Langsung ke konten utama

Part 208; Solasta

 Rintarou memarkirkan mobilnya di halaman parkir gedung fakultasnya sebelum akhirnya membuka sabuk pengaman sambil menatap Osamu di sampingnya yang juga melakukan hal yang sama. Merasa dirinya sedang ditatap, Osamu menolehkan pandangannya pada Rintarou dan mendapati jika tuan mudanya sedari tadi sedang menatapnya. "Ada apa, Sa—"

"Syut!"

Sebelum Osamu sempat menyelesaikan pertanyaannya, mulutnya langsung ditutup oleh jari telunjuk Rintarou tepat di hadapannya. Membuat Osamu menatap pria alpha di hadapannya kebingungan dari sorot matanya. "Jangan diterusin, apalagi kalau lo masih manggil sayang kayak pas kita di apartemen," ujar Rintarou sedikit terbata karena menahan dirinya sendiri. Wajah dipalingkan dari Osamu karena merasa sedikit memanas akibat melihat wajah kebingungan nan polos yang Osamu tunjukkan padanya.

Dan lagi-lagi itu membuat jantung Rintarou berdebar.

"Memangnya kenapa?" tanya Osamu pelan membuat mulutnya bergerak dan berhasil membuat jari Rintarou yang berada di hadapan bibir Osamu seperti tersetrum akibat napas yang keluar dari mulut Osamu terasa di kulitnya. Membuat Rintarou akhirnya menjauhkan jarinya dari hadapan Osamu dengan tergesa. "Bukannya itu hukuman yang anda berikan pada saya, Sa—"

"Syut!" Rintarou lagi-lagi menutup bibir Osamu, namun kali ini dengan map berukuran sedang yang dia bawa.

Benar, memang benar.

Awalnya Rintarou hanya iseng memberikan hukuman itu untuk mengerjai Osamu—ditambah dia pikir, Osamu akan menolaknya dan tak sanggup untuk melakukan sesuai apa yang Rintarou perintahkan. Karena Osamu terbiasa dengan panggilan tuan muda padanya dan dulu, ketika Rintarou meminta Osamu memanggilnya Suna pun hanya bertahan beberapa menit saja karena setelahnya Osamu tetap memanggilnya tuan muda.

Tapi, tanpa disangka jika panggilan sayang yang Osamu ucapkan padanya berhasil membuat Rintarou kewalahan sendiri. Bukan Osamu yang dikerjai, tapi Rintarou sendiri yang dikerjai karena tidak tahan melihat betapa menggemaskan Osamu ketika memanggilnya sayang seperti itu. Apalagi, panggilan itu terus bertahan sampai detik ini.

Osamu tetap memanggilnya sayang.

Tidak seperti dulu.

"Ya, memang. Tapi kurang-kurangin manggil kayak gitu deh," ucap Rintarou kemudian melanjutkan, "mending kita turun, yuk?" Setelah melihat anggukan Osamu, mereka keluar dari dalam mobil bersamaan lalu Rintarou menunggu Osamu memutari mobil untuk berdiri di sampingnya, dan kemudian mereka berjalan beriringan.

Osamu memang kadang-kadang ikut Rintarou ke kampus seperti ini—itupun setelah dipaksa Osamu berulang kali agar Osamu bisa menjaga Rintarou. Tidak sering, karena jujur saja, Rintarou tidak enak membuat Osamu menunggu dirinya seharian di kampus tanpa melakukan apa-apa. Pria itu pasti sangat bosan bukan hanya menunggu dirinya seharian di kampus?

Tapi, setiap Rintarou berkata seperti itu. Melarang Osamu untuk pergi bersamanya. Osamu akan mengatakan jika itu memang tugasnya dan dia sudah terbiasa dengan itu. Tidak ada yang membuatnya bosan termaksuk menunggu Rintarou selesai kelas.

"Jika Tuan Muda meminta saya menunggu anda selama sisa hidup saya, saya siap untuk melakukannya."

Itu yang dikatakan Osamu setelahnya dan berhasil membuat Rintarou menghela napas.

Karena ... orang gila macam apa yang mau menunggu seseorang selama sisa hidupnya?

Ponsel Rintarou di sakunya bergetar. Ia merogoh saku celananya untuk mengambil ponselnya dan melihat notifikasi yang muncul di layar. Pesan dari grupnya bersama teman-temannya. Rintarou membaca pesan itu sambil terus berjalan bersama Osamu di sampingnya tanpa sadar jika mereka berdua menjadi pusat perhatian para mahasiswa yang kebetulan berpapasan dengan mereka. Rintarou tidak tahu jika dirinya dan Osamu sudah menjadi perbincangan beberapa minggu ini karena seorang pria asing nan tampan yang tiba-tiba berjalan bersama Suna Rintarou.

Karena hei! Rintarou tidak pernah berjalan beriringan bersama orang lain sesering ini selain dengan Tetsurou atau ketiga temannya yang lain. Tidak ada yang berani mendekati Rintarou secara langsung dan terang-terangan seperti ini.

Lalu, siapa pria asing nan tampan itu?

"Hei lihat deh, Suna jalan sama pria itu lagi."

"Loh iya? Sumpah ... siapa sih? Gue baru lihat mukanya. Anak fakultas lain ya?"

"Kayaknya bukan mahasiswa kampus kita deh."

"Aduh ... ngga bisa gue lihat dua orang ganteng jalan berbarengan kayak gitu, bisa mati berdiri gue!"

"Manis ngga sih? Orang di samping Suna?"

"Tapi garang tau!"

Berbeda dengan Rintarou yang tak mendengar semua bisikan yang tertuju pada mereka, Osamu mendengar semuanya. Sejak pertama kali dia ikut Rintarou sampai saat ini, Osamu sering sekali mendengar bisikan orang-orang pada mereka.

Khususnya pada Rintarou.

Apa Rintarou seterkenal ini di kampus?

Jujur saja, Osamu baru tahu itu.

Jika ... banyak orang lain yang menaruh perhatian pada Rintarou.

Osamu diam-diam melirik Rintarou di sampingnya yang tengah fokus dengan ponselnya. Melihat wajah tuan mudanya meski dari samping, Osamu akui jika Rintarou memang sangat tampan. Meskipun wajahnya kadang kala tak menunjukkan ekspresi yang berarti, dan meskipun mata sipitnya kadang semakin menyipit ketika menatap lawan bicaranya, Rintarou benar-benar sangat tampan. Tidak mungkin tidak ada yang menyukai Suna Rintarou.

Tapi, bagaimana jika orang-orang tahu jika Tuan Muda adalah Ushijima Rintarou? Apa ... akan semakin banyak yang menyukainya?

Osamu membenarkan pemikirannya dengan cepat. Tentu saja  akan lebih banyak orang-orang yang mengukai Rintarou jika tahu Rintarou adalah anak tunggal keluarga Ushijima. Menambah kesempurnaan yang dimiliki pria alpha itu.

"Andai itu aku ... aku juga pengen bisa deket sama Suna ...."

Osamu terdiam sebentar sebelum akhirnya menatap sebentar seorang gadis yang berbicara seperti itu. Kalimat seperti itu tidak sekali dua kali dia dengar sampai sekarang ngomong-ngomong.

Lalu ... apa artinya?

Kenapa mereka merasa seperti kesusahan mendekati Rintarou?

Osamu merasa ... gampang?

"Osamu?"

Bahkan dirinya sering sekali melihat berbagai ekspresi yang Rintarou tunjukkan padanya. Senyumnya, tawanya, amarahnya, kesalnya, dan semua hal.

"Sam?"

Bahkan ... mereka sudah melakukan—

"Sam awas!"

Duk!

Osamu merasakan lengan atasnya ditarik ke belakang dan keningnya ditutup oleh sebelah tangan Rintarou agar tidak membentur tiang di hadapannya. Mata Osamu mengerjap sebentar karena terkejut dan berusaha memahami apa yang terjadi. "A—apa?"

"Lo hampir nabrak tiang, Sam."

Osamu menatap tiang di hadapannya dan sadar jika apa yang dikatakan Rintarou adalah benar. Jika saja Rintarou tidak segera menarik lengannya dan menutup dahi Osamu dengan tangannya, keningnya pasti akan berakhir terluka.

"Maafkan saya." Osamu segera membungkukkan tubuhnya untuk meminta maaf.

"Lo ngelamun, Sam?" Osamu tidak menjawab karena malu untuk mengatakan jika dirinya melamunkan Rintarou sejak tadi. Apalagi ketika memori itu terlintas di benaknya. Meskipun Osamu tidak mengingat secara detail malam itu, tapi mengingat jika dirinya pernah melakukan itu dengan Rintarou, rasanya sangat tak bisa ia definisikan. "Jangan ngelamun sambil jalan, nanti bisa-bisa kening lo malah nyium tiang."

"Dari pada kening lo cium tiang, mending kening lo gue yang cium."

Blush!

Dan setelah Rintarou mengatakan itu tanpa sadar, kedua pipi mereka bersemu merah. "Ma—maksud gue ... maksud gue engga gitu, Sam. Beneran, I don't mean"

"It's okay, um ... yeah ...." Osamu berusaha menjawabnya meskipun dia sendiri merasa jantungnya berdebar dan wajahnya terasa panas. Keduanya terdiam dengan perasaan canggung yang mendadak muncul karena tak tahu harus bicara apa lagi. Rintarou juga merasa sangat malu karena mulutnya tiba-tiba bicara seperti itu.

Seakan ia memang sangat ingin mencium Osamu.

Ekor mata Rintarou bergerak menatap Osamu di sampingnya yang tengah menggaruk sebelah pipinya yang memerah dengan jari telunjuknya. Melihat itu, entah kenapa jantung Rintarou berdetak lebih kencang dari sebelumnya melihat betapa menggemaskan Osamu dalam mode malu-malu begini.

Sial ... kenapa Osamu gemes banget sih anjir, batin Rintarou. Dan kemudian matanya tertuju pada bibir plum Osamu yang terlihat menggoda.

"SUNA!!!"

Deg!

Rintarou terperanjat ketika mendengar suara Kotarou yang memanggil namanya dengan lantang meskipun dari jarak yang jauh. Pria itu terlihat berlari kecil menuju tempat mereka dengan Keiji di sampingnya. "Ngga usah teriak-teriak bisa engga sih kalau manggil orang? Bikin kaget aja, njir."

Kotarou hanya cengengesan begitu ia sampai di sana sudah diomeli oleh Rintarou. "Abis lo gue panggil pertama kali engga nyaut."

"Kapan lo manggil gue emang?"

"Tadi, cuk. Gue manggil lo lima kali ada kali. Tanya aja Akaashi, ya kan, sayang?" tanya Kotarou pada kekasihnya; Akaashi Keiji yang baru tiba di sana karena jalannya tidak sekencang Kotarou. Pria omega itu mengangguk kecil setelah menyapa Osamu terlebih dahulu. "Tuh! Apa kata gue."

Mendengar Kotarou memanggil Keiji dengan sebutan sayang membuat Osamu menatap sepasang kekasih itu bergantian. Kenapa Kotarou memanggil Keiji dengan sebutan yang sama dengan apa yang Rintarou perintahkan padanya? Apa Kotarou juga mendapatkan hukuman dari Keiji dan memerintahkan pria alpha itu memanggilnya sayang seperti Rintarou?

"Bokuto-san manggil kamu lima kali, Suna. Tapi kalian kayaknya engga denger," ujarnya.

"Oh gitu."

"Sialan, lo kalau Akaashi yang ngomong langsung percaya!"

"Aduh anjir!"

Kotarou memukul kepala Rintarou karena kesal jika pria itu lebih mempercayai ucapan kekasihnya ketimbang dirinya. Pria alpha itu tentu saja langsung mendapatkan balasan dari Rintarou.

Terlepas dari apa yang Osamu pikirkan barusan, dirinya sekarang lebih tertarik untuk memperhatikan Keiji di hadapannya yang terlihat sangat cantik dan tampan di waktu yang bersamaan. Sebagai pria omega yang pernah Osamu temui, Keiji terlihat sangat sempurna menurutnya. Dan Bokuto Kotarou sangat beruntung memiliki Keiji di sampingnya, itu menurut Osamu.

Jika aku kembali menjadi omega, apa aku bisa seperti Akaashi?

"Ayo ke cafe, Oikawa udah bawel banget anjir telponin gue terus minta buruan," ajak Kotarou dan disetujui oleh ketiga orang lainnya. Mereka berjalan beriringan menuju cafe tempat Oikawa Tooru berada sambil berbincang-bincang—meski yang banyak bicara adalah Kotarou dan Rintarou. Keiji sesekali menimpali pembicaraan mereka ketika Kotarou mulai dalam mode lemot yang bisa membuat Rintarou mengomelinya sedangkan Osamu hanya memperhatikan ketiganya dan akan bicara ketika ditanya.

Tak butuh waktu lama hingga mereka tiba di salah satu kafe yang berada di area kampus mereka. Melihat teman-temannya datang, Oikawa Tooru yang sudah menunggu langsung menyambut mereka tentu dengan kalimat 'lama banget deh lo pada' kemudian sedikit bergurau sebentar sebelum akhirnya memilih tempat duduk mereka masing-masing. Mereka duduk secara melingkar, dengan Rintarou dan Osamu yang duduk bersebelahan kemudian di samping Osamu ada Keiji, lalu Kotarou, dan kemudian Tooru.

"Pacar lo emang engga papa kalau makan dulu, Bok? Bakal telat kelasnya engga?" tanya Tooru.

"Engga?" jawab Kotarou, tapi ketimbang menjawab ucapan Kotarou terdengar seperti tidak yakin dan kemudian ia menatap kekasihnya. "Kamu engga telat kan sayang kalau kita makan dulu?" tanya Kotarou pada Keiji dan mendapat toyoran dari Tooru di sebelahnya. "Aduh!"

"Harusnya lo nanya dulu lah anjir."

"Tau."

"Ya ini gue lagi nanya."

"Engga kok, santai aja," jawab Keiji.

Sambil berbincang-bincang, mereka kemudian memesan makanan, minuman, dan cemilan kecil pada buku menu yang salah satu pelayan kafe berikan pada mereka. Melihat Osamu di samping Rintarou yang sedang memilih menu, Rintarou menggeser tubuhnya mendekati Osamu kemudian berbicara, "Ada vanilla latte, mau?" tawar Rintarou menunggu jawaban Osamu tetapi pria itu malah tersentak. Tentu saja membuat Rintarou terkejut. "Lo kenapa, Sam?"

Osamu menggeleng. "Tidak ada apa-apa, hanya ... terkejut," jawabnya sedikit terbata kemudian menatap menu di tangannya. Mencari tulisan vanilla latte pada menu. "Ada vanilla latte?"

"Iya, lo mau?" tawar Rintarou sambil menatap Osamu yang mengangguk. Wajahnya terlihat sangat senang dilihat dari mata abunya yang berkilau dan senyum tipis yang terulas di wajahnya. "Ada lagi? Lo bisa mesen apapun, kok. Kalau belum kenyang, lo bisa beli makanan berat, Sam."

"Tidak sayang, saya sudah kenyang. Vanilla latte sudah cukup untuk saya, sayang."

Hening.

Setelah Osamu berkata seperti itu, di sekitarnya terasa hening dan dia merasakan banyak pasang mata yang menatap padanya. Osamu kemudian menatap Rintarou di sampingnya yang terlihat terkejut dengan pipi memerah yang sangat jelas Osamu lihat. Pria itu kemudian menatap ke arah lain dan menyadari jika Tooru, Kotarou, dan Keiji sedang menatapnya dengan pandangan tak kalah terkejutnya dari Rintarou. Apalagi, Tooru menutup mulutnya sendiri kemudian berteriak dengan lantang. "Ini bukan gue doang kan cuk yang denger? Lo denger juga kan, Bok?" Tooru menggoyangkan tubuh Kotarou dengan brutal membuat Kotarou mengangguk kencang.

Aduh ....

Rintarou menutup wajahnya karena merasa wajahnya memanas dan jantungnya berdetak gelisah. Gawat ... teman-temannya pasti tidak akan tinggal diam karena mendengar Osamu memanggilnya begitu.

"CIEE SUNA!!!"

"KALIAN PACARAN?!!"

Dan Osamu hanya menatap Kotarou dan Tooru kebingungan karena reaksi mereka yang sungguh melebihi kata heboh.

Pacaran?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Part 23; Solasta

  Suna Rintarou menghentikan mobil Chevrolet Camaro hitam miliknya tepat di depan sebuah gerbang mewah setinggi dua meter yang menjadi pintu masuk utama menuju ke kediaman Ushijima Wakatoshi; petinggi sekaligus pemilik Ushijima Group —dan juga papanya. Melihat siapa yang datang, dua orang pria yang bertugas menjaga gerbang langsung membukakan gerbang untuknya. Tak lupa membungkuk hormat untuk menyambut kedatangan sang tuan muda yang sudah lama tidak mengunjungi rumahnya. Melihatnya, Rintarou sedikit berdecih dalam hati karena dirinya tidak terlalu suka diperlakukan bak seorang pangeran—padahal faktanya; dirinya diperlakukan seperti seorang buangan . Diasingkan Bahkan tidak ada yang tahu siapa Suna Rintarou sebenarnya selain orang-orang tertentu yang sudah mendapatkan izin dari papanya untuk mengetahui siapa dirinya sebenarnya. Rintarou memarkirkan mobilnya di depan rumah setelah melewati air mancur besar yang berada di tengah-tengah halaman depan rumahnya. Dia dapat melihat beber

Part 128; Solasta

 Di tengah perjalanan mereka menuju apartemen Rintarou setelah membeli bahan makanan untuk satu minggu ke depan, Rintarou tiba-tiba mampir terlebih dahulu ke salah satu kedai kopi untuk membeli dua gelas kopi untuk mereka. Karena ia tidak tahu apakah Osamu menyukai kopi atau tidak, jadilah Rintarou akhirnya memilih vanilla latte untuk Osamu dan Americano untuk dirinya.     Setelah mengantri cukup lama, Rintarou kembali masuk ke dalam mobil dan memberikan segelas vanilla latte di tangannya pada Osamu. "Ini." Namun, Osamu tidak menerimanya dan malah menatap Rintarou kebingungan. "Buat lo, ambil." Sekali lagi Rintarou memberikan gelas itu pada Osamu dan akhirnya diterima oleh sang bodyguard.      "Terima kasih, Tuan Muda," ujarnya lalu memandang minuman itu di tangannya.      Awalnya Rintarou tidak menyadari itu karena ia sibuk meneguk americano miliknya sambil mengecek ponselnya yang menunjukkan pukul tujuh malam. Sampai ia kembali menoleh pada Osamu yang te

Part 40; Solasta

 Osamu berdiam diri di balik dinding yang terdapat di atas rooftop sebuah gedung bertingkat yang jaraknya berdekatan dengan Hotel Victorious berada. Mengamati acara pertemuan besar itu berlangsung dari atas gedung dengan menggunakan teleskop lipat di tangannya yang sengaja ia bawa di balik saku jubah hitam yang ia kenakan. Dari tempatnya berada, Osamu dapat melihat Wakatoshi sedang mengobrol dengan beberapa wanita bergaun mewah ditemani oleh Asahi di belakangnya yang bertugas mengawalnya di sana. Osamu lalu menggerakkan teleskopnya menuju ke arah lain untuk mengawasi di dalam ballroom itu yang dapat ia jangkau dari sana. Mencari sesuatu yang mencurigakan namun tidak ada yang ganjil di sana. Beberapa anggota tambahan dari divisi Sugawara sudah datang lima menit lalu dan langsung memulai tugasnya. Mengawasi di berbagai sudut yang memiliki kemungkinan adanya penyerangan tiba-tiba yang mungkin saja terjadi di sana dan beberapa tempat yang mudah untuk mengawasi keadaan di dalam hotel itu