selain orang-orang tertentu yang sudah mendapatkan izin dari papanya untuk mengetahui siapa dirinya sebenarnya. Rintarou memarkirkan mobilnya di depan rumah setelah melewati air mancur besar yang berada di tengah-tengah halaman depan rumahnya. Dia dapat melihat beber

Part 128; Solasta

 Di tengah perjalanan mereka menuju apartemen Rintarou setelah membeli bahan makanan untuk satu minggu ke depan, Rintarou tiba-tiba mampir terlebih dahulu ke salah satu kedai kopi untuk membeli dua gelas kopi untuk mereka. Karena ia tidak tahu apakah Osamu menyukai kopi atau tidak, jadilah Rintarou akhirnya memilih vanilla latte untuk Osamu dan Americano untuk dirinya.     Setelah mengantri cukup lama, Rintarou kembali masuk ke dalam mobil dan memberikan segelas vanilla latte di tangannya pada Osamu. "Ini." Namun, Osamu tidak menerimanya dan malah menatap Rintarou kebingungan. "Buat lo, ambil." Sekali lagi Rintarou memberikan gelas itu pada Osamu dan akhirnya diterima oleh sang bodyguard.      "Terima kasih, Tuan Muda," ujarnya lalu memandang minuman itu di tangannya.      Awalnya Rintarou tidak menyadari itu karena ia sibuk meneguk americano miliknya sambil mengecek ponselnya yang menunjukkan pukul tujuh malam. Sampai ia kembali menoleh pada Osamu yang te

Part 40; Solasta

 Osamu berdiam diri di balik dinding yang terdapat di atas rooftop sebuah gedung bertingkat yang jaraknya berdekatan dengan Hotel Victorious berada. Mengamati acara pertemuan besar itu berlangsung dari atas gedung dengan menggunakan teleskop lipat di tangannya yang sengaja ia bawa di balik saku jubah hitam yang ia kenakan. Dari tempatnya berada, Osamu dapat melihat Wakatoshi sedang mengobrol dengan beberapa wanita bergaun mewah ditemani oleh Asahi di belakangnya yang bertugas mengawalnya di sana. Osamu lalu menggerakkan teleskopnya menuju ke arah lain untuk mengawasi di dalam ballroom itu yang dapat ia jangkau dari sana. Mencari sesuatu yang mencurigakan namun tidak ada yang ganjil di sana. Beberapa anggota tambahan dari divisi Sugawara sudah datang lima menit lalu dan langsung memulai tugasnya. Mengawasi di berbagai sudut yang memiliki kemungkinan adanya penyerangan tiba-tiba yang mungkin saja terjadi di sana dan beberapa tempat yang mudah untuk mengawasi keadaan di dalam hotel itu