Langsung ke konten utama

Part 278; Solasta

 Hirugami Sachiro tahu betul alasan kenapa Sami Eita memintanya ke Amerika. Tahu betul kenapa sang pria alpha—adik tiri Ushijima Wakatoshi—ingin bertemu dengannya. Apalagi jika bukan karena Osamu. Eita pasti ingin mendengar perkembangan Osamu untuk menjadi Alpha yang percobaannya sudah Osamu lakukan selama empat tahun ini. Apakah percobaan itu berhasil atau justru gagal.

Atau mungkin bukan itu? Toh Sachiro juga tidak tahu pastinya sampai Eita sendiri yang bicara langsung padanya. Tapi jika itu memang tentang Osamu, Sachiro sudah siap dengan itu.

Sachiro mengikuti salah satu pelayan wanita yang menyambutnya di halaman rumah megah bak mansion milik keluarga Semi. Pelayan itu membawa Sachiro pada ruang tamu besar yang di sana terlihat seorang wanita cantik yang tengah duduk di salah satu sofa, menunggu kedatangan Sachiro. Begitu mata kecoklatannya melihat kedatangan Sachiro, wanita cantik itu langsung berdiri untuk menyapanya.

"Selamat siang, Nyonya Semi."

Pelayan wanita itu, juga Sachiro membungkuk hormat padanya. "Selamat datang, Hirugami-san."

Semi Haruka.

Ibu dari Semi Eita, mantan istri dari Tuan Besar Ushijima terdahulu; Ushijima Naoto, dan ibu tiri Ushijima Wakatoshi.

Wanita berumur awal enam puluh tahun itu masih terlihat sangat muda dan sehat. Benar-benar berbeda dari wanita pada umumnya diusianya yang sekarang. Mungkin jika Tuan Besar Ushijima terdahulu dan Nyonya Besar Ushijima masih hidup, mereka akan tampak seperti Haruka.

"Silahkan duduk, Hirugami-san." Haruka mempersilahkan Sachiro untuk duduk di sampingnya, tepatnya di sofa bermuatan tiga orang di samping sofa tunggal yang ia tempati. Haruka juga meminta pelayan wanita yang berdiri di belakangnya sejak tadi untuk menyiapkan minum dan camilan untuk menemani mereka bicara. Selagi menunggu Eita. "Sudah lama kita tidak bertemu, bagaimana kabarmu?"

"Kabar saya sangat baik, Nyonya. Bagaimana dengan anda?" tanya Sachiro.

"Seperti yang kamu lihat," jawabnya sambil tertawa kecil. "Cukup baik sampai bisa pergi ke Milan beberapa hari ini."

Sachiro tertawa kecil juga untuk membalasnya. Namun, dalam pikirannya terbesit perasaan bahwa Haruka tahu jika Sachiro mengetahui jika wanita itu pergi ke Milan. Nada bicaranya seolah-olah seperti itu. "Ah begitu ..., kudengar Milan sangat bagus untuk dijadikan liburan."

Haruka tertawa menjawabnya. "Bagaimana keadaan Wakatoshi di Jepang? Apa dia sehat-sehat saja?"

"Ya, Wakatoshi sangat sehat. Mungkin, agak sedikit sibuk dengan pekerjaannya."

"Syukurlah kalau begitu," ujarnya lega sambil menghela napas. "Lalu, bagaimana dengan Rintarou?"

Sachiro memandang Haruka pelan namun isi kepalanya mulai berpikir karena rasa curiga tiba-tiba muncul di benaknya. Haruka memang mengetahui jika anak Wakatoshi masih hidup sampai sekarang. Namun, ia tidak tahu dimana Rintarou tinggal sekarang. Haruka dan Eita hanya pernah bertemu dengan Rintarou sekali, itupun ketika Rintarou masih duduk di bangsu sekolah. Keluarga Semi hanya tahu nama dan wajah Rintarou, selebihnya dirahasiakan.

Wakatoshi melakukan itu mungkin sebagai antisipasi agar identitas Rintarou tidak diketahui oleh orang lain selain keluarganya. Akan sangat berbahaya jika pelaku pembunuhan Ayumi dan Mieko tahu jika Rintarou masih hidup. Ada kemungkinan jika Rintarou akan kembali dibunuh oleh mereka yang masih belum diketahui siapa. Tapi, ada kemungkinan jika Keluarga Sakusa adalah salah satu dibalik ini semua.

Dan Haruka adalah sahabat baik Sakusa Hiroshi; ayah Sakusa Haru; dan kakek Sakusa Kiyoomi.

Wajar jika Wakatoshi akan mencurigai ibu tirinya sendiri. Karena Sachiro pun entah kenapa sangat mencurigai wanita itu.

"Baik, sepertinya ... yah, baik."

"Senang mendengarnya."

Tak ada yang bicara kembali setelahnya karena pelayan yang tadi dipinta untuk menyiapkan minum dan camilan kembali sambil membawa dua buah gelas berisi teh dan berbagai camilan tersedia di atas meja. "Silahkan diminum, Hirugami-san."

"Terima kasih, Nyonya."

"Saya sangat senang mendengar kabar jika Wakatoshi dan Rintarou baik-baik saja. Beberapa bulan ini cukup sulit menghubungi Wakatoshi yang berada di Jepang, padahal saya sangat ingin bertemu dengannya." Haruka meraih gelas teh miliknya lalu menyesapnya pelan. Sachiro juga melakukan hal yang sama, dengan hati-hati meneguk cairan berwarna kecoklatan itu sampai rasanya tersangkut di tenggorokan saat mendengar suara Haruka melanjutkan ucapannya.

"Seperti, Wakatoshi sengaja memutus kontak dengan kami."

Sachiro hampir menyemburkan teh yang dia minum kalau tidak coba dia tahan. Sebisa mungkin Sachiro bersikap tak mencurigakan di depan Haruka yang mungkin saja sedang menilainya sekarang. Sachiro menyimpan cangkir teh itu kemudian menatap Haruka yang juga menatapnya ramah. "Saya tidak tahu mengenai hal itu."

Sachiro tidak sepenuhnya berbohong. Dia memang tidak mengetahui hal itu karena Wakatoshi tidak bicara apa-apa padanya. Tapi, Sachiro memang sempat menduganya; wajar jika Wakatoshi mencurigai Haruka.

"Tapi saya pikir, apa yang dilakukan Wakatoshi memang tepat."

Apa?

Sachiro memandang Haruka bingung—juga terkejut karena mendengar ucapan Haruka yang diluar pikirannya.

Apa maksudnya itu?

"Mak—"

"Selamat datang, Tuan."

Ucapan Sachiro terpotong begitu saja oleh sambutan para pelayan di sana karena kehadiran Eita dengan dua bodyguard pribadinya di belakang. Sachiro langsung berdiri dari duduknya kemudian membungkuk pada Eita yang menghampiri ibunya terlebih dahulu, kemudian menghampiri Sachiro.

"Selamat siang, Tuan Eita," sapa Sachiro.

"Siang, Sachiro. Selamat datang juga," balasnya lalu bersalaman dan kembali duduk. Eita mendudukkan diri di sofa tunggal di hadapan ibunya. "Eita saja, bukannya aku sudah bilang dari dulu?"

"Ah iya."

Kedatangan Eita membuat pembicaraan Sachiro dengan Haruka terhenti. Wanita itu juga tidak ikut dalam pembicaraan mereka karena memilih pamit undur diri karena harus istirahat. Ingat jika Haruka baru pulang dari Milan, dan belum istirahat saat sampai di sana.

Menyisakan Eita dan Sachiro di sana.

"Apa yang ibuku tanyakan padamu?" tanya Eita, tanpa basa-basi.

"Beliau hanya bertanya kabar Wakatoshi dan Rintarou. Sama ... beliau merasa jika Wakatoshi berusaha memutuskan kontak dengannya," jawab Sachiro, namun tidak sepenuhnya mengatakan semua yang Haruka katakan.

"So, apa kamu tahu jika Kakak memang sengaja melakukan itu?"

Sachiro menggeleng. "Wakatoshi tidak mengatakan itu padaku." Mendengar jawaban Sachiro tentu tak langsung Eita percaya begitu saja. Sachiro dapat melihatnya dari tatapan mata pria alpha itu yang tampak tak percaya. "Benar Wakatoshi tidak bicara soal itu padaku, aku saja terkejut mendengarnya dari Nyonya Haruka."

Butuh beberapa detik sampai Eita menerima jawaban Sachiro. "Yah ... aku rasa Kakak melakukan itu karena curiga dengan ibuku yang dekat dengan Paman Hiroshi. Ditambah berita yang kamu katakan padaku saat di chat sebelumnya."

"Tapi, kurasa itu keterlaluan. Kakak tidak seharusnya seperti itu pada Ibu yang mengkhawatirkan Kakak." Eita terdengar mendengus pelan kemudian melanjutkan ucapannya, "Hh ... kenapa juga Ibu sangat mengkhawatirkan Kakak? Padahal karena Kakak, Ibu jadi seperti ini."

Sachiro merasa jantungnya berdetak tak nyaman mendengar kalimat terakhir yang Eita ucapkan. Rasanya benar-benar berbeda, seperti ada sesuatu emosi yang berusaha Eita tahan namun akhirnya keluar begitu saja. Sachiro merasakan itu. Meskipun dirinya adalah seorang beta, tetapi ia dapat merasakan feromon dan hawa disekitar Eita yang tiba-tiba berubah begitu saja. Mencekam, dan menyesakkan.

Namun semuanya langsung hilang dalam sekejap. Tawa kecil Eita terdengar disusul kata maafnya dan alasan seperti; pikirannya sedang melantur karena Eita bicara sesuatu yang buruk. Tapi, Sachiro tahu, jika sepertinya Eita menyadari perubahan pada feromonnya sehingga Eita langsung menutupi itu.

"Ngomong-ngomong, bagaimana kabar Osamu? Apa dia baik-baik saja di sana?" tanya Eita, mengalihkan pembicaraan mereka dengan berbicara tentang Osamu.

Tapi, itu membuat Sachiro waspada. "Osamu baik-baik saja."

"Syukurlah, aku sempat khawatir dengannya. Apalagi lingkungan Jepang yang berbeda dengan di sini," ujarnya. "Bagaimana dengan percobaannya?"

Itu dia.

"Percobaannya lancar, meskipun ada sedikit trouble tapi semuanya sangat lancar."

"Baguslah jika semuanya berjalan lancar." Eita menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa kemudian melanjutkan ucapannya. "Jujur saja, aku sempat keberatan saat Kakak meminta Osamu tinggal di Jepang, tapi aku tidak bisa melarangnya karena dari awal Osamu adalah milik Kakak. Aku hanya bertugas merawatnya saja di sini dan suatu saat Osamu pasti akan diambilnya."

"Tapi, karena aku juga merawat Osamu, Osamu juga jadi milikku, bukan?"

Sachiro tidak langsung menjawab, dia menunggu ucapan Eita selanjutnya. "Saat tahu Osamu yang kurawat selama ini adalah Omega, rasanya sangat mengesalkan. Untuk apa aku merawatnya jika ternyata Osamu adalah omega?"

"Jadi Sachiro, percobaan itu harus berhasil apapun yang terjadi. Kakak juga sudah berjanji padaku, jadi, Osamuku harus menjadi seorang Alpha."

"Karena aku membenci Omega."



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Part 23; Solasta

  Suna Rintarou menghentikan mobil Chevrolet Camaro hitam miliknya tepat di depan sebuah gerbang mewah setinggi dua meter yang menjadi pintu masuk utama menuju ke kediaman Ushijima Wakatoshi; petinggi sekaligus pemilik Ushijima Group —dan juga papanya. Melihat siapa yang datang, dua orang pria yang bertugas menjaga gerbang langsung membukakan gerbang untuknya. Tak lupa membungkuk hormat untuk menyambut kedatangan sang tuan muda yang sudah lama tidak mengunjungi rumahnya. Melihatnya, Rintarou sedikit berdecih dalam hati karena dirinya tidak terlalu suka diperlakukan bak seorang pangeran—padahal faktanya; dirinya diperlakukan seperti seorang buangan . Diasingkan Bahkan tidak ada yang tahu siapa Suna Rintarou sebenarnya selain orang-orang tertentu yang sudah mendapatkan izin dari papanya untuk mengetahui siapa dirinya sebenarnya. Rintarou memarkirkan mobilnya di depan rumah setelah melewati air mancur besar yang berada di tengah-tengah halaman depan rumahnya. Dia dapat melihat beber

Part 128; Solasta

 Di tengah perjalanan mereka menuju apartemen Rintarou setelah membeli bahan makanan untuk satu minggu ke depan, Rintarou tiba-tiba mampir terlebih dahulu ke salah satu kedai kopi untuk membeli dua gelas kopi untuk mereka. Karena ia tidak tahu apakah Osamu menyukai kopi atau tidak, jadilah Rintarou akhirnya memilih vanilla latte untuk Osamu dan Americano untuk dirinya.     Setelah mengantri cukup lama, Rintarou kembali masuk ke dalam mobil dan memberikan segelas vanilla latte di tangannya pada Osamu. "Ini." Namun, Osamu tidak menerimanya dan malah menatap Rintarou kebingungan. "Buat lo, ambil." Sekali lagi Rintarou memberikan gelas itu pada Osamu dan akhirnya diterima oleh sang bodyguard.      "Terima kasih, Tuan Muda," ujarnya lalu memandang minuman itu di tangannya.      Awalnya Rintarou tidak menyadari itu karena ia sibuk meneguk americano miliknya sambil mengecek ponselnya yang menunjukkan pukul tujuh malam. Sampai ia kembali menoleh pada Osamu yang te

Part 40; Solasta

 Osamu berdiam diri di balik dinding yang terdapat di atas rooftop sebuah gedung bertingkat yang jaraknya berdekatan dengan Hotel Victorious berada. Mengamati acara pertemuan besar itu berlangsung dari atas gedung dengan menggunakan teleskop lipat di tangannya yang sengaja ia bawa di balik saku jubah hitam yang ia kenakan. Dari tempatnya berada, Osamu dapat melihat Wakatoshi sedang mengobrol dengan beberapa wanita bergaun mewah ditemani oleh Asahi di belakangnya yang bertugas mengawalnya di sana. Osamu lalu menggerakkan teleskopnya menuju ke arah lain untuk mengawasi di dalam ballroom itu yang dapat ia jangkau dari sana. Mencari sesuatu yang mencurigakan namun tidak ada yang ganjil di sana. Beberapa anggota tambahan dari divisi Sugawara sudah datang lima menit lalu dan langsung memulai tugasnya. Mengawasi di berbagai sudut yang memiliki kemungkinan adanya penyerangan tiba-tiba yang mungkin saja terjadi di sana dan beberapa tempat yang mudah untuk mengawasi keadaan di dalam hotel itu